Pemerintah Ingatkan Aturan THR Wajib Dibayar H-7 Lebaran

Rabu, 13 Mei 2020 - 06:16 WIB
loading...
Pemerintah Ingatkan...
Tunjangan hari raya (THR) adalah sebuah penantian yang sangat berarti bagi setiap pekerja di masa pandemi Corona Virus Diseases 2019 ini (COVID-19). Foto/iNews
A A A
JAKARTA -
KORAN SINDO

JAKARTA - Peringatan pemerintah kepada pengusaha yang diwajibkan membayar tunjangan hari raya (THR) keagamaan tepat waktu dengan batas maksimal H-7 Lebaran.

Sebelumnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menerbitkan Surat Edaran (SE) M/6HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi COVID-19, yang diprotes keras kalangan pekerja. ( )

Akankah sesuai kenyataan peringatan pemerintah dan fakta di lapangan nanti?

Lain ceritanya dengan aparatur sipil negara (ASN) pusat dan daerah, prajurit TNI, anggota Polri, dan para pensiunan, pencairan THR sudah ditetapkan serentak pada pekan ini.

Pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp13,89 triliun. Pencairan THR yang dijadwalkan pada 15 Mei mendatang hanya berlaku bagi pejabat eselon III ke bawah. Hanya, besaran THR masa pandemi Covid-19 lebih kecil dibanding tahun sebelumnya.

Sebab, THR kali ini tanpa disertai tunjangan kinerja. Meski sudah dijadwalkan pencairan THR pada pertengahan bulan ini, pemerintah tetap mengantisipasi kemungkinan pemberian THR bisa saja terjadi sesudah Lebaran.

Dalam keterangan pemerintah, THR keagamaan merupakan pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja.

Bagi pengusaha yang melalaikan kewajiban, sebagaimana ditegaskan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, terancam dikenakan denda dan sanksi keras.

Dalam peringatan tertulis yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dibeberkan bahwa pengusaha yang telat mencairkan THR terancam dikenakan denda sebesar 5%. Denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR.

Bagaimana dengan pengusaha yang tidak membayar THR? Pemerintah telah memutuskan untuk pengusaha yang tidak membayar THR akan dikenakan sanksi administratif hingga penghentian izin usaha.

Ancaman denda dan sanksi bagi pengusaha yang melalaikan kewajiban membayar THR sangat disayangkan. Bahkan peringatan pemerintah agar pengusaha tepat waktu membayar THR, seperti disampaikan Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, hanya bisa dilaksanakan oleh pengusaha yang mampu.

Sarman tidak menampik bahwa dalam masa pandemi COVID-19 ini masih ada perusahaan dari berbagai sektor yang mampu membayar THR tepat waktu. Namun, pengusaha yang tidak mampu melaksanakan kewajibannya jauh lebih banyak. Jadi, kalangan pengusaha menilai tidak bijak bila persoalan pembayaran THR ini dibumbui dengan ancaman denda dan sanksi.

Masalahnya, dalam surat edaran yang diterbitkan pemerintah tidak setegas peringatan yang dikeluarkan belakangan. Dalam surat edaran tersebut memuat ketentuan kelonggaran pembayaran THR dalam bentuk penundaan atau pencicilan bagi pengusaha yang tak mampu membayar kepada pekerja sesuai regulasi yang berlaku.

Pemerintah mensyaratkan pengusaha yang bisa mendapatkan pelonggaran pembayaran THR apabila sudah memperoleh kesepakatan lewat dialog dengan para pekerja yang dilakukan secara kekeluargaan. Dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan iktikad baik untuk mencapai kesepakatan.

Dialog pengusaha dan pekerja diharapkan menyepakati di antaranya perusahaan yang tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan, maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap.

Perusahaan yang tidak mampu membayar THR sama sekali pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan perundang-undangan, maka pembayaran THR dapat dilakukan penundaan sampai jangka waktu tertentu yang disepakati.

Ternyata, surat edaran yang dikeluarkan Kemenaker disambut dingin oleh kalangan pekerja. Mereka khawatir kebijakan yang mengatur pembayaran THR itu dapat disalahgunakan oleh pengusaha yang nakal.

Memang bila merujuk pada Permenaker Nomor 6 Tahun 2006, regulasi tersebut tidak mengatur bahwa THR dapat dicicil dan bila perusahaan melanggar dapat dikenakan sanksi. Namun, masalahnya kondisi sekarang jauh dari normal sehingga memang harus ada kesepakatan yang saling mengerti kedua pihak.

Pihak pekerja hendaknya juga bijak menyikapi keadaan. Sebaliknya, kalangan pengusaha pun tetap punya iktikad baik membayar PHK meski dengan cara dicicil atau sesuai kesepakatan dengan pekerja.

Masalahnya, bagaimana kalau pemberi dan penerima THR tidak mencapai kesepakatan sebagaimana harapan yang dituangkan dalam surat edaran Kemenaker? Sebuah pekerjaan rumah baru menanti.
(nth)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2482 seconds (0.1#10.140)