Mencontoh Manisnya Nanas Subang dari Kesuksesan Ef Rizal Ali

Selasa, 08 Desember 2020 - 08:52 WIB
loading...
Mencontoh Manisnya Nanas Subang dari Kesuksesan Ef Rizal Ali
Ketua Kelompok Tani Mekar Sari Maju Ef Rizal Ali menjadi salah satu petani nanas sukses di Subang. Foto/Ist
A A A
BANDUNG - Kabupaten Subang telah tersohor sebagai sentra budidaya nanas di Indonesia. Nama EF Rizal Ali tidak boleh dilupakan dalam perkembangan budidaya nanas di Subang, Jawa Barat.

Ketua Kelompok Tani Mekar Sari Maju ini bisa dibilang sebagai figur petani nanas tersukses di Kabupaten Subang. Bersama kelompok taninya, Efrizal Ali mampu membudidayakan nanas Subang jenis smooth cayenne di lahan seluas 70 hektare.

Pada medio 2013, bersama petani nanas lainnya di Desa Sarireja, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang , dia membentuk Kelompok Tani Mekar Sari Maju.

“Semula lahannya hanya 10 hektare dengan 20 anggota. Ketika itu kami mulai fokus melakukan budidaya nanas,” kenang EF Rizal.

Memulai bertani nanas sejak tahun 2012 di lahan seluas 6 hektare miliknya, EF Rizal memang tidak kontan menuai sukses.

Berbagai kendala mesti dihadapinya sebagai imbas dari sistem tanam yang kala itu belum memenuhi standar.

Setelah menjadi mitra binaan Pupuk Kujang, Kelompok Tani Mekar Sari Maju memperoleh bimbingan serta pendampingan dari tim agronomi selama proses budidaya nanas. Barulah EF Rizal dan kawan-kawan mengetahui budidaya nanas yang tepat.

Mantan pegawai sebuah perusahaan di Jakarta ini lantas mencontohkan dalam hal pemupukan. Pemupukan dengan hanya pupuk urea yang telah lazim dilakukan, menurut dia tidak tepat. Pupuk urea seharusnya hanya dipergunakan pada masa vegetasi tanam saja.

Dia pun menggunakan pupuk ZPT (zat pengatur tumbuh) sebagai tambahan, supaya tanaman nanas berproduksi optimal.

Jika semua proses diikuti dengan pemupukan yang baik, ternyata mampu menghasilkan nanas dengan bobot hingga 4 kg perbuah.

Demikian pula dengan media dan sistem tanam yang menurut EF Rizal mulai menggunakan mulsa dan sistem tanam tumpang sari.

Ada alasan tersendiri dari penggunaan plastik mulsa ini. Menurut EF Rizal penggunaan media plastik mulsa bisa ditanam bibit nanas hingga 40.000 setiap hektare.

Sementara, sistem tumpang sari diberlakukan dengan tujuan agar petani tetap memperoleh penghasilan setiap bulan dari hasil panen tanaman lainnya di sela-sela nanas.

“Kalau hanya menanam nanas, masa panennya lama. Makanya ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya seperti pepaya, jeruk, jahe yang bisa dipanen setiap bulan,” jelasnya.

Seiring semakin meningkatnya produktivitas, dalam tempo sekitar 7 tahun luasan lahan Kelompok Tani Mekar Sari Maju ini bertambah menjadi 70 hektare. Saat ini kelompok tani ini memiliki jumlah anggota menjadi 60 orang.

Berkat kerja keras dan komitmen terhadap proses tanam, kini produksi nanas yang dihasilkan sekitar 1.500 ton per tahun.

Sebanyak 500 ton di antaranya dipasok ke salah satu pabrik pengolahan selai di Bandung. Sementara selebihnya dijual secara ritel ke Bandung, Surabaya, dan Depok.

“Sebenarnya kami juga sudah memproduksi pangan olahan dari nanas berupa keripik nanas,” kata EF Rizal.

Hanya saja, kata dia, produksi massal dan pemasaran secara luas yang direncanakan mulai April 2020 lalu terkendala oleh pandemi COVID-19.

Pandemi ini, diakui EF Rizal ikut dirasakan dampaknya bagi kelompok tani nanas. Pasokan ke pabrik yang telah disepakat, sempat terhenti akibat pabrik tidak berproduksi. Harga nanas sempat ikut anjlok karena berlimpahnya produksi.

Ketidakstabilan harga produksi pertanian dari mitra binaan sebenarnya telah dicarikan solusinya oleh PT Pupuk Kujang, yakni melalui sistem Closed Loop.

Selain harga tidak anjlok, pemasaran sistem Closed Loop ini juga memberi jaminan ketersediaan pasokan.

Sistem Closed Loop telah diimplementasikan di petani jeruk di Kabupaten Garut. Pupuk Kujang juga mulai melakukan proyek percontohan Closed Loop di areal 30.000 meter persegi untuk budidaya cabai.

Closed Loop PT Pupuk Kujang dilakukan dalam bentuk pendampingan kepada petani. Mulai dari analisa tanah, aplikasi pemupukan, budidaya hingga pemasaran hasil panen.

Program Closed Loop agribisnis ini, menjadi jembatan untuk petani dan pasar sehingga supply lebih maksimal, sementara produk maupun harga menjadi stabil.

"Kunci dari program ini adalah sinergi antarpihak, mulai dari BUMN, pemerintah, swasta, organisasi pengusaha seperti Kadin, dan kelompok tani," kata Direktur Operasi & Produksi Pupuk Kujang Robert Sarjaka.

Semua pihak yang terlibat dalam program ini, kata dia, mempunyai peranan masing-masing. Menjamin proses dari hulu hingga hilir berjalan baik, bertanggung jawab melakukan pendampingan agar produktivitas hasil taninya optimal.

“Closed Loop pertanian ini akan mengurai permasalahan supply chain yang muncul, seperti produk melimpah dan kelangkaan produk pertanian. Model Closed-Loop ke depan diharapkan dapat menjadi success story yang dapat menjadi referensi dalam pengembangan bisnis hortikultura di Indonesia,“ tutur Robert.

Dia menjelaskan, setelah Garut sebagai pilot project, program Closed Loop bakal diterapkan di daerah lainnya.

Utamanya daerah yang memiliki potensial market, kelompok tani, dan juga luasan lahan memadai. Garut, kata dia, selama ini sebagai kawasan strategis pemasaran pupuk bersubsidi dan non-subsidi atau ritel Pupuk Kujang.

Semantara itu, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmaja mengaku, semangat membangun pertanian akan terus berjalan melahirkan solusi inovatif, lantaran hadir untuk memenuhi kebutuhan hidup orang banyak.

Makanya, banyak pihak melakukan perencanaan pangan yang baik, disusun dan dirumuskan secara komprehensif.

"Kalau kita bicara pembangunan pangan, berarti bicara mulai dari hulu hingga hilir, produksi hingga konsumsi. Jadi keliru sekali bila pembangunan pertanian hanya meningkatkan produksi. Justru setelah produksi meningkat, bagaimana barang didistribusikan, harga tembakau masyarakat, dan konsumsi aman," kata Entang.

Menurut dia, konsep pengembangan pangan, tidak bisa dilepaskan dari ketahanan pangan dan kemandirian pangan. Sehingga persoalan pangan ini menjadi kewajiban bagi pemerintah baik pusat dan daerah, serta pihak yang tergabung dalam lingkaran phentahelik.

Artinya mesti ada sinergitas dan kolaborasi antara mayarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, komunitas, dan pemerintahan.

(Baca juga: Aplikator Transportasi Online Baru Marak, Keselamatan Penumpang Dipertanyakan)

Secara riil, kata dia, beberapa solusi yang bisa diambil untuk meningkatkan produksi adalah menjadikan skala prioritas. Jangan sampai memandang produksi adalah kewajiban pemerintah pusat. Tapi pusat dan daerah harus bersama-sama berkomitmen meningkatkan produksi sebagai bagian dari ketahanan pangan.

"Solusi kedua adalah harus dijaga stabilisasi harga. Petani akan senang, jika harga bisa dijaga atau dijamin oleh pemerintah. Bahwa harga di sektor pertanian tidak akan dipermainkan oleh para pemain pasar. Jangan sampai saat panen, harga hancur. Kan petani kecewa," beber Entang.

(Baca juga: Bawaslu Kabupaten Bandung Bongkar Praktik Politik Uang Saat Masa Tenang)

Terakhir, harus ada jaminan negara terhadap pertanian. Kalau produksi meningkat dan harga stabil, negara harus komitmen memberi kesejahteraan bagi petani.

Jangan sampai petani hanya jadi objek untuk meningkatkan produksi dan menjamin ketersediaan pangan.
(boy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1035 seconds (0.1#10.140)