Aplikator Transportasi Online Baru Marak, Keselamatan Penumpang Dipertanyakan

Selasa, 08 Desember 2020 - 05:48 WIB
loading...
Aplikator Transportasi Online Baru Marak, Keselamatan Penumpang Dipertanyakan
Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Masyarakat Transportasi Jawa Barat meminta pemerintah menindak tegas aplikator transportasi online baru yang belakangan marak bermunculan karena diduga tak berizin dan berpotensi merugikan penumpang.

Ketua Masyarakat Transportasi Jawa Barat yang juga pengamat transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) , Sony Sulaksono menuturkan, kesuksesan bisnis aplikasi transportasi online di Indonesia membuat aplikator sejenis semakin marak bermunculan, baik yang berasal dari luar negeri maupun lokal.

Menurutnya, jika pemerintah tidak tegas menertibkan, maraknya aplikator transportasi online baru tersebut berpotensi merugikan penumpang.

Pasalnya, kata Sony, saat ini belum ada regulasi yang tegas mengatur perizinan aplikator transportasi online sehingga mereka mudah masuk dan beroperasi.

"Saya mengamati ada banyak aplikator yang secara konsep mengikuti Grab dan Gojek beroperasi di beberapa kota. Sekarang ada lagi Maxim, lalu kabarnya akan masuk DiDi dari China. Coba tanyakan ke Dinas Perhubungan, apakah mereka semua ini masuk begitu saja dengan mudah?" tutur Sony dalam keterangan resminya, Senin (7/12/2020).

Jika benar aplikator transportasi online baru itu dapat dengan mudah beroperasi tanpa melalui proses perizinan, dia mempertanyakan pihak yang dapat memberikan jaminan keselamatan kepada penumpang.

"Wajar saja jika akhirnya terjadi perang tarif, seolah pemerintah melepas itu dalam mekanisme pasar. Mekanisme pasar itu sah-sah saja, saya tidak begitu concern soal perang tarif, tapi siapa yang memberikan jaminan keselamatan kepada penumpang? Bagaimana jika terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online yang tidak berizin ini?," paparnya.

"Apakah mereka membuka usaha di Indonesia dengan izin? Siapa yang akan memberi sanksi jika terjadi pelanggaran? Meskipun sudah ada sanksi yang dituliskan dalam Permenhub (Peraturan Menteri Perhubungan) apa sudah ada penertiban yang dilakukan?" tambah Sony.

Sony menilai, layanan transportasi online di Indonesia masih bersifat sporadis. Asal punya aplikasi, ujar Sony, bisa langsung beroperasi.

Menurutnya, perlu adanya integrasi antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk menertibkan layanan online tersebut.

(Baca juga: 14 Pegawai BKPSDM Positif COVID-19, Gedung B di Kompleks Pemda KBB Ditutup)

"Transaksi online itu diatur Kominfo, tapi Kominfo tidak bisa mengatur transaksi di aplikasi transportasi online. Sementara, Kemenhub juga tidak bisa mngengatur masalah aplikasi, mereka hanya mengurus urusan di jalanan, belum ada integrasi keduanya. Kalau mau tertib, kuncinya di pemerintah sebagai regulator," tegas Sony.

Sony juga menekankan, jika regulasi dan sanksinya sudah jelas, harusnya tidak akan ada praktik predatory price (perang tarif) karena sudah ada ketentuannya dalam Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 348 Tahun 2019.

"Masalahnya, kalau tidak mengikuti aturan, siapa yang akan memberi sanksi? Harusnya Kominfo punya kewenangan menutup aplikasi," tegasnya lagi.

(Baca juga: Bawaslu Kabupaten Bandung Bongkar Praktik Politik Uang Saat Masa Tenang)

Dia mengingatkan, jangan sampai pemerintah sibuk melakukan pembenahan saat sudah banyak terjadi kasus, seperti penculikan, kekerasan, dan lain-lain.

"Padahal, sudah pernah terjadi kasus penculikan, pencurian di dalam kendaraan online, tapi itu belum cukup menggugah pengambil keputusan untuk merapihkan regulasi itu," tandasnya.
(boy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1525 seconds (0.1#10.140)