PW Muhammadiyah Jatim Kritik Naskah Khutbah Jumat Kemenag, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
SURABAYA - Wakil Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jatim , Nadjib Hamid mengkritik rencana Kementerian Agama (Kemenag) yang akan menyiapkan naskah khutbah Jumat sebagai alternatif bagi masyarakat yang ingin menggunakannya. Materi khutbah Jumat yang disiapkan pemerintah tersebut dinilai justru akan mematikan demokrasi.
“Menurut saya, inikan banyak peristiwa yang sebenarnya dampak. Kalau konteksnya khatib, itu karena kejengkelan saja atas semua peristiwa yang terjadi di negeri ini. Misalnya, ketika khotib mengkritik masalah penegakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Masak pemerintah tidak boleh dikritik,” kata Nadjib, Selasa (24/11/2020). (Baca juga: Kemenag Siapkan Materi Khutbah Jumat, Gus Jazil: Bukan Langkah Bijak)
Pihaknya menyesalkan adanya tuduhan bahwa ada sejumlah pengkhutbah yang itu dianggap radikal dan sering provokatif dalam ceramahnya. Menurut Nadjib, radikal dan provokatif itu disematkan pemerintah pada orang-orang yang mengkritik. (Baca juga: Terbit Awal 2021, Materi Khutbah Jumat Kemenag dalam Bentuk Digital)
“Kalau sekarang kita sudah bersepakat sebagai negara demokrasi, perbedaan itu menyehatkan. Masak mengkritik dianggap provokatif. Kita harus fair mengenai definisi provokatif dan radikal itu versi siapa,” tandas Nadjib.
Dengan begitu, lanjut dia, maka adanya materi khutbah dari Kemenag tidak menjadi penting. Dia juga meragukan Kemenag akan melibatkan ulama dan akademisi dalam penyusunan materi khutbah tersebut. Kalau dilibatkan, tentu akan menggunakan versi pemerintah. “Kenapa mengkritik tidak boleh. Kalau tidak boleh dikritik, kita akan menjadi negara apa, otoriter,” tandasnya.
Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin mengatakan, rencana penyusunan khutbah Jumat ini sejalan dengan kebijakan Kemenag untuk menyediakan literasi digital yang mendukung peningkatan kompetensi penceramah agama.
“Kami akan menyiapkan naskah berkualitas dan bermutu dengan tim penulis ahli di bidangnya. Naskah yang disusun bisa dijadikan alternatif. Tidak ada kewajiban setiap masjid dan penceramah untuk menggunakan naskah khutbah Jumat yang diterbitkan Kemenag,” lanjutnya.
Menurutnya, khutbah Jumat harus menjadi instrumen untuk memberikan informasi konstruktif kepada masyarakat. Karena itu, sudah seharusnya Kemenag hadir untuk ikut memfasilitasi keberadaan naskah yang sesuai dengan perkembangan zaman di masyarakat.
“Jadi, khutbah Jumat juga perlu membahas masalah kekinian berikut solusinya. Itu menjadi salah satu fokus dalam penyusunan naskah khutbah ini,” tandasnya.
“Menurut saya, inikan banyak peristiwa yang sebenarnya dampak. Kalau konteksnya khatib, itu karena kejengkelan saja atas semua peristiwa yang terjadi di negeri ini. Misalnya, ketika khotib mengkritik masalah penegakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Masak pemerintah tidak boleh dikritik,” kata Nadjib, Selasa (24/11/2020). (Baca juga: Kemenag Siapkan Materi Khutbah Jumat, Gus Jazil: Bukan Langkah Bijak)
Pihaknya menyesalkan adanya tuduhan bahwa ada sejumlah pengkhutbah yang itu dianggap radikal dan sering provokatif dalam ceramahnya. Menurut Nadjib, radikal dan provokatif itu disematkan pemerintah pada orang-orang yang mengkritik. (Baca juga: Terbit Awal 2021, Materi Khutbah Jumat Kemenag dalam Bentuk Digital)
“Kalau sekarang kita sudah bersepakat sebagai negara demokrasi, perbedaan itu menyehatkan. Masak mengkritik dianggap provokatif. Kita harus fair mengenai definisi provokatif dan radikal itu versi siapa,” tandas Nadjib.
Dengan begitu, lanjut dia, maka adanya materi khutbah dari Kemenag tidak menjadi penting. Dia juga meragukan Kemenag akan melibatkan ulama dan akademisi dalam penyusunan materi khutbah tersebut. Kalau dilibatkan, tentu akan menggunakan versi pemerintah. “Kenapa mengkritik tidak boleh. Kalau tidak boleh dikritik, kita akan menjadi negara apa, otoriter,” tandasnya.
Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin mengatakan, rencana penyusunan khutbah Jumat ini sejalan dengan kebijakan Kemenag untuk menyediakan literasi digital yang mendukung peningkatan kompetensi penceramah agama.
“Kami akan menyiapkan naskah berkualitas dan bermutu dengan tim penulis ahli di bidangnya. Naskah yang disusun bisa dijadikan alternatif. Tidak ada kewajiban setiap masjid dan penceramah untuk menggunakan naskah khutbah Jumat yang diterbitkan Kemenag,” lanjutnya.
Menurutnya, khutbah Jumat harus menjadi instrumen untuk memberikan informasi konstruktif kepada masyarakat. Karena itu, sudah seharusnya Kemenag hadir untuk ikut memfasilitasi keberadaan naskah yang sesuai dengan perkembangan zaman di masyarakat.
“Jadi, khutbah Jumat juga perlu membahas masalah kekinian berikut solusinya. Itu menjadi salah satu fokus dalam penyusunan naskah khutbah ini,” tandasnya.
(shf)