Akademisi Unhas Sebut Berkas Pencalonan Aska Mappe Tak Cacat Prosedural
loading...
A
A
A
BARRU - Pakar hukum dari Universitas Hasanuddin (Unhas) , Dr Amir Ilyas, mengingatkan pihak yang mempermasalahkan berkas pengunduran diri Aska Mappe dari kepolisian untuk tidak diperdebatkan lagi.
Pasalnya, dari kajian dan analisis hukum, berkas pasangan Suardi Saleh itu menurut dia sangat jelas memenuhi syarat. Sehingga keliru jika ada yang mempermasalahkan atau menuding tidak memenuhi persyaratan maju bertarung di pilkada Barru.
Dalam tulisannya di kolom opini yang diterbitkan di salah satu media cetak, Amir Ilyas yang juga mantan ketua Bawaslu Kota Makassar inimengurai melalui pendekatan hukum dan perundang-undangan.
Mengangkat judul "Siapa Berwenang Memberhentikan Kompol Aska", Amir Ilyas mengurai terlebih dahulu mengenai munculnya pro-kontra tentang berkas pengunduran diri Aska dari kepolisian.
Menurutnya, perdebatan tentang surat keputusan pemberhentian tersebut bermula dari dua produk hukum yakni Peraturan Kapolri Nomor 19 tahun 2011 dan Perpol nomor 1 tahun 2019.
Jika mekanisme pemberhentian dari keanggotaan Polri berdasarkan Perkap maka seharusnya kata dia, dalam SK pemberhentian Aska Mappe sebagai anggota perwira menengah Komisaris Polisi (Kompol) maka yang bertandatangan adalah Kapolri berdasarkan pasal 17 ayat 2. Sedangkan berdasarkan Perpol maka cukup yang bertandatangan adalah Kapolda sesuai dengan pasal 46 ayat 2 huruf b.
“Uniknya, ternyata dengan Perkab nomor 19 itu dapat dikatakan sebagai mekanisme pemberhentian yang berlaku khusus bagi anggota Polri dalam hal hendak maju dalam pemilihan kepala daerah," kata Amir dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Walau demikian, Amir menyayangkan Perkab ini jauh ketinggalan dan terlapuk usia dibandingkan dengan regulasi pilkada yang saat ini tidak lagi menggunakan undang undang nomor 32 tahun 2004.
Pertanyaannya, lanjut Amir, apakah jalan yang dipilih Aska Mappe melalui Perpol nomor 1 tahun 2019 cacat wewenang atau cacat prosedural.
"Tidak ada cacat wewenang dan cacat prosedural pada SK Pemberhentian Aska Mappe tersebut. Karena itu, jangan lagi diperdebatkan dalam diskursus mengapa tidak mengajukan pengunduran diri berdasarkan Perkab nomor 19 tahun 2011," ucapnya.
Ia menilai pengajuan pengunduran diri dengan mengajukan pensiun dini sama-sama berimplikasi hukum pada pemberhentian dari keanggotaan Polri juga sama-sama pula memenuhi maksud pelarangan anggota Polri untuk menjadi peserta pemilihan dengan menciptakan pemilihan yang adil dan jauh dari penyalahgunaan kekuasaan.
"Persoalan siapa berwenang kemudian menetapkan pemberhentian Kompol Aska Mappe , mari kita semua mengakhiri perdebatan ini. Sebab toh tergantung pada seorang anggota Polri hendak berhenti dangan menggunakan prosedur yang mana saja," pungkasnya.
Pasalnya, dari kajian dan analisis hukum, berkas pasangan Suardi Saleh itu menurut dia sangat jelas memenuhi syarat. Sehingga keliru jika ada yang mempermasalahkan atau menuding tidak memenuhi persyaratan maju bertarung di pilkada Barru.
Dalam tulisannya di kolom opini yang diterbitkan di salah satu media cetak, Amir Ilyas yang juga mantan ketua Bawaslu Kota Makassar inimengurai melalui pendekatan hukum dan perundang-undangan.
Mengangkat judul "Siapa Berwenang Memberhentikan Kompol Aska", Amir Ilyas mengurai terlebih dahulu mengenai munculnya pro-kontra tentang berkas pengunduran diri Aska dari kepolisian.
Menurutnya, perdebatan tentang surat keputusan pemberhentian tersebut bermula dari dua produk hukum yakni Peraturan Kapolri Nomor 19 tahun 2011 dan Perpol nomor 1 tahun 2019.
Jika mekanisme pemberhentian dari keanggotaan Polri berdasarkan Perkap maka seharusnya kata dia, dalam SK pemberhentian Aska Mappe sebagai anggota perwira menengah Komisaris Polisi (Kompol) maka yang bertandatangan adalah Kapolri berdasarkan pasal 17 ayat 2. Sedangkan berdasarkan Perpol maka cukup yang bertandatangan adalah Kapolda sesuai dengan pasal 46 ayat 2 huruf b.
“Uniknya, ternyata dengan Perkab nomor 19 itu dapat dikatakan sebagai mekanisme pemberhentian yang berlaku khusus bagi anggota Polri dalam hal hendak maju dalam pemilihan kepala daerah," kata Amir dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Walau demikian, Amir menyayangkan Perkab ini jauh ketinggalan dan terlapuk usia dibandingkan dengan regulasi pilkada yang saat ini tidak lagi menggunakan undang undang nomor 32 tahun 2004.
Pertanyaannya, lanjut Amir, apakah jalan yang dipilih Aska Mappe melalui Perpol nomor 1 tahun 2019 cacat wewenang atau cacat prosedural.
"Tidak ada cacat wewenang dan cacat prosedural pada SK Pemberhentian Aska Mappe tersebut. Karena itu, jangan lagi diperdebatkan dalam diskursus mengapa tidak mengajukan pengunduran diri berdasarkan Perkab nomor 19 tahun 2011," ucapnya.
Ia menilai pengajuan pengunduran diri dengan mengajukan pensiun dini sama-sama berimplikasi hukum pada pemberhentian dari keanggotaan Polri juga sama-sama pula memenuhi maksud pelarangan anggota Polri untuk menjadi peserta pemilihan dengan menciptakan pemilihan yang adil dan jauh dari penyalahgunaan kekuasaan.
"Persoalan siapa berwenang kemudian menetapkan pemberhentian Kompol Aska Mappe , mari kita semua mengakhiri perdebatan ini. Sebab toh tergantung pada seorang anggota Polri hendak berhenti dangan menggunakan prosedur yang mana saja," pungkasnya.
(luq)