Potensi Capai USD1.338 Miliar, Industri Perikanan Belum Maksimal
loading...
A
A
A
BANDUNG - Potensi industri perikanan di Indonesia tercatat cukup besar mencapai USD1.338 miliar pertahun. Sayangnya, potensi ini belum bisa digarap maksimal karena berbagai persoalan.
Padahal, industri perikanan salah satu dari lima penggerak ekonomi di Indonesia. Berdasarkan estimasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) , potensi ekonomi kelautan Indonesia diprediksi mencapai USD1.338 miliar per tahun. Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia tembus 23,9 juta ton pada 2019.
Kendati begitu, potensi tersebut masih timpang, lantaran industri tangkapan ikan mayoritas ada di wilayah timur.
Sementara pangsa pasar perikanan ada di barat. Sehingga perlu dikelola sistem distribusinya yang memadai untuk menghubungkan antara timur dan barat.
Direktur Logistik, Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSKKP) KKP Innes Rahmani menjelaskan, tantangan domestik distribusi produk kelautan dan perikanan yaitu biaya angkut dari kawasan timur ke kawasan barat Indonesia yang tinggi.
Selain itu, tantangan lainnya adalah kekurangtersediaan sarana penyimpanan pasca panen dan kapal angkut ikan, dan penurunan mutu produk perikanan pasca panen dan distribusi.
"Selain itu masalah lain adalah disparitas sumber daya ikan akibat ketidaksesuaian antara sentra produksi ikan dan industri pengolahan atau pemasaran. Sebanyak 81% produksi perikanan tangkap di luar Jawa, sedangkan hampir 50% produksi unit pengolahan ikan ada di Jawa," jelas dia.
Oleh karenanya, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menyebut, setidaknya ada lima rekomendasi pengembangan jasa logistik perikanan agar potensi dari sektor ini bisa maksimal.
Pertama, peningkatan kapabilitas penyedia jasa logistik mencakup peningkatan kemampuan teknologi dan peralatan, termasuk pembangunan cold storage serta penyediaan sarana penanganannya di bandara dan pelabuhan, serta di sarana pengangkut seperti kapal dan kereta api.
"Kedua, penggunaan teknologi informasi untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas cold chain untuk untuk pemetaan, pendataan, dan analisis potensi produksi dan konsumsi termasuk dengan pemanfaatan digitalisasi dan big data analytics," jelas Setijadi.
Selanjutnya, implementasi manajemen rantai pasok dengan mengintegrasikan proses-proses bisnis dari para pemangku kepentingan. Tidak hanya pelaku dalam saluran distribusi, tetapi juga penyedia jasa infrastruktur.
Keempat, pengembangan infrastruktur, terutama pelabuhan khusus perikanan beserta fasilitas penanganan dan penyimpanan komoditas perikanan yang terintegrasi multimoda. (Baca juga: Pemkot Bandung Santuni dan Jamin Asuransi bagi Korban Pohon Tumbang di Tamansari)
Kelima, dukungan kebijakan pemerintah dengan mengalokasikan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk pengembangan kapabilitas penyedia jasa logistik perikanan. (Baca juga: Festival Film Bandung Tahun Ini Tak Beri Penghargaan FTV, Ada Apa?)
Selain, kata dia, dalam bentuk bantuan dana untuk UMKM yang dialokasikan sebesar Rp 123,46 triliun dalam program itu, juga perlu dialokasikan dari bantuan insentif usaha yang dianggarkan sebesar Rp120,61 triliun.
Padahal, industri perikanan salah satu dari lima penggerak ekonomi di Indonesia. Berdasarkan estimasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) , potensi ekonomi kelautan Indonesia diprediksi mencapai USD1.338 miliar per tahun. Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia tembus 23,9 juta ton pada 2019.
Kendati begitu, potensi tersebut masih timpang, lantaran industri tangkapan ikan mayoritas ada di wilayah timur.
Sementara pangsa pasar perikanan ada di barat. Sehingga perlu dikelola sistem distribusinya yang memadai untuk menghubungkan antara timur dan barat.
Direktur Logistik, Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSKKP) KKP Innes Rahmani menjelaskan, tantangan domestik distribusi produk kelautan dan perikanan yaitu biaya angkut dari kawasan timur ke kawasan barat Indonesia yang tinggi.
Selain itu, tantangan lainnya adalah kekurangtersediaan sarana penyimpanan pasca panen dan kapal angkut ikan, dan penurunan mutu produk perikanan pasca panen dan distribusi.
"Selain itu masalah lain adalah disparitas sumber daya ikan akibat ketidaksesuaian antara sentra produksi ikan dan industri pengolahan atau pemasaran. Sebanyak 81% produksi perikanan tangkap di luar Jawa, sedangkan hampir 50% produksi unit pengolahan ikan ada di Jawa," jelas dia.
Oleh karenanya, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menyebut, setidaknya ada lima rekomendasi pengembangan jasa logistik perikanan agar potensi dari sektor ini bisa maksimal.
Pertama, peningkatan kapabilitas penyedia jasa logistik mencakup peningkatan kemampuan teknologi dan peralatan, termasuk pembangunan cold storage serta penyediaan sarana penanganannya di bandara dan pelabuhan, serta di sarana pengangkut seperti kapal dan kereta api.
"Kedua, penggunaan teknologi informasi untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas cold chain untuk untuk pemetaan, pendataan, dan analisis potensi produksi dan konsumsi termasuk dengan pemanfaatan digitalisasi dan big data analytics," jelas Setijadi.
Selanjutnya, implementasi manajemen rantai pasok dengan mengintegrasikan proses-proses bisnis dari para pemangku kepentingan. Tidak hanya pelaku dalam saluran distribusi, tetapi juga penyedia jasa infrastruktur.
Keempat, pengembangan infrastruktur, terutama pelabuhan khusus perikanan beserta fasilitas penanganan dan penyimpanan komoditas perikanan yang terintegrasi multimoda. (Baca juga: Pemkot Bandung Santuni dan Jamin Asuransi bagi Korban Pohon Tumbang di Tamansari)
Kelima, dukungan kebijakan pemerintah dengan mengalokasikan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk pengembangan kapabilitas penyedia jasa logistik perikanan. (Baca juga: Festival Film Bandung Tahun Ini Tak Beri Penghargaan FTV, Ada Apa?)
Selain, kata dia, dalam bentuk bantuan dana untuk UMKM yang dialokasikan sebesar Rp 123,46 triliun dalam program itu, juga perlu dialokasikan dari bantuan insentif usaha yang dianggarkan sebesar Rp120,61 triliun.
(boy)