Ngaji Kitab Kuning dengan Bahasa Bali, 21 Pengajar Beragama Hindu

Minggu, 10 Mei 2020 - 13:27 WIB
loading...
Ngaji Kitab Kuning dengan...
Ponpes Bali Bisa Insani (BBI) di Tabanan, Bali menanamkan sikap toleransi kepada santrinya. Di antaranya,mengaji kitab kuning dilakukan menggunakan bahasa Bali. Foto/Ist
A A A
TABANAN - Pondok pesantren (Ponpes) Bali Bisa Insani (BBI) yang terletak di Desa Meliling, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan , Bali menanamkan sikap toleransi kepada santrinya. Di antaranya,mengaji kitab kuning dilakukan menggunakan bahasa Bali.

"Cai-nyai jani melajah kitab Ta"limul Muta'allim. Nunas paica Gusti Allah pang enggal bisa. Alfatihah," ujar Pendiri Pondok Pesatren (Ponpes) Bali Bisa Insani, Ketut Imaduddin Djamal ketika membuka kajian kitab kuning Ta'lim Muta'allim kepada santrinya. (Baca juga: Melihat Keindahan Arsitektur Masjid Terapung di Indonesia)
Ngaji Kitab Kuning dengan Bahasa Bali, 21 Pengajar Beragama Hindu

Djamal kurang lebih mengatakan "Kamu sekarang belajar kitab Ta'limul Muta'allim. Minta petunjuk Allah supaya cepat bisa. Alfatihah". Ta'limul Muta'allim menjadi semacam kajian wajib santri.

Melalui penggunaan bahasa daerah, Djamal ingin menanamkan kesadaran kepada santrinya bahwa mereka saat ini hidup dan sedang menimba ilmu di Bali. "Maka harus tahu budaya Bali. jangan hidup di Bali, tapi tidak merasa sebagai orang Bali," ujarnya.

Kini ada sekitar 440 santri yang mondok di Ponpes yang berdiri tahun 1996 itu. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, Madura, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan beberapa daerah di Bali.

Prinsip toleransi mewarnai keseharian para santri. Mereka diajarkan selalu menyapa penduduk desa yang merupakan warga asli Bali dan beragama Hindu yang kebetulan melintas di depan Ponpes menggunakan bahasa yang biasa diucapkan penduduk setempat ketika bertemu.

Saat beraktivitas di luar Ponpes, santri tidak diperkenankan mengenakan peci untuk menghilangkan kesan eksklusif sehingga akan menjadi pembeda ketika berbaur dengan warga. "Islam itu di dada dan di otak. Bukan di baju dan di peci," tandas Djamal.

Praktik toleransi juga diterapkan di lembaga pendidikan formal yang ada di Ponpes BBI, yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Dari total 51 tenaga pendidik yang ada, sebanyak 21 orang diantaranya adalah guru beragama Hindu.

Djamal bahkan memberi kepercayaan kepada salah satu guru beragama Hindu untuk mengemban jabatan wakil kepala sekolah di Madrasah Tsanawiyah. "Tentu semuanya tetap dalam pengawasan, tidak saya lepas begitu saja. Mata pelajaran yang dibawakan (guru beragama Hindu) juga bukan yang bersentuhan dengan akidah," tukas pengasuh Ponpes yang masih berdinas sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Mataram, NTB ini.

Menurutnya, Islam adalah rahmatan lil 'alamin yang menghilangkan perbedaan ideologis dan etnis, kecuali akidah. Dengan prinsip itu, dia bisa menerima tenaga pendidik dari agama lain untuk mengajar ilmu pengetahuan umum. Apalagi mereka adalah guru yang berasal dari sejumlah SMP dan SMA Negeri di Tabanan.

Meski berbeda agama, tak ada sedikitpun rasa canggung dalam proses belajar mengajar berlangsung. Sesuai muhkrimnya, santri dan santriwati tetap mencium tangan pengajarnya ketika bersalaman.

Kegiatan belajar mengajar di sekolah juga diliburkan ketika umat Hindu merayakan hari suci, seperti Galungan dan Kuningan. "Kita ingin menghormati mereka, sama seperti ketika telah menerima keberadaan kita di sini," imbuh Djamal.

Pria kelahiran Singaraja ini berharap, dengan ajaran toleransi, kelak santrinya tidak memiliki sifat eksklusif dan berpandangan sempit ketika hidup di tengah masyarakat. "Saya ingin mereka menjadi orang yang toleran dan pluralis," imbuh bapak empat anak ini.

Toleransi yang dikembangkan telah menarik perhatian Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan rombongan delegasi dari 60 negara dengan mengunjungi Ponpes BBI di sela penyelenggaraan Bali Democracy Forum, pada 2016 silam. Bahkan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osamah bin Mohammed al Shuaibi saat itu berkomitmen memberikan bantuan senilai USD50 ribu untuk pengembangan toleransi dan pluralisme di Ponpes.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3374 seconds (0.1#10.140)