Optimisme di Tengah Krisis Kemanusiaan

Minggu, 10 Mei 2020 - 09:58 WIB
loading...
Optimisme di Tengah Krisis Kemanusiaan
Direktur Pasca Sarjana Unisma, M. Masud Said.Foto/ist
A A A
M. Mas’ud Said
Ketua PW ISNU Jawa Timur
Direktur Pasca Sarjana Unisma

Hari hari ini sejak Januari 2020 lalu, secara individual dan sosial ada semacam goncangan psikologis (psychological shock) akibat belum ditemukannya obat penawar atau penyembuh virus yang telah menjadi penyebab kematian dari ribuan pasien penyandang positif Covid 19 dan ribuan yang antre untuk mendapat perawatan di beberapa rumah sakit di Indonesia.

Ada semacam situasi krisis, ketidakmenentuan (uncertainty), gejala aleniasi sosial, keterpisahan kita satu dengan lainnya, ada ada kecemasan masal, bahkan ketakutan masal akibat dari terpaan pemberitaan yang massif belium lagi akobat turunannya yaitu melemahnya daya beli masyarakat, dipulangkannya seidaknya 16.550 an pekerja dan karyawan di Jawa Timur dan ratusan ribu di seluruh Indonesia, mandeknya sektor uhaha informal dan pariwisata serta turunan akibatnya.

Ada kekhawatiran masif, ada semacam kekeringan jiwa dan himpitan kehidupan bahkan ancaman hilangnya jiwa karena sesuatu yang kita tak bisa melihatnya. Dalam hitungan hari dan jam kesehatan seseorang pupus oleh virus, sesuatu yang Allah sedikit merahasiakannya.

Bagaimana menyikapinya?. Sebagai kaum beriman kita disarankan untuk tetap waspada dan berfikir tanpa menghilangkan rasa optimisme dalam situasi apapun. Bahkan dalam cobaan kita diminta untuk optimis. Kaum beriman adalah kaum yang memiliki keyakinan akan keberhasilan dan sabar dalam situasi yang sulit.

Optimisme ialah sikap batin penuh harapan bahwa ke depan ada situasi yang lebih baik. Optimisme adalah elemen keyakinan yang tersimpan dalam intisari sebuah buku karya Aidh al Qarnie buku yang berjudul Laa Tahzan, jangan bersedih. Buku yang berbahasa Arab lalu diterjemahkan dalam berbagai bahawa tersebut mengajak kita untuk optimis. Dengan pengalaman ketakutan karena masuk penjara, Al Qarnie mengutip doa Nabi Musa AS, yaa Allah yaa Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku sebagaimana dalam Qs Thaha ayat 25-26. Rabbisrohli shadri wayassirli amri.

Hari hari ini sermacam ada serangan psikologis, kita hidup dalam situasi sedaikit asing dengan pembatasan sosial bersekala besar. Ada perubahan drastis yang mengancam ketenangan. Ada pandemi pemaksa yang seakan akan tak ada satupun datang dengan ilmu dan pengalamannya. Sampai bulan ke lima masuk setelah pandemic muncul, belum ada teknologi yang bisa memberi harapan secara paripurna, tokoh tokoh dunia yang biasanya pandai membuat formulasi kebijakan seperti negara negara Amerika dan Eropa jadi rapuh.

Semua sedang diuji dengan ujian yang menggelisahkan. Sistem sosial yang terbangun ratusan tahun khususnya sistem sosial berkerumun seakan runtuh. Apakah kita boleh putus asa?. Jawab walaa taiazuu, mirrauhillah. Laa tahzan, innallaha maana, ini adalah jalan Allah untuk merubah.

Secara sepiritual jangan jangan kemarin itu kita lalai sebagai individu, keliru sebagai anggota keluarga, belum amanah sebagai abdillah dan wakil Allah di bumi, belum paripurna sebagai suami dan ayah formalitas atau masih defisit sebagai hamba. Inilah masanya Allah SWT memaksa manusia di abad ini sedikit undur daringejala kebodohan dan kecongkakan yang dalam Al Qur’an dikenal sebagai dlolaalan baiida

Secara spiritual sesungguhnya kalau manusia pandai berhitung, kita ini massif deficit. Dibandingkan kesulitas akibat Covid 19 hal seperti ini bagi manusia beriman, rizky, ilmu pengetahuan, rizki kesehatan, kesehataan tangan, kesehatan kaki, kesehatan mata, kesehatan indera perasa, indera pendengaran, karunia rizky, karunia kemerdekaan, karunia keutuhan keluarga, karunia udara yang bebas lebih banyak nilainya dari kesulitas PSBB.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.5074 seconds (0.1#10.140)