Bangun Hunian Baru untuk Korban Bencana Perlu Komitmen Pemerintah
loading...
A
A
A
KONAWAE UTARA - Pemerintah terus berupaya mempercepat pembangunan infrastruktur perumahan pasca-bencana alam di berbagai provins i. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur ini adalah kesiapan industri hingga sumber daya material konstruksi.
Hal ini disampaikan Direktur Jendral Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Ir. Trisasongko Widianto Dipl. HE dalam sambutannya di Workshop Online dengan tema "Strategi Peningkatan Penggunaan Produk Baja Ringan Nasional dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur Perumahan dan Permukiman" yang digelar Senin (9/11/2020) pagi.
Workshop ini bertujuan untuk menyampaikan inovasi dan teknologi serta pentingnya memperhatikan standar keamanan, kesehatan, keselamatan serta keberlanjutan melalui penggunaan bahan atau material yang memenuhi standar mutu yang telah mendapatkan standarisasi sertifikat SNI. (BACA JUGA: Cara Menghitung dan Memasang Rangka Atap Baja Ringan)
Selain itu, acara ini juga digelar untuk menjamin kolaborasi antara industri atau produsen material dalam negeri dengan kementerian PUPR dalam rangka membangun dan mewujudkan pembinaan dan pengelolaan material konstruksi.
“Untuk itu industri konstruksi nasional tidak hanya dituntut sigap dalam kuantitas, namun juga kualitas. Dengan memperhatikan jaminan terhadap standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan. Di samping itu industri rantai pasok sumber daya konstruksi nasional juga harus meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri sehingga tidak tergerus dengan keberadaan produk-produk impor,” urainya.
Ia menambahkan, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun juga menurunkan konsumsi dan utilitas industri baja konstruksi dan baja ringan konstruksi. Data IISA menunjukkan penurunan demand baja global hingga lebih dari 50 persen. Lanjut di tingkat nasional, pandemi memberi dampak penurunan produksi hingga mencapai 50 persen hingga menyebabkan utilisasi berada di kisaran 20 sampai 50 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Nicodemus Daud menambahkan, saat ini Kementerian PUPR telah menyusun strategi untuk meningkatkan penggunaan baja ringan ini.
Strategi itu di antaranya adalah dengan mendorong pemberlakukan SNI Wajib terhadap SNI 8399-2017 Rangka Baja Ringan dan mendorong diterbitkannya SNI untuk produk baja ringan lainnya, pengumpulan data produksi riil dan suplai baja ringan konstruksi tiap provinsi. (BACA JUGA: Tatalogam Dukung Pemusnahan Produk Baja Ringan Palsu)
Sekjen Gapensi yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua umum Kadin, H.Andi Rukman N. Karumpa, S.E. pun mengapresiasi apa yang sudah dilakukan pelaku usaha dan pemerintah dalam meningkatkan industri baja ringan nasional.
Menurutnya masih sangat banyak peluang yang harus dikembangkan. Apalagi saat ini inovasi-inovasi pun sudah banyak dilakukan. Dan yang paling penting, upaya meningkatkan permintaan baja ringan nasional ini juga sudah sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo tentang bagaimana meningkatkan produksi dalam negeri serta pemulihan ekonomi nasional di saat pandemi.
Namun demikian ia mengingatkan, masih ada beberapa kendala regulasi yang sedikit menghambat akselerasi industri baja ringan dalam pembangunan. Salah satunya adalah adanya peraturan menteri yang masih mewajibkan penggunaan tulangan beton untuk pembangunan rumah sederhana sehat.
“Bahwa memang ada sedikit kendala di Permen 403 tahun 2002. Pedoman teknis tentang pembangunan rumah sederhana sehat. Yang dikeluarkan menteri permukiman dan prasarana wilayah yang di dalam Permen itu dikatakan mengharuskan mempergunakan rangka tulangan beton. Itu direlaksasi agar bisa menggunakan baja ringan,” ujarnya.
Di sektor produksi, inovasi juga terus dilakukan industri baja ringan nasional untuk meningkatkan utilitasnya. Salah satunya ditunjukkan oleh PT Tatalogam Lestari dengan inovasi Domus-nya yang telah diaplikasikan di berbagai wilayah, terutama di daerah bencana.
“Orang-orang yang kehilangan rumah pastilah sangat membutuhkan tempat tinggal yang baru dengan segera. Proses pembangunan yang cepat menjadi suatu keniscayaan. Solusinya untuk kecepatan itu antara lain adalah dengan menambah penggunaan komponen material baja Hi-Ten (baja ringan dalam sebuah rumah,” terang CFO PT Tatalogam Lestari, Ir. Wulani Wihardjono MBA dalam sambutannya.
Ibu Lani, sapaan akrab Ir Wulani menjelaskan, selama ini penggunaan baja pada rumah konvensional tidak lebih dari 12 persen dari seluruh komponen materialnya. Padahal baja ringan memiliki banyak keunggulan seperti lebih kuat, fleksibel, presisi serta mudah dan cepat diaplikasikan ke dalam sebuah bangunan. (BACA JUGA: Penggunaan Konstruksi Baja Ringan dan Kayu untuk Tahan Gempa)
“Dengan meningkatkan persentasi penggunaan elemen baja dalam perumahan, berarti kita mendapat keuntungan dari segi waktu dan tenaga. Selain pemilihan material yang tepat, pembuatan rumah bisa dipercepat dengan teknik dan sistem yang tepat. Kami menyebutnya sistem domus,” terangnya lagi.
Ia menjelaskan, sistem Domus telah diuji coba dan terbukti dapat membuat rumah yang kuat dan indah hanya dalam waktu 5 hari. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga tidak banyak. Dalam membangun Domus tipe 36, hanya dibutuhkan 4 aplikator baja ringan saja.
Jadi dengan sistem Domus yang dipadukan baja HiTen tentunya dapat digunakan untuk membangun pemukiman secara massif dan cepat. Sehingga menjadi solusi pembangunan infraktur perumahan dan permukiman di Indonesia, terutama di kawasan bencana yang membutuhkan pembangunan yang cepat.
Saat ini, Domus sudah diaplikasikan untuk Hunian Sementara (Huntara) sebanyak 841 unit di Konawe Utara untuk membantu masyarakat korban banjir bandang. Rumah huntap atau hunian tetap di Lombok NTT untuk korban gempa, dan Huntap di Luwuk Utara Desa Masamba, Sulawesi Selatan untuk korban banjir.
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ir. Rifai, M.B.A. menyambut baik upaya dan inovasi yang telah dilakukan PT Tatalogam Lestari dalam upaya percepatan pembangunan ini.
Dia menjelaskan, jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia, terdapat 12 jenis ancaman bencana yang ada di negeri ini. Kemudian hampir 72 persen daerah geologi dan geografi Indonesia termasuk ke paparan sehingga terdapat hampir 204 juta penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana. Tak salah jika Indonesia kini masuk urutan 37 sebagai negara paling rawan bencana.
Hal ini disampaikan Direktur Jendral Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Ir. Trisasongko Widianto Dipl. HE dalam sambutannya di Workshop Online dengan tema "Strategi Peningkatan Penggunaan Produk Baja Ringan Nasional dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur Perumahan dan Permukiman" yang digelar Senin (9/11/2020) pagi.
Workshop ini bertujuan untuk menyampaikan inovasi dan teknologi serta pentingnya memperhatikan standar keamanan, kesehatan, keselamatan serta keberlanjutan melalui penggunaan bahan atau material yang memenuhi standar mutu yang telah mendapatkan standarisasi sertifikat SNI. (BACA JUGA: Cara Menghitung dan Memasang Rangka Atap Baja Ringan)
Selain itu, acara ini juga digelar untuk menjamin kolaborasi antara industri atau produsen material dalam negeri dengan kementerian PUPR dalam rangka membangun dan mewujudkan pembinaan dan pengelolaan material konstruksi.
“Untuk itu industri konstruksi nasional tidak hanya dituntut sigap dalam kuantitas, namun juga kualitas. Dengan memperhatikan jaminan terhadap standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan. Di samping itu industri rantai pasok sumber daya konstruksi nasional juga harus meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri sehingga tidak tergerus dengan keberadaan produk-produk impor,” urainya.
Ia menambahkan, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun juga menurunkan konsumsi dan utilitas industri baja konstruksi dan baja ringan konstruksi. Data IISA menunjukkan penurunan demand baja global hingga lebih dari 50 persen. Lanjut di tingkat nasional, pandemi memberi dampak penurunan produksi hingga mencapai 50 persen hingga menyebabkan utilisasi berada di kisaran 20 sampai 50 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Nicodemus Daud menambahkan, saat ini Kementerian PUPR telah menyusun strategi untuk meningkatkan penggunaan baja ringan ini.
Strategi itu di antaranya adalah dengan mendorong pemberlakukan SNI Wajib terhadap SNI 8399-2017 Rangka Baja Ringan dan mendorong diterbitkannya SNI untuk produk baja ringan lainnya, pengumpulan data produksi riil dan suplai baja ringan konstruksi tiap provinsi. (BACA JUGA: Tatalogam Dukung Pemusnahan Produk Baja Ringan Palsu)
Sekjen Gapensi yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua umum Kadin, H.Andi Rukman N. Karumpa, S.E. pun mengapresiasi apa yang sudah dilakukan pelaku usaha dan pemerintah dalam meningkatkan industri baja ringan nasional.
Menurutnya masih sangat banyak peluang yang harus dikembangkan. Apalagi saat ini inovasi-inovasi pun sudah banyak dilakukan. Dan yang paling penting, upaya meningkatkan permintaan baja ringan nasional ini juga sudah sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo tentang bagaimana meningkatkan produksi dalam negeri serta pemulihan ekonomi nasional di saat pandemi.
Namun demikian ia mengingatkan, masih ada beberapa kendala regulasi yang sedikit menghambat akselerasi industri baja ringan dalam pembangunan. Salah satunya adalah adanya peraturan menteri yang masih mewajibkan penggunaan tulangan beton untuk pembangunan rumah sederhana sehat.
“Bahwa memang ada sedikit kendala di Permen 403 tahun 2002. Pedoman teknis tentang pembangunan rumah sederhana sehat. Yang dikeluarkan menteri permukiman dan prasarana wilayah yang di dalam Permen itu dikatakan mengharuskan mempergunakan rangka tulangan beton. Itu direlaksasi agar bisa menggunakan baja ringan,” ujarnya.
Di sektor produksi, inovasi juga terus dilakukan industri baja ringan nasional untuk meningkatkan utilitasnya. Salah satunya ditunjukkan oleh PT Tatalogam Lestari dengan inovasi Domus-nya yang telah diaplikasikan di berbagai wilayah, terutama di daerah bencana.
“Orang-orang yang kehilangan rumah pastilah sangat membutuhkan tempat tinggal yang baru dengan segera. Proses pembangunan yang cepat menjadi suatu keniscayaan. Solusinya untuk kecepatan itu antara lain adalah dengan menambah penggunaan komponen material baja Hi-Ten (baja ringan dalam sebuah rumah,” terang CFO PT Tatalogam Lestari, Ir. Wulani Wihardjono MBA dalam sambutannya.
Ibu Lani, sapaan akrab Ir Wulani menjelaskan, selama ini penggunaan baja pada rumah konvensional tidak lebih dari 12 persen dari seluruh komponen materialnya. Padahal baja ringan memiliki banyak keunggulan seperti lebih kuat, fleksibel, presisi serta mudah dan cepat diaplikasikan ke dalam sebuah bangunan. (BACA JUGA: Penggunaan Konstruksi Baja Ringan dan Kayu untuk Tahan Gempa)
“Dengan meningkatkan persentasi penggunaan elemen baja dalam perumahan, berarti kita mendapat keuntungan dari segi waktu dan tenaga. Selain pemilihan material yang tepat, pembuatan rumah bisa dipercepat dengan teknik dan sistem yang tepat. Kami menyebutnya sistem domus,” terangnya lagi.
Ia menjelaskan, sistem Domus telah diuji coba dan terbukti dapat membuat rumah yang kuat dan indah hanya dalam waktu 5 hari. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga tidak banyak. Dalam membangun Domus tipe 36, hanya dibutuhkan 4 aplikator baja ringan saja.
Jadi dengan sistem Domus yang dipadukan baja HiTen tentunya dapat digunakan untuk membangun pemukiman secara massif dan cepat. Sehingga menjadi solusi pembangunan infraktur perumahan dan permukiman di Indonesia, terutama di kawasan bencana yang membutuhkan pembangunan yang cepat.
Saat ini, Domus sudah diaplikasikan untuk Hunian Sementara (Huntara) sebanyak 841 unit di Konawe Utara untuk membantu masyarakat korban banjir bandang. Rumah huntap atau hunian tetap di Lombok NTT untuk korban gempa, dan Huntap di Luwuk Utara Desa Masamba, Sulawesi Selatan untuk korban banjir.
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ir. Rifai, M.B.A. menyambut baik upaya dan inovasi yang telah dilakukan PT Tatalogam Lestari dalam upaya percepatan pembangunan ini.
Dia menjelaskan, jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia, terdapat 12 jenis ancaman bencana yang ada di negeri ini. Kemudian hampir 72 persen daerah geologi dan geografi Indonesia termasuk ke paparan sehingga terdapat hampir 204 juta penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana. Tak salah jika Indonesia kini masuk urutan 37 sebagai negara paling rawan bencana.
(vit)