Presiden Perlu Mengganti Menteri yang Gagal di Bidang Komunikasi Politik
loading...
A
A
A
BOGOR - Genap satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pada 20 Oktober 2020. Organisasi relawan Jokowi yakni Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT) pun memberi catatan terhadap satu tahun pemerintahan Jokowi- Ma’ruf Amin.
Catatan disampaikan sebagai salah satu bentuk dukungan ALMISBAT selaku mitra-kritis pemerintah agar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil menuntaskan sejumlah persoalan dasar berbangsa dan bernegara, serta meninggalkan legacy (warisan) yang baik bagi perjalanan bangsa ini ke masa depan.
Ketua Umum ALMISBAT Hendrik Dickson Sirait dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/10/2020) di Bogor mengatakan, setelah 22 tahun dan 5 kali pemilihan umum pascareformasi 1998, Indonesia betul-betul mengalami transisi demokrasi panjang dan penuh gejolak. (BACA JUGA: Risiko Perjuangan, Relawan Jokowi Dibuang demi Dukungan Lebih Besar)
Di tengah serangkaian perubahan politik yang begitu cepat dan fragmentasi di berbagai bidang, maka dapat dimengerti apabila kekuatan elit politik membangun konsensus atau permufakatan tertentu di tengah persaingan dan perbedaan mendasar di antara mereka.
Permufakatan itu di satu sisi efektif mengakomodasi atau menjembatani perbedaan di tingkat elit. Dan meskipun permufakatan itu tidak selalu berarti jahat, namun hal itu seringkali bukan kesepakatan bersama menyangkut “nilai-nilai politik” yang bisa mempertemukan mereka dengan berbagai elemen demokratis lainnya menjadi suatu kekuatan yang bisa menciptakan konsolidasi demokrasi.
Hendrik menilai upaya ke arah konsolidasi demokrasi itu memang bukan tidak ada sama sekali. Beberapa kebijakan yang dilakukan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintahan berikutnya termasuk pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada lima tahun terakhir, dapat dikatakan relevan dan berkontribusi ke arah pencapaianya.
Namun, kondisi dan pranata sosial politik Indonesia yang khas memang acap kali membuat ukuran keberhasilan dan konsekuensinya menjadi berbeda dibanding upaya serupa di beberapa negara lain yang mengalami proses transisi demokrasi. (BACA JUGA: Relawan Jokowi Bara JP Jatim Minta Terdakwa Kasus MeMiles Dituntut Maksimal)
“Sebagai elemen demokratis, ALMISBAT menilai sosok Jokowi, yang notabene berasal dari luar lingkaran elit politik Indonesia dan terbebas dari beban masa lalu, merupakan representasi yang tepat untuk memastikan proses transisi dan konsolidasi demokrasi berlangsung dengan meyakinkan,” bebernya.
Hendrik menilai alasan mengapa proses tersebut begitu penting untuk berhasil itu karena ada prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi jauh melampaui demarkasi demokrasi prosedural semata, seperti yang ada selama ini.
ALMISBAT, kata dia, sejauh ini belum memiliki alasan cukup untuk mengatakan secara meyakinkan bahwa permufakatan antar elit yang nyata-nyata berpengaruh negatif terhadap tatanan demokrasi itu, telah berakhir. (
Catatan disampaikan sebagai salah satu bentuk dukungan ALMISBAT selaku mitra-kritis pemerintah agar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil menuntaskan sejumlah persoalan dasar berbangsa dan bernegara, serta meninggalkan legacy (warisan) yang baik bagi perjalanan bangsa ini ke masa depan.
Ketua Umum ALMISBAT Hendrik Dickson Sirait dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/10/2020) di Bogor mengatakan, setelah 22 tahun dan 5 kali pemilihan umum pascareformasi 1998, Indonesia betul-betul mengalami transisi demokrasi panjang dan penuh gejolak. (BACA JUGA: Risiko Perjuangan, Relawan Jokowi Dibuang demi Dukungan Lebih Besar)
Di tengah serangkaian perubahan politik yang begitu cepat dan fragmentasi di berbagai bidang, maka dapat dimengerti apabila kekuatan elit politik membangun konsensus atau permufakatan tertentu di tengah persaingan dan perbedaan mendasar di antara mereka.
Permufakatan itu di satu sisi efektif mengakomodasi atau menjembatani perbedaan di tingkat elit. Dan meskipun permufakatan itu tidak selalu berarti jahat, namun hal itu seringkali bukan kesepakatan bersama menyangkut “nilai-nilai politik” yang bisa mempertemukan mereka dengan berbagai elemen demokratis lainnya menjadi suatu kekuatan yang bisa menciptakan konsolidasi demokrasi.
Hendrik menilai upaya ke arah konsolidasi demokrasi itu memang bukan tidak ada sama sekali. Beberapa kebijakan yang dilakukan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintahan berikutnya termasuk pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada lima tahun terakhir, dapat dikatakan relevan dan berkontribusi ke arah pencapaianya.
Namun, kondisi dan pranata sosial politik Indonesia yang khas memang acap kali membuat ukuran keberhasilan dan konsekuensinya menjadi berbeda dibanding upaya serupa di beberapa negara lain yang mengalami proses transisi demokrasi. (BACA JUGA: Relawan Jokowi Bara JP Jatim Minta Terdakwa Kasus MeMiles Dituntut Maksimal)
“Sebagai elemen demokratis, ALMISBAT menilai sosok Jokowi, yang notabene berasal dari luar lingkaran elit politik Indonesia dan terbebas dari beban masa lalu, merupakan representasi yang tepat untuk memastikan proses transisi dan konsolidasi demokrasi berlangsung dengan meyakinkan,” bebernya.
Hendrik menilai alasan mengapa proses tersebut begitu penting untuk berhasil itu karena ada prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi jauh melampaui demarkasi demokrasi prosedural semata, seperti yang ada selama ini.
ALMISBAT, kata dia, sejauh ini belum memiliki alasan cukup untuk mengatakan secara meyakinkan bahwa permufakatan antar elit yang nyata-nyata berpengaruh negatif terhadap tatanan demokrasi itu, telah berakhir. (