Buruh di Sulsel Ancam Mogok Kerja Sampai UU Cipta Kerja Dibatalkan

Kamis, 08 Oktober 2020 - 23:33 WIB
loading...
Buruh di Sulsel Ancam...
Aparat kepolisian menggunakan water cannon untuk membubarkan massa aksi tolak UU Cipta Kerja di Jalan Urip Sumoharjo, Kamis (8/10/2020). Foto: SINDOnews/Maman Sukirman
A A A
MAKASSAR - Sejumlah organisasi buruh di Sulsel berencana melakukan aksi mogok kerja mulai kemarin hingga pekan depan. Langkah ini mereka ambil sebagai bentuk kemarahan atas pengesahan UU Cipta Lapangan Kerja .

Agenda mogok kerja ini dilontarkan sejumlah petinggi organisasi buruh Sulsel, di antaranya Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel, serta organisasi mahasiswa dan sipil yang menaungi buruh, Serikat Pemuda Mahasiswa Nusantara (SPMN).

Ketua KSBSI Sulsel, Andi Mallanti mengatakan, aksi mogok kerja telah diatur dalam konstitusi yakni UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik



"Rencana aksi dilakukan mulai 8-9 Oktober dilanjutkan 12 sampai 16 Oktober. Ada dua ribuan kawan-kawan serikat buruh baik federasi maupun konfederasi dan pemogokan itu merupakan hak konstitusional," kata Mallanti, Kamis (8/10/2020)

Senada dengan Mallanti, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) KSPSI Sulsel, Basri Abbas mengaku, gerakan mogok kerja tidak dilakukan secara intens pekan ini, mengingat beberapa buruh memilih libur pada Sabtu dan Minggu.

"Untuk hari ini ada seribuan, sementara kita hentikan. Dilanjut hari Senin lagi sampai diterbitkannya Perpu atau uji materil untuk membatalkan undang-undang Omnibus Law. Kita lihat perkembangannya, kalau belum dibatalkan, kita targetkan dua ribuan massa mogok kerja," jelasnya.

Dalam aksi mogok kerja nanti, buruh akan menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Antara lain menuntut tetap ada upah minimum kerja (UMK) tanpa syarat, dan antara lain tetap ada UMK tanpa syarat dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), nilai pesangon harus bertambah.

Kemudian tidak boleh ada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup. Menolak adanya outsourcing seumur hidup. Waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.

Lalu sanksi pidana terhadap pengusaha nakal atau sewenang-wenang kepada pekerja harus tetap, begitupun dengan komposisi tenaga kerja asing harus sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003.

"Di mana pasa 42 dalam UU itu menyatakan, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Itu aturan yang sebelum disahkan ini Omnibus Law, jelas itu merugikan kami," tegas Basri.



Sementara itu Kepala Biro Nasional SPMN, Riswanda menegaskan, pihaknya siap turun dalam mengawal aksi mogok kerja para kaum buruh di Sulsel. Pihaknya selama ini sering bersuara terkait nasib buruh yang menghawatirkan, ditambah lagi dengan pengesahan UU Cipta Kerja.

"Seperti soal pesangon itu dalam UU Nomor 13 tahun 2003 itu sebelumnya perusahaan memberikan pesangon 23 bulan kerja, namun di Omnibus Law dikurangi menjadi 19 bulan masa kerja yang dibayarkan perusahaan. Itu tidak include dengan pengganti masa cuti," tegas Riswanda.

Aksi demonstrasi dan mogok kerja sendiri bakal dikonsentrasikan di lima titik Kota Makassar, yakni kantor Gubernur, DPRD Sulsel , Jalan Urip Sumoharjo. Kemudian di kawasan fly over, pelabuhan Soekarno Hatta dan simpang lima bandara Sultan Hasanuddin .
(luq)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2389 seconds (0.1#10.140)