Gerakan Moderasi Pendidikan Dapat Cegah Radikalisme dan Terorisme
loading...
A
A
A
MALANG - Gerakan moderasi di sektor pendidikan adalah proses menata dan melembutkan hati yang dapat mencegah tindak radikalisme dan terorisme. Hal ini diungkapkan budayawan yang dekat dengan Gus Dur, Presiden ke-4 RI, Ngatawi Al Zastrauw.
Zaztraw menyampaikan ini ketika menjadi narasumber diskusi Moderasi dari Sekolah oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur, Rabu (7/10/2020).
Acara yang digelar di Malang ini diikuti 80 orang kepala sekolah, guru PAI SD/MI, SMP/MTs juga guru Agama Kristen dan Hindu dengan tema Internalisasi Nilai-Nilai Agama dan Budaya di Sekolah dalam menumbuhkan Moderasi Beragama.
(Baca juga: Jatim Bebas Zona Merah, Khofifah Minta Warga Tetap Terapkan 3M )
Zastrauw menjelaskan, moderasi disebutkan sebagai proses menerima perbedaan secara ikhlas. "Menerima perbedaan yang ada secara ikhlas sehingga bisa hidup bersama orang-orang yang memiliki perbedaan adalah pengertian harfiah dari moderasi,” ungkap staf pengajar Pasca Sarjana Universitas Indonesia itu.
Dia menambahkan, proses internalisasi nilai-nilai agama dan budaya memerlukan strategi khusus dan harus dimulai sejak dini khususnya di periode tumbuh kembang anak.
“Strategi internalisasi nilai-nilai agama sering dilakukan dengan pendekatan budaya, hal ini sebaiknya dilakukan saat masih anak-anak. Dulu proses pengenalan syariat agama baik islam, kristen, hindu selalu dilakukan dengan penuh suka cita kepada anak-anak sehingga anak sejak dini mengenal nilai-nilai spiritualitas dengan baik tanpa ada paksaan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT, R. Ahmad Nurwakhid menyebutkan selain melakukan penanggulangan terorisme dengan aspek penegakan hukum tegas, BNPT juga melakukan pendekatan secara lunak dengan program-program soft approach.
(Baca juga: Muncul Klaster Jagong Bayi di Ponorogo, 48 Warga Diswab )
“Moderasi dari sekolah termasuk di dalamnya upaya internalisasi nilai-nilai agama dan budaya di sekolah dalam menghadapi terorisme merupakan bentuk penanganan radikalisme secara soft approach [pendekatan lunak],” kata Ahmad dalam smabutannya yang dibacakan Kasubdit Pengawasan BNPT Chairil Anwar
BNPT mendorong para guru dan pelaku sektor pendidikan untuk mengembangkan dan meningkatkan metodepengajaran pada materi pendidikan agama agar siswa didik bisa sejak dini memahami proses moderasi atau menerima perbedaan sehingga dapat hidup harmoni dalam perbedaan yang ada.
“Penguatan kapasitas para pengajar, guru agama untuk menyamakan persepsi tentang radikalisme dan terorisme, peta kerawanan serta cara menghadapinya secara benar. Kontek ini BNPT juga bekerja sama lintas sektor baik dengan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional termasuk asosiasi guru,” ungkap Chairil.
Diketahui, selain Ngatawi Al Zastrauw, terdapat narasumber lain, yaitu Kabid Agama, Sosial, Budaya FKPT Jatim Muhammad Arifin. Direktur Daulat Budaya yang juga staf pengajar Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sholehuddin M.Pd.
Muhammad Arifin menyampaikan, lembaga pendidikan secara institusi serta guru-guru khususnya guru agama dan pelaku pendidikan menjadi ujung tombak penting dalam proses moderasi pendidikan termasuk upaya internalisasi nilai-nilai agama serta budaya untuk proses pencegahan radikalisme.
“BNPT dan FKPT Jatim akan menggandeng semua stakeholder kependidikan agar bersama-sama melakukan upaya pencegahan radikalisme dan terorisme dari lini paling awal yaitu sektor pendidikan, khususnya pendidikan agama,” kata Arifin.
Ketua FKPT Jatim, Hesti Armiwulan menyatakan pihaknya tetap mengupayakan secara optimal pelibatan semua stakeholder dalam proses pencegahan radikalisme dan terorisme.
“FKPT Jatim yang merupakan bagian dari 32 FKPT secara nasional dan organ BNPT akan terus melakukan proses kerjasama dengan stakeholder strategis guna masifikasi upaya pencegahan tindak radikalisme dan terorisme. Pada kesempatan ini para kepala sekolah, pengejar serta guru agama jadi target khusus untuk dikuatkan kapasitasnya guna terlibat aktif dalam pencegahan radikalisme,” ungkap Hesti.
Zaztraw menyampaikan ini ketika menjadi narasumber diskusi Moderasi dari Sekolah oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur, Rabu (7/10/2020).
Acara yang digelar di Malang ini diikuti 80 orang kepala sekolah, guru PAI SD/MI, SMP/MTs juga guru Agama Kristen dan Hindu dengan tema Internalisasi Nilai-Nilai Agama dan Budaya di Sekolah dalam menumbuhkan Moderasi Beragama.
(Baca juga: Jatim Bebas Zona Merah, Khofifah Minta Warga Tetap Terapkan 3M )
Zastrauw menjelaskan, moderasi disebutkan sebagai proses menerima perbedaan secara ikhlas. "Menerima perbedaan yang ada secara ikhlas sehingga bisa hidup bersama orang-orang yang memiliki perbedaan adalah pengertian harfiah dari moderasi,” ungkap staf pengajar Pasca Sarjana Universitas Indonesia itu.
Dia menambahkan, proses internalisasi nilai-nilai agama dan budaya memerlukan strategi khusus dan harus dimulai sejak dini khususnya di periode tumbuh kembang anak.
“Strategi internalisasi nilai-nilai agama sering dilakukan dengan pendekatan budaya, hal ini sebaiknya dilakukan saat masih anak-anak. Dulu proses pengenalan syariat agama baik islam, kristen, hindu selalu dilakukan dengan penuh suka cita kepada anak-anak sehingga anak sejak dini mengenal nilai-nilai spiritualitas dengan baik tanpa ada paksaan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT, R. Ahmad Nurwakhid menyebutkan selain melakukan penanggulangan terorisme dengan aspek penegakan hukum tegas, BNPT juga melakukan pendekatan secara lunak dengan program-program soft approach.
(Baca juga: Muncul Klaster Jagong Bayi di Ponorogo, 48 Warga Diswab )
“Moderasi dari sekolah termasuk di dalamnya upaya internalisasi nilai-nilai agama dan budaya di sekolah dalam menghadapi terorisme merupakan bentuk penanganan radikalisme secara soft approach [pendekatan lunak],” kata Ahmad dalam smabutannya yang dibacakan Kasubdit Pengawasan BNPT Chairil Anwar
BNPT mendorong para guru dan pelaku sektor pendidikan untuk mengembangkan dan meningkatkan metodepengajaran pada materi pendidikan agama agar siswa didik bisa sejak dini memahami proses moderasi atau menerima perbedaan sehingga dapat hidup harmoni dalam perbedaan yang ada.
“Penguatan kapasitas para pengajar, guru agama untuk menyamakan persepsi tentang radikalisme dan terorisme, peta kerawanan serta cara menghadapinya secara benar. Kontek ini BNPT juga bekerja sama lintas sektor baik dengan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional termasuk asosiasi guru,” ungkap Chairil.
Diketahui, selain Ngatawi Al Zastrauw, terdapat narasumber lain, yaitu Kabid Agama, Sosial, Budaya FKPT Jatim Muhammad Arifin. Direktur Daulat Budaya yang juga staf pengajar Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sholehuddin M.Pd.
Muhammad Arifin menyampaikan, lembaga pendidikan secara institusi serta guru-guru khususnya guru agama dan pelaku pendidikan menjadi ujung tombak penting dalam proses moderasi pendidikan termasuk upaya internalisasi nilai-nilai agama serta budaya untuk proses pencegahan radikalisme.
“BNPT dan FKPT Jatim akan menggandeng semua stakeholder kependidikan agar bersama-sama melakukan upaya pencegahan radikalisme dan terorisme dari lini paling awal yaitu sektor pendidikan, khususnya pendidikan agama,” kata Arifin.
Ketua FKPT Jatim, Hesti Armiwulan menyatakan pihaknya tetap mengupayakan secara optimal pelibatan semua stakeholder dalam proses pencegahan radikalisme dan terorisme.
“FKPT Jatim yang merupakan bagian dari 32 FKPT secara nasional dan organ BNPT akan terus melakukan proses kerjasama dengan stakeholder strategis guna masifikasi upaya pencegahan tindak radikalisme dan terorisme. Pada kesempatan ini para kepala sekolah, pengejar serta guru agama jadi target khusus untuk dikuatkan kapasitasnya guna terlibat aktif dalam pencegahan radikalisme,” ungkap Hesti.
(msd)