Wilayah Kepulauan Butuh Peningkatan Sarana dan Prasarana
loading...
A
A
A
MAKASSAR - DPRD Kota Makassar menilai perlu ada pembenahan sarana dan prasarana, untuk daerah kepulauan pasalnya peningkatan taraf hidup untuk daerah kepulauan dianggap masih sangat minim.
Hal ini diutarakan anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan DPRD Kota Makassar Abdul Hamid saat ditemui di ruangannya. pembenahan sarana dan prasarana sudah mejadi persoalan klasik yang belum memiliki solusi hingga sekarang.
Persoalan listrik misalnya, karena terbatas sejumlah aktifitas terutama pembelajaran daring terpaksa harus terhambat.
"Memang Pemkot Makassar harus memikirkan kondisi seperti ini, sekarang anak-anak dalam belajar membutuhkan arus listrik dan genset saja dia waktu tertentu bisa beroperasi," ujar legislator PPP tersebut.
Dikatakan Wahid, listrik merupakan kebutuhan mendasar yang setiap orang butuhkan tak terkecuali untuk kepulauan, pemerataan kebijakan akan sulit dilakukan jika sejumlah daerah masih memiliki keterbatasan sarana. Jangan sampai kata dia, ada satu daerah di Makassar yang tertinggal akibat persoalan ini.
"Antara kebutuhan listrik dan tarif dalam hal jaringan itu beriringan karena jaringan butuh ini untuk out-nya ke pemancar, dalam kondisi di era digitalisasi seperti ini pemerintah harus memikirkan bagaimana agar di pulau itu sudah difasilitasi, bagaimana pun caranya," tukasnya.
Sementara itu Lurah Kepulauan Lae-lae Kecamatan Ujung Pandang, Hamid saat dihubungi terpisah mengatakan setidaknya ada empat persoalan besar yang perlu dibenahi di daerah kepulauan, yaitu listrik , air bersih, sanitasi dan jaringan telekomunikasi.
Hamid mengatakan, salah satu persoalan paling nampak baru-baru ini adalah jaringan, kondisi sekolah yang mengharuskan pembelajaran daring kerap dikeluhkan oleh orang tua murid di Lae-lae. Mereka terpaksa harus belajar berkelompok dengan naik ke atas Masjid pulau lantaran masjid tersebut merupakan titik tertinggi untuk memperoleh jaringan internet.
"Itu kalau menelpon kita harus ke pinggir pulau, nah kalau di tengah sudah putus-putus, nah selama pandemi juga kan libur sekolah nda tatap muka, mereka itu sampai harus naik ke lantai dua masjid supaya bagus itu jaringan di situ mereka belajar," ujarnya.
Sementara listrik juga sangat terbatas dan tidak bisa dinikmati penuh oleh warga, hanya mengalir pada jam-jam tertentu sehingga penggunaan gadget utamanya untuk kepentingan pembelajaran daring juga terbatas.
Hal ini diutarakan anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan DPRD Kota Makassar Abdul Hamid saat ditemui di ruangannya. pembenahan sarana dan prasarana sudah mejadi persoalan klasik yang belum memiliki solusi hingga sekarang.
Persoalan listrik misalnya, karena terbatas sejumlah aktifitas terutama pembelajaran daring terpaksa harus terhambat.
"Memang Pemkot Makassar harus memikirkan kondisi seperti ini, sekarang anak-anak dalam belajar membutuhkan arus listrik dan genset saja dia waktu tertentu bisa beroperasi," ujar legislator PPP tersebut.
Dikatakan Wahid, listrik merupakan kebutuhan mendasar yang setiap orang butuhkan tak terkecuali untuk kepulauan, pemerataan kebijakan akan sulit dilakukan jika sejumlah daerah masih memiliki keterbatasan sarana. Jangan sampai kata dia, ada satu daerah di Makassar yang tertinggal akibat persoalan ini.
"Antara kebutuhan listrik dan tarif dalam hal jaringan itu beriringan karena jaringan butuh ini untuk out-nya ke pemancar, dalam kondisi di era digitalisasi seperti ini pemerintah harus memikirkan bagaimana agar di pulau itu sudah difasilitasi, bagaimana pun caranya," tukasnya.
Sementara itu Lurah Kepulauan Lae-lae Kecamatan Ujung Pandang, Hamid saat dihubungi terpisah mengatakan setidaknya ada empat persoalan besar yang perlu dibenahi di daerah kepulauan, yaitu listrik , air bersih, sanitasi dan jaringan telekomunikasi.
Hamid mengatakan, salah satu persoalan paling nampak baru-baru ini adalah jaringan, kondisi sekolah yang mengharuskan pembelajaran daring kerap dikeluhkan oleh orang tua murid di Lae-lae. Mereka terpaksa harus belajar berkelompok dengan naik ke atas Masjid pulau lantaran masjid tersebut merupakan titik tertinggi untuk memperoleh jaringan internet.
"Itu kalau menelpon kita harus ke pinggir pulau, nah kalau di tengah sudah putus-putus, nah selama pandemi juga kan libur sekolah nda tatap muka, mereka itu sampai harus naik ke lantai dua masjid supaya bagus itu jaringan di situ mereka belajar," ujarnya.
Sementara listrik juga sangat terbatas dan tidak bisa dinikmati penuh oleh warga, hanya mengalir pada jam-jam tertentu sehingga penggunaan gadget utamanya untuk kepentingan pembelajaran daring juga terbatas.
(agn)