Dewan Warning Pemkot Surabaya Soal Realisasi Dana Kelurahan, Ada Apa?
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kalangan Dewan mengingatkan Pemkot Surabaya dalam menggunakan dana kelurahan. Warning ini dinilai penting agar dana yang diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat itu tidak disalahgunakan, apalagi ini momen Pilwali Surabaya 2020.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti, dalam paripurna yang berlangsung pada Senin (28/9/2020) mengingatkan kepada pemkot yang saat itu dihadiri Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini agar kesehatan dan kebutuhan masyarakat menjadi pijakan dalam melaksanakan dan menganggarkan dana kelurahan.
"Kita berharap hati-hati dalam konteks tahapan agar sesuai perwali. Nggak pilkada saja harus hati-hati, apalagi menjelang pilkada maka benar-benar hati-hati," ujarnya.
Menurutnya, Pemkot Surabaya baru merealisasikan dana kelurahan dengan anggaran yang cukup besar pada tahun 2020. Dana kelurahan itu dirupakan dalam bentuk bantuan barang, sarana dan prasarana kepada masyarakat.
"Awalnya anggarannya hampir Rp500 miliar, namun karena COVID dana itu banyak digunakan untuk bantuan permakanan sehingga dana kelurahan tinggal Rp 63 miliar. Namun dalam proses realisasinya ada indikasi tidak sesuai perwali, karena dana kelurahan yang bersumber dari usulan masyarakat dalam musyawarah usulan masyarakat kelurahan a atau musrembangkel," jelasnya.
Karena COVID-19, Reni mengatakan, anggaran itu banyak berubah. Sayangnya, dari 8 RW di 5 kecamatan mengatakan tidak pernah diajak musyawarah untuk melakukan perubahan anggaran. Mereka hanya diberi tahu oleh lurah. (Baca juga: KAMI Jatim Sayangkan Pembubaran Kegiatan di Surabaya)
"Nah, disini saya melihat tahapan perencanaan tidak sesui perwali, dimana usulan itu berdasarkan musyawarah pembangunan kelurahan. Jika terjadi pengurangan atau penambahan, harusnya usulan itu dilakukan dalam musyawarah lagi, dengan melibatkan masyarakat yang diwakili RW. Praktiknya yang terjadi tidak demikian, hanya LPMK dan lurah," ungkapnya.
Terbukti, lanjut Reni, dalam berita acara perubahan yang tanda tangan hanya lurah dan LPMK. Padahal, dana kelurahan itu sebagai partisipasi masyarakat dalam membangun wilayahnya berdasarkan azas kemanfaatan dan kecermatan. (Baca juga: Tembus 3.000 Lebih, Kematian Akibat COVID-19 di Jatim Lampaui Jakarta)
"Makanya proses itu harus benar, kalau ngak benar kasihan lurah. Karena dia yang tanggung jawab sebagai kuasa pengguna anggaran," terangnya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti, dalam paripurna yang berlangsung pada Senin (28/9/2020) mengingatkan kepada pemkot yang saat itu dihadiri Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini agar kesehatan dan kebutuhan masyarakat menjadi pijakan dalam melaksanakan dan menganggarkan dana kelurahan.
"Kita berharap hati-hati dalam konteks tahapan agar sesuai perwali. Nggak pilkada saja harus hati-hati, apalagi menjelang pilkada maka benar-benar hati-hati," ujarnya.
Menurutnya, Pemkot Surabaya baru merealisasikan dana kelurahan dengan anggaran yang cukup besar pada tahun 2020. Dana kelurahan itu dirupakan dalam bentuk bantuan barang, sarana dan prasarana kepada masyarakat.
"Awalnya anggarannya hampir Rp500 miliar, namun karena COVID dana itu banyak digunakan untuk bantuan permakanan sehingga dana kelurahan tinggal Rp 63 miliar. Namun dalam proses realisasinya ada indikasi tidak sesuai perwali, karena dana kelurahan yang bersumber dari usulan masyarakat dalam musyawarah usulan masyarakat kelurahan a atau musrembangkel," jelasnya.
Karena COVID-19, Reni mengatakan, anggaran itu banyak berubah. Sayangnya, dari 8 RW di 5 kecamatan mengatakan tidak pernah diajak musyawarah untuk melakukan perubahan anggaran. Mereka hanya diberi tahu oleh lurah. (Baca juga: KAMI Jatim Sayangkan Pembubaran Kegiatan di Surabaya)
"Nah, disini saya melihat tahapan perencanaan tidak sesui perwali, dimana usulan itu berdasarkan musyawarah pembangunan kelurahan. Jika terjadi pengurangan atau penambahan, harusnya usulan itu dilakukan dalam musyawarah lagi, dengan melibatkan masyarakat yang diwakili RW. Praktiknya yang terjadi tidak demikian, hanya LPMK dan lurah," ungkapnya.
Terbukti, lanjut Reni, dalam berita acara perubahan yang tanda tangan hanya lurah dan LPMK. Padahal, dana kelurahan itu sebagai partisipasi masyarakat dalam membangun wilayahnya berdasarkan azas kemanfaatan dan kecermatan. (Baca juga: Tembus 3.000 Lebih, Kematian Akibat COVID-19 di Jatim Lampaui Jakarta)
"Makanya proses itu harus benar, kalau ngak benar kasihan lurah. Karena dia yang tanggung jawab sebagai kuasa pengguna anggaran," terangnya.
(boy)