Polisi Dalami Laporan Mahasiswi UIN Alauddin Makassar Korban VC Cabul
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Jajaran Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Sulsel mulai mendalami laporan mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang menjadi korban teror video call (VC) cabul melalui aplikasi WhatsApp.
Kasus ini diadukan pada Sabtu 26 September lalu ke Polda Sulsel. Total, ada 12 mahasiswi yang jadi korban VC cabul ini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Widony Fedri mengatakan, pihaknya sementara melakukan pengumpulan bahan keterangan dari para korban dari penelepon gelap yang memamerkan alat kelamin laki-lakinya.
"Sudah kita terima laporannya, sementara kita proses pendalaman dahulu," kata Widony kepada SINDOnews, Senin (28/9/2020) melalui pesan WhatsApp.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan, pendalaman dilakukan untuk mencari keterangan lanjutan terkait kejadian yang menimpa mahasiswi UIN Makassar, di antaranya El, Fh, Ul, dan Fr.
"Yang Fh kan itu pelapor utama, masih kita kumpulkan keterangan, bukti-bukti dan sarana yang digunakan. Informasi yang kami terima ada 12 mahasiswi yang jadi korban. Makanya kita periksa saksi-saksi dulu. Belum (penyelidikan) masih kumpulkan bahan data keterangan," jelas dia.
Terpisah Direktur LBH APIK Sulsel, Rosmiati Sain meminta kepolisian untuk segera merampungkan proses awal dari pengaduan yang diterima, lalu membuat laporan polisi (LP) sehingga bisa melegitimasi proses perkara lebih lanjut.
"Kan baru aduan belum ada nomor perkaranya, tapi dari LBH APIK mendorong supaya ini di-LPkan, kalau sudah bentuk LP artinya sudah resmi diproses di kepolisian karena sudah cukup bukti dan saksi yang mendukung," ucap Rosmiati ditemui di ruang kerjanya.
Dia menyebutkan, dari belasan korban yang menjadi korban umumnya setelah diteror VC cabul, langsung menghapus pesan dari terduga pelaku, padahal seharusnya itu bisa jadi barang bukti. Terlebih beberapa korban ada yang sudah berkali-kali diteror.
Rosmiati menduga, pelaku masih berhubungan dekat dengan para korban, mengingat semua korban berasal dari satu jurusan yang sama di salah satu fakultas di UIN Alauddin. Teror berulang dialami sedikitnya empat orang korban pada tanggal 23 Juli dan 18 September 2020.
"Makanya perlu polisi mengetahui siapa orang terdekat dari korban, siapa-siapa yang sudah berinteraksi dengan korban. Artinya sudah bisa dari kepolisian melacak pelaku, karena pelaku tersebut diduga sudah mengetahui betul nomor handphone korban," tuturnya.
Advokat publik dan aktivis perempuan sejak 1998 itu menyampaikan, dari teror yang berulang dialami korban, beberapa di antaranya menjadi trauma dan khawatir menggunakan handphonenya. Sebab selain teror VC WhatsApp, mereka rupanya dikirimi video tak senonoh.
"Bahkan ada beberapa diajak berbuat asusila," ucap Rosmiati.
Olehnya itu, pihaknya meminta kepolisian untuk mengusut tuntas kasus KGBO tersebut, selain jumlah korban yang sudah mencapai belasan. Pertimbangan psikologis, dan ancaman teror yang bisa terjadi terus-menerus. "Saya pikir cybercrime polda lebih tahu apa yang harus dilakukan," tutup Rosmiati.
Kasus ini diadukan pada Sabtu 26 September lalu ke Polda Sulsel. Total, ada 12 mahasiswi yang jadi korban VC cabul ini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Widony Fedri mengatakan, pihaknya sementara melakukan pengumpulan bahan keterangan dari para korban dari penelepon gelap yang memamerkan alat kelamin laki-lakinya.
"Sudah kita terima laporannya, sementara kita proses pendalaman dahulu," kata Widony kepada SINDOnews, Senin (28/9/2020) melalui pesan WhatsApp.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan, pendalaman dilakukan untuk mencari keterangan lanjutan terkait kejadian yang menimpa mahasiswi UIN Makassar, di antaranya El, Fh, Ul, dan Fr.
"Yang Fh kan itu pelapor utama, masih kita kumpulkan keterangan, bukti-bukti dan sarana yang digunakan. Informasi yang kami terima ada 12 mahasiswi yang jadi korban. Makanya kita periksa saksi-saksi dulu. Belum (penyelidikan) masih kumpulkan bahan data keterangan," jelas dia.
Terpisah Direktur LBH APIK Sulsel, Rosmiati Sain meminta kepolisian untuk segera merampungkan proses awal dari pengaduan yang diterima, lalu membuat laporan polisi (LP) sehingga bisa melegitimasi proses perkara lebih lanjut.
"Kan baru aduan belum ada nomor perkaranya, tapi dari LBH APIK mendorong supaya ini di-LPkan, kalau sudah bentuk LP artinya sudah resmi diproses di kepolisian karena sudah cukup bukti dan saksi yang mendukung," ucap Rosmiati ditemui di ruang kerjanya.
Dia menyebutkan, dari belasan korban yang menjadi korban umumnya setelah diteror VC cabul, langsung menghapus pesan dari terduga pelaku, padahal seharusnya itu bisa jadi barang bukti. Terlebih beberapa korban ada yang sudah berkali-kali diteror.
Rosmiati menduga, pelaku masih berhubungan dekat dengan para korban, mengingat semua korban berasal dari satu jurusan yang sama di salah satu fakultas di UIN Alauddin. Teror berulang dialami sedikitnya empat orang korban pada tanggal 23 Juli dan 18 September 2020.
"Makanya perlu polisi mengetahui siapa orang terdekat dari korban, siapa-siapa yang sudah berinteraksi dengan korban. Artinya sudah bisa dari kepolisian melacak pelaku, karena pelaku tersebut diduga sudah mengetahui betul nomor handphone korban," tuturnya.
Advokat publik dan aktivis perempuan sejak 1998 itu menyampaikan, dari teror yang berulang dialami korban, beberapa di antaranya menjadi trauma dan khawatir menggunakan handphonenya. Sebab selain teror VC WhatsApp, mereka rupanya dikirimi video tak senonoh.
"Bahkan ada beberapa diajak berbuat asusila," ucap Rosmiati.
Olehnya itu, pihaknya meminta kepolisian untuk mengusut tuntas kasus KGBO tersebut, selain jumlah korban yang sudah mencapai belasan. Pertimbangan psikologis, dan ancaman teror yang bisa terjadi terus-menerus. "Saya pikir cybercrime polda lebih tahu apa yang harus dilakukan," tutup Rosmiati.
(luq)