Pasar Klewer Panggung Perempuan Lincah Berbisnis

Kamis, 10 September 2020 - 07:02 WIB
loading...
A A A
Bangunan pasar juga sangat mendukung dan pedagang kaki lima (PKL) kala itu juga belum masuk. Dengan demikian pedagang sangat eksis. Dari ingatannya jumlah pedagang saat itu hanya sekitar 700 orang. Barang yang dijualnya dulu hanya kain mori untuk dibuat batik. Tahun 1982 printing mulai diperkenalkan dan masuk ke Pasar Klewer sehingga para pedagang turut menyesuaikan. Persaingan kala itu belum ketat seperti sekarang ini. “Sejak diresmikan Pak Harto dulu Pasar Klewer menjadi pusat sandang di Jawa Tengah sehingga Pasar Klewer sudah memiliki brand,” urainya.

Pasar Klewer pun menjadi jujugan para pembeli dari berbagai penjuru di Indonesia. Karena jasa ekspedisi belum ada, mereka datang langsung ke Pasar Klewer dengan naik kapal atau pesawat agar bisa sampai ke Solo. Perdagangan dulunya masih dilakukan secara manual. Suasana pasar ramai dan pembeli berjubel sehingga suasana perekonomian benar-benar hidup. (Baca juga: Pandemi, UI Tetapkan Berlakukan PJJ Pada Tahun Ajaran Baru)

Pasar Klewer mengalami puncak kejayaan sekitar 1992. Setelah itu persaingan ekonomi yang kian ketat membuat pamornya menurun. Terlepas dari perubahan tersebut, Pasar Klewer terbukti menjadi denyut nadi penggerak perekonomian di Solo Raya. Kain-kain batik dari para perajin di Kota Solo maupun kabupaten sekitar hingga Pekalongan masuk ke Pasar Klewer.

Jumlah perajin batik mencapai ratusan dan mereka menyuplai kebutuhan batik para konsumen yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air. Pasar Klewer semakin eksis ketika usaha konveksi juga semakin berkembang pada 2002 sampai saat ini. Usaha-usaha konveksi juga berasal dari Solo Raya yang mencapai ratusan.

Predikat sebagai urat nadi perekonomian di Kota Bengawan dapat dibuktikan dengan omzet perputaran uang di Pasar Klewer . Dalam satu hari omzetnya suatu ketika bahkan pernah hampir sama dengan perputaran uang di Jawa Tengah. “Itu dulu lho sekitar tahun 1992–1993. Tapi kalau sekarang saya tidak tahu,” tuturnya.

Para pedagang Pasar Klewer terus berupaya mengikuti arus perubahan zaman. Tren model yang tengah laku juga diikuti. Jika tidak bisa produksi sendiri, mereka akan kulakan ke produsen lain. Jumlah pedagang Pasar Klewer yang menempati kios sekitar 1.200 orang. Belum lagi pedagang Persatuan Pedagang Pelataran Pasar Klewer (P4K) yang mencapai sekitar 1.000 orang.

Banyak juga masyarakat yang turut mengais rezeki di Pasar Klewer . Seperti kuli gendong, penjaja makanan, sopir becak, dan sopir angkot. Diperkirakan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Pasar Klewer mencapai 10.000 orang. Belum lagi para perajin batik dan usaha konveksi berikut karyawannya.

Datangnya era digital diakui turut memengaruhi penjualan di pasar ini. Pedagang yang lancar menggunakan teknologi informasi (TI) memanfaatkannya agar omzet penjualan semakin meningkat. Namun bagi pedagang yang usianya sudah tua mengalami kesulitan. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)

Diperkirakan 60% pedagang di Pasar Klewer masih menyukai cara manual dalam transaksi. Sebab masih banyak pembeli yang ingin melihat langsung barang yang akan dibeli. Meski demikian pedagang juga tidak mau terlalu gagap teknologi. Banyak di antaranya yang telah menggunakan telepon dan transfer uang melalui bank. Maraknya toko online pun memengaruhi penjualan meski tidak banyak. Datangnya pandemi korona (Covid-19) juga sangat berdampak terhadap omzet penjualan. Di tengah guncangan itu para pedagang Pasar Klewer berupaya tetap bertahan.

Meski mengalami pasang surut dari berbagai peristiwa, termasuk kebakaran, para pedagang tetap yakin ikon Pasar Klewer sebagai pasar batik terbesar di Jawa Tengah atau bahkan Indonesia bisa dipertahankan. “Pedagang menjaga betul agar tidak tereliminasi dengan yang lainnya,” tandas Ibu Kadir.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2057 seconds (0.1#10.140)