Pasar Baru Bandung, Rahim Saudagar Sukses dan Kiblat Busana Muslim

Rabu, 09 September 2020 - 07:03 WIB
loading...
Pasar Baru Bandung,...
Sejumlah kendaraan melintas di depan Pasar Baru Trade Center, Bandung, Jawa Barat, kemarin. Pasar Baru Trade Center Bandung dikenal luas hingga mancanegara. Foto/Koran SINDO/Agus Warsudi
A A A
PASAR Baru Bandung lekat dengan hikayat Munada, lelaki keturunan China asal Kudus, Jawa Tengah yang menetap di Cianjur. Pada 1842, Munada pindah ke Kota Bandung dan menjadi orang kepercayaan Asisten Residen Nagel.

Munada diberi tugas melakukan pengadaan alat transportasi kereta angkutan. Namun, Munada berperangai buruk. Dia menyelewengkan uang kepercayaan Nagel untuk berfoya-foya, mabuk, dan main perempuan. (Baca: Berat, Ternyata Banyak Masalah yang Menghadang UMKM)

Akhirnya Munada dipenjara dan disiksa oleh Nagel. Munada dendam. Dengan bantuan beberapa orang lain, termasuk Raden Naranata, Munada dan komplotannya membakar Pasar Ciguriang yang saat ini di kawasan Jalan Kepatihan. Bandung pada 1842 itu pun rusuh.

Pasar Ciguriang ludes dilalap si jago merah. Dagangan para pedagang dijarah. Saat kerusuhan terjadi, Munada menyerang Asisten Residen Nagel dengan golok. Asisten residen itu terluka parah dan akhirnya tewas.

Setelah kerusuhan reda, para pedagang di Pasar Ciguriang tercerai-berai. Mereka tak memiliki tempat untuk berdagang. Untuk melanjutkan usaha, mereka ada yang hanya membuka lapak atau kios di tepi jalan seputaran Ciguriang. Aktivitas pasar tidak teratur, kawasan Ciguriang menjadi semrawut.

Pada 1844, pemerintah kolonial Belanda lantas membuka tempat penampungan di sisi barat Pecinan Lama. Berjarak sekitar 2,5 km dari Ciguriang. Di lokasi baru yang berjarak sekitar 1 km dari Stasiun Bandung ini, berdirilah sejumlah kios.

Namun, sebelum para pedagang eks Pasar Ciguriang pindah, di lokasi baru ini telah ada beberapa toko milik pedagang China dan Arab. Deretan itu di antaranya toko jamu herbal Babah Kuya milik keluarga Tan Sioe How di Jalan Pasar Barat.

Pasar Baru Bandung, Rahim Saudagar Sukses dan Kiblat Busana Muslim


Belakangan, salah satu keturunan Tan Sioe How membuka toko dengan nama sama di Jalan Pasar Selatan. Nama toko obat Babah Kuya didapatkan Tan dari piaraannya, yaitu kura-kura. Hewan tersebut sekarang diawetkan dan dipajang di tembok toko.

Ada juga keluarga saudagar Arab, Achsan. Saudagar perempuan dari keluarga Achsan ini cukup kaya raya. Dia menjadi perempuan pertama dari Bandung yang terdaftar sebagai penumpang pesawat KLM rute penerbangan Batavia–Bandung. (Baca juga: Demonstrasi Antirasisme Memanas di Kota-Kota AS)

Sebagian dari generasi penerus pertokoan ini masih melanjutkan usaha kakek-buyut mereka sampai sekarang. Beberapa nama pengusaha terkenal dari masa lalu itu sekarang terabadikan menjadi nama-nama jalan di sekitar Pasar Baru, Bandung, seperti keluarga H Basar, Ence Ajis asal Palembang, H Durasid, H Pahruroji, Soeniaradja.

Pasar Terbersih Se-Hindia Belanda

Pasar Baru yang merupakan tempat penampungan para pedagang eks Pasar Ciguriang di kawasan barat Pecinan ini, berkembang pesat menjadi pusat perekonomian di Kota Bandung. Pada 1906, pemerintah kolonial Belanda pun mendirikan bangunan baru semipermanen di kawasan Pasar Baru.

Di bangunan baru ini, jajaran pertokoan berada di bagian paling depan dan di belakangnya diisi oleh los-los pedagang. Kemudian pada 1926, dibangun kompleks pasar permanen yang lebih luas dan teratur.

Di bangunan baru ini, terdapat dua buah pos beratap limas yang mengapit jalan masuk menuju kompleks Pasar Baru. Selain sebagai gerbang masuk, kedua pos ini digunakan juga sebagai kantor pengelola pasar dan pos jaga polisi. Namun, ciri khas dua menara itu sudah tidak ada lagi.

Lantaran bersih dan tertib, Pasar Baru Bandung menjadi kebanggaan masyarakat. Bahkan pada 1935, Pasar Baru mendapatkan predikat sebagai pasar terbersih se-Hindia Belanda. Pada 1970-an, perombakan besar-besaran dilakukan di Pasar Baru. Di lokasi tersebut dibangun gedung pasar modern bertingkat yang tidak menyisakan lagi bentuk bangunan lama. Namun, konsep pasar tradisional masih dapat dipertahankan yang menempati area lantai dasar gedung. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)

Gedung Pasar Baru lama kini menjadi bangunan bersejarah dan cagar budaya atau heritage. Gedung bercat putih tersebut kini dilindungi. Meski begitu, bagian bawah gedung tersebut masih digunakan sebagai tempat berdagang.

Sementara di kawasan Ciguriang atau Jalan Kepatihan, saat ini pun masih menggeliat aktivitas usaha. Bahkan kini, kawasan Jalan Kepatihan atau Ciguriang berdiri mal besar, seperti Toserba Yogya dan Kings. Di sekitar kawasan Kepatihan masih terdapat satu ruas jalan kecil bernama Jalan Ciguriang.

Berubah Menjadi Trade Center

Perombakan berikutnya dilakukan pada 2001 hingga 2003. Hasilnya, Pasar Baru Bandung berubah menjadi trade center atau pusat perbelanjaan dengan bentuk gedung yang dapat kita lihat sekarang.

Berdiri megah di Jalan Otto Iskandardinata, Kecamatan Andir, Kota Bandung, Pada 2013, Pasar Baru memberikan variasi baru untuk pengunjung dengan memulai pembangunan tahap kedua.

Pasar Baru Square yang meliputi shopping mall dan Hotel Budget Dafam berlokasi di Jalan Pecinan Lama, depan Pasar Baru Trade Center Bandung. Pada 16 November 2015, Pasar Baru Square dan Hotel Dafam resmi dibuka untuk umum. (Baca juga: Kemendikbud Khawatir Banyak Anak Putus Sekolah Akibat Covid-19)

Kini Pasar Baru Trade Center Bandung dikenal luas, tak hanya di dalam negeri, tetapi juga mancanegara. Tak sedikit wisatawan asal Malaysia dan Singapura sengaja mampir ke Pasar Baru Trade Center untuk membeli produk tekstil dan busana. Konsep Pasar Baru Trade Center ini mirip Pasar Grosir Tanah Abang di Jakarta.

Meski bangunan pasar telah modern, di sekitar Pasar Baru masih terdapat sisa bangunan lama, saksi bisu perkembangan pasar tersebut. Sebagian besar bangunan berada dalam kondisi kurang terawat walaupun masih dipakai oleh pemiliknya sebagai rumah tinggal atau toko.

Di beberapa lokasi masih ditemukan tanda tahun pendirian rumah, plakat nama pemilik rumah, ataupun bentuk bangunan yang menyiratkan masa lalu. Beberapa bangunan itu memiliki gaya arsitektur campuran antara kolonial Belanda, China, dan Islam, terutama di bagian atapnya.

"Dari segi nama, ini (Pasar Baru) adalah pasar yang dibangun untuk menggantikan pasar sebelumnya. Jadi, sebelumnya ada pasar tradisional yang berpusat di sekitar Alun-alun Bandung, namanya Pasar Ciguriang. Tapi terbakar habis dan dikenal sebagai peristiwa huru-hara Munada pada 1842," kata pegiat Komunitas Aleut Ariyono Wahyu Widjajadi.

Menurut lelaki yang akrab disapa Alex ini, Pasar Baru Bandung telah dikenal banyak saudagar dan masyarakat dari berbagai etnis, seperti Sunda, Jawa, Sumatera, China, Arab, India. Mereka campur baur mengadu nasib di pasar ini. Umumnya, masyarakat Kota Bandung kala itu, menyebut para saudagar di Pasar Baru dengan sebutan “orang pasar”. (Baca juga: 9 Cara Mengobati Dosa Dusta dan Ghibah)

Bahkan, ujar dia, dari berbagai literatur silsilah keluarga yang berdagang di Pasar Baru, terdapat keturunan dari istri keempat Pangeran Diponegoro yang ikut berdagang di pasar itu. "Saat kalah Perang Jawa pada 1930, keluarga salah satu Senopati Pangeran Diponegoro melarikan diri dari Demak. Kemudian mereka datang ke Cirebon, ganti identitas, lalu masuk ke Bandung, jualan di Pasar Baru," ujar Alex.

Cerita pesohor lain yang lahir dari Pasar Baru Bandung adalah Arifin Panigoro. Dia adalah keturunan keluarga yang juga berdagang di Pasar Baru. Hingga saat ini, keluarga Arifin Panigoro membentuk Bank Himpunan Saudara (Bank HS).

Popularitas dan kuatnya magnet ekonomi Pasar Baru, juga masih terabadikan hingga kini. Seperti beberapa nama pedagang yang diabadikan menjadi nama jalan di sekitar Pasar Baru Bandung, seperti Jalan H Fahrurozi dan Jalan Abdul Latif.

Kini, Pasar Baru masih menjadi tujuan perdagangan banyak warga. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, Pasar Baru cukup ramai dikunjungi konsumen dari dalam dan luar negeri. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)

Ketua Himpunan Pedagang Pasar Baru Bandung Iwan Suhermawan mengatakan, tingkat kunjungan ke Pasar Baru sebelum pandemi bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 orang saat akhir pekan. Apalagi pada hari libur atau Idul Fitri, bisa mencapai 30.000 orang per hari. "Karena pasar ini bukan pasar sekunder lagi, tapi sudah menjadi destinasi wisata. Banyak konsumen datang dari Timur Tengah, Afrika, selain Malaysia dan Singapura," kata Iwan.

Diakui atau tidak, tutur Iwan, produk busana di Pasar Baru Trade Center Bandung telah menjadi kiblat pakaian muslim dunia. Kualitas dan harga yang bervariatif dan relatif terjangkau, juga menjadi alasan Pasar Baru Trade Center banyak didatangi pelancong dari luar daerah. "Harga produk ada dari kelas bawah hingga tinggi ada semua. Kualitas juga bagus. Termasuk produk fashion seperti busana muslim, selalu update. Bahkan, Pasar Baru sudah jadi kiblat busana muslim dunia," tutur dia. (Agus Warsudi/Arif Budianto)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2136 seconds (0.1#10.140)