Sosok 3 Srikandi Penjaga Perbatasan Banyumas, Dihadang Warga hingga Menemukan Saudara

Jum'at, 07 Maret 2025 - 15:30 WIB
loading...
Sosok 3 Srikandi Penjaga...
Ika Suprihatin, Camat Tambak di Kabupaten Banyumas saat berfoto bersama masyarakat. Foto/iNews TV/Saladin Ayyubi
A A A
BANYUMAS - Hujan lebat yang mengguyur Kecamatan Tambak, Banyumas, Jawa Tengah tak menyurutkan semangat Ika Suprihatin, Camat Tambak ini untuk menuju lokasi banjir yang merendam wilayahnya. Camat yang sudah bertugas hampir 4 tahun ini segera mengenakan sepatu bootsnya.

Seperti biasa, ia segera masuk ke wilayah yang tertimpa musibah banjir. Namun ia tiba-tiba terkejut dan spontan berteriak. Rupanya Ika dikejutkan dengan banyaknya hewan kelabang, luwing, dan ular yang mengambang dipermukaan air.



“Saya terkejut dan tiba-tiba saja nyincing rok saya. Tak hanya itu, saya juga naik meja saking takutnya liat klabang, luwe dan ular,” ujar Ika.

Ika Suprihatin yang juga akrab dipanggil BCT atau Bu Camat Tambak ini dilantik menjadi Camat Tambak sejak Oktober tahun 2020. Alumni STPDN angkatan X yang bertugas di daerah perbatasan Kabupaten Banyumas paling timur ini sudah terbiasa mengatasi bencana di wilayahnya.



Bahkan pada Maret 2021, wilayah Tambak pernah dilanda banjir selama 12 hari di lima desa. Ia harus naik perahu kesana kemari untuk mengecek wilayahnya serta mengetahui kondisi warganya. Saat itu yang dilanda banjir adalah Desa Prembun, Desa Gebangsari, Desa Gumelar Kidul, Desa Karang Petir dan Desa Plangkalan.

“Saya selama 12 hari banjir tidak pulang dan tidur dikantor. Ini semua saya lakukan untuk memastikan kondisi warga saya termasuk ketersediaan bantuan saat terjadi bencana banjir,” kenang Ika.



Namun ditengah banyaknya bencana banjir dan tanah longsor di wilayah tugasnya, ia selalu bersyukur. Sebab masyarakat serta Forkompimcam selalu kompak dan bahu membahu dalam menangani bencana. Dalam penanganan bencana, ia tidak bisa mengandalkan bantuan segera dari kabupaten karena jarak yang sangat jauh.

BCT juga mempunyai cerita pilu warganya. Sambil mengenang ia bercerita jika saat itu ada warganya jualan sayur dan seriping pisang di pinggir jalan desa. Ia yang melihat kondisi warganya itu spontan turun. Setelah bertanya-tanya, ternyata warga ini pengidap asma dan hidup di rumah tidak layak huni. Ia yang datang ke rumahnya di Desa Watu Agung ini melihat warganya ini berkumpul dalam satu keluarga dalam kondisi sakit semua.

“Setelah saya tanya ternyata orang Watu Agung, kita lalu kesana dan akhirnya bisa difasilitasi bangunan RTLH dan dibantu BPJSnya,” ujarnya.

Cerita lain, saat kunjungan ke Desa Prembun ke sebuah rumah tak layak huni, ia melihat anak dari penguni rumah mengalami sakit gangguan jiwa. Sementara ibu dari penghuni rumah ini hanyalah penjual daun klaras, dan bapaknya sudah meninggal dunia. Ia sangat prihatin ketika melihat anak-anak dirumah ini juga sakit sementara anak ke 4 nya ingin melanjutkan kuliah namun tak ada biaya.

“Saya akhirnya berinisiatif membawa kerumah sakit untuk dirawat dan untuk berobat rutin. Sementara anak yang ingin kuliah saya bantu dengan kerjasama Univeristas Muhamadiyah Purwokerto dan alhamdulillah bisa kuliah gratis,” kata Ika sambil terharu.

Dihadang Warga di Tengah Jalan Desa


Sosok 3 Srikandi Penjaga Perbatasan Banyumas, Dihadang Warga hingga Menemukan Saudara

Foto/iNews TV/Saladin Ayyubi

“Stop bu…stop…,” teriak seorang pemuda ditengah jalan sambil berusaha mengentikan laju mobil yang melintas di jalan Desa Cirahab. Sopir dan penumpangnya yaitu Susanti Tri Pamuji tentu saja terkejut dan cukup khawatir. Namun mereka segera turun untuk menanyakan pada warga yang menghentikan laju kendaraanya.

“Maaf bu camat, embah saya ingin berfoto bareng bu camat. Embah saya sudah sepuh ada dipinggir jalan,” pemuda itu menunjuk wanita tua tak jauh darinya.

Santi Tri Pamuji atau yang biasa akrab dipanggil BCL atau Bu Camat Lumbir inipun tertawa mengetahui hal ini. Ia segera menghampiri seorang nenek yang berumur kurang lebih 80 tahun untuk berfoto bersama.

“Ternyata nenek itu suka dengan camat wanita dan penasaran pengin foto bersama. Makanya saya disuruh turun untuk foto bersama dan nenek itu menunggu dipinggir jalan karena tahu saya akan lewat,” cerita Santi sambil tertawa.

Ia juga pernah tiba-tiba dikejutkan seorang ibu yang sedang hamil hanya meminta BCL untuk mengelus perutnya.

“Saya manut saja untuk mengelus, tentu saja sambil saya doakan kehamilan ibunya ini,” ujarnya.

Berdinas di Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas ini memang berbeda dari wilayah yang lain. Wilayah kecamatan paling ujung barat Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 10.266,095 Ha atau 102,66 Km2 dan berada di ketinggian 35 – 40 m dari permukaan laut memiliki curah hujan 2.227 mm/ tahun.

Alumni STPDN angkatan XIII dalam berdinas di wilayah tergolong rawan bencana tanah longsor merupakan tantangan tersendiri. Tak hanya longsor, wilayah jalan nasional di Lumbir juga rawan banjir serta potensi kebakaran hutan saat musim kemarau tiba.

Kondisi wilayah perbukitan ini dikenal sulit air namun mudah longsor saat hujan turun. Wilayah ini bergantung pada Sungai Citanduy untuk kebutuhan airnya.

Selama ia berdinas 2 tahun sebagai camat, dari 10 desa di wilayahnya, terdata ada 3 desa yang selalu kesulitan air bersih saat musim kemarau yaitu Desa Cingebul, Desa Besuki dan Desa Dermaji.

Saat musim kemarau wilayah Lumbir juga rawan kebakaran hutan. Santi bahkan harus turun ikut ke lokasi kebakaran kapanpun ketika tiba-tiba mendapatkan informasi kebakaran hutan.

“Disini saya kadang berlaku seperti laki-laki mas, harus satset saat terjadi bencana. Apalagi wilayah kami jauh dari pusat kabupaten sehingga penanganan pertama bencana kami mengandalkan masyarakat dan relawan serta forkompimcam,” ujar Santi.

Pengalaman lain unik pernah juga dialami BCL ini. Saat pulang pengajian di Grumbul Situnggul dan Sirongge yang berjarak 40 menit ke rumah dinas, ia harus melewati sepinya jalan karena ia selalu mengikuti pengajian hingga selesai.

“Dalam perjalanan berbagai kegiatan termasuk pengajian, saya sampai kekenyangan. Bagaimana berat badan bisa turun sedangkan saya ditawari makan dan medangan bisa sampai 9 kali oleh warga dalam waktu silih berganti hari itu juga,” ujar Santi sambil tertawa.

Meski seorang wanita, namun santi kerap harus tongkrongan sampai malam dengan bapak untuk menjaga keamanan wilayah. Apalagi saat pilkada kemarin, ia sudah merasa mewakili sebagai pria karena harus melek wengi ( tidak tidur malam).

Dibekali Hasil Bumi


“Saya sangat senang sekali bisa bertugas di sini. Sungguh masyarakat di sini sangat baik, saya seperti menemukan saudara dan keluarga baru lagi. Ini support masyarakat yang membuat pemulihan kesehatan saya menjadi lebih cepat,” ujar Pepy haru.

Ditengah keterbatasan kondisi sakitnya sebagai Camat Gumelar, Pepy pemilik nama Lengkap Diah Rapitasari kini justru menjadi sehat kembali saat bertugas di wilayah rawan bencana ini.

Sosok 3 Srikandi Penjaga Perbatasan Banyumas, Dihadang Warga hingga Menemukan Saudara


Bertugas di lokasi bencana tak membuatnya ia kecil hati, namun justru menambah semangat ia bekerja. Apalagi masyarakat sekitar sangat sayang pada dirinya. Mengetahui camat-nya sakit, warga sering ngopeni (melayani) dengan cara dipetikin kelapa, diberi pisang hasil panen, diberi rebusan telur ayam, labu, singkong, saat warga tahu ia akan berkunjung ke desanya.

Bahkan perhatian dan doa masyarakat sering dilakukan mereka dengan menyelipkan doa disaat mereka ada acara hajatan.

Dari 10 desa di wilayah kerjanya, data BPBD menunjukkan hampir semua desa diwilayah ini rawan bencana longsor dan periodik banjir 5 tahunan.

Berdinas di wilayah Banyumas bagian barat dengan kondisi semua desa rawan bencana tak membuat ia yang akrab dipanggil BCG atau Bu Camat Gumelar ini patah arang. Meski awalnya ia tidak tahu wilayahnya, namun kini ia bisa memahami kondisi wilayahnya dan masyarakat bisa menerimanya. Ia mengaku bekerja sambil refreshing, menikmati perjalanan tugas sebagai penghibur hati ditengah masyarakat baru yg semedulur.

“Saya merasa sangat beruntung bisa bertugas disini. Kecintaan masyarakatnya inilah yang membuat pemulihan sakit saya jadi lebih cepat. Kerja disini menjadi tour of duty yang menyenangkan,” ujar Alumni STPDN angkatan XIV ini.

Bagi dia, kondisi pekerjaannya ini dijadikan sebagai Kawah Candradimuka untuk tugas kedepan di pemerintahan. Ia merasa bersyukur sekali bisa menjadi bagian dari masyarakat Gumelar.

“Meski saya perempuan, saya harus turun langsung ke lapangan untuk melihat lokasi bencana agar tahu keadaan masyarakat yang terkena bencana secara langsung ataupun bersama rekan di Kecamatan Gumelar. Dari sinilah saya nanti bisa meminta akses ke pihak terkait di kabupaten agar segera ditangani,” kata Pepy.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4053 seconds (0.1#10.24)