Kisah Jenderal M Jusuf, Sosok yang Berani Gebrak Meja di Depan Presiden Soeharto

Senin, 30 Desember 2024 - 09:23 WIB
loading...
A A A
Meski demikian, karier cemerlang Jenderal M Jusuf tidak selalu berjalan mulus. Popularitasnya yang meningkat, terutama di kalangan prajurit, menimbulkan kecurigaan dari lingkaran kekuasaan Soeharto.

Hingga konon Letjen Leonardus Benyamin (LB) Moerdani (Benny Moerdani), tokoh intelijen ternama melaporkan kepada Soeharto bahwa M Jusuf diduga memiliki ambisi politik yang mengancam stabilitas internal.

Isu ini semakin panas ketika Jusuf sering mendatangi barak-barak prajurit, menunjukkan perhatian besar terhadap kesejahteraan dan perlengkapan pasukan. Bahkan, ia dituding memberikan kenaikan pangkat langsung kepada prajurit berprestasi sebagai langkah untuk meningkatkan popularitasnya.

Insiden Gebrak Meja


Puncak dari ketegangan ini terjadi dalam sebuah pertemuan di kediaman Soeharto. Dalam rapat tersebut hadir sejumlah tokoh penting, termasuk Mensesneg Soedharmono, Sekkab Moerdiono, Asintel Hankam Letjen Benny Moerdani, Mendagri Amir Machmud, dan Jenderal M Jusuf.

Amir Machmud, yang sebelumnya dekat dengan M Jusuf, tiba-tiba menyampaikan tuduhan bahwa popularitas M Jusuf sarat dengan ambisi politik. Mendengar hal tersebut, M Jusuf langsung berdiri dan menggebrak meja dengan keras.

“Bohong! Itu tidak benar semua. Saya ini diminta untuk menjadi Menhankam/Pangab karena perintah Bapak Presiden,” tegas M Jusuf dengan nada tinggi.

M Jusuf menambahkan bahwa dirinya asli Bugis. “Saya ini orang Bugis. Jadi saya sendiri tidak tahu arti kemanunggalan yang Bahasa Jawa itu. Tapi saya laksanakan perintah itu sebaik-baiknya tanpa tujuan apa-apa!” tegasnya.

Gebrakan meja tersebut membuat semua yang hadir, termasuk Presiden Soeharto terkejut. Rapat yang baru berlangsung beberapa menit pun langsung dibubarkan oleh Presiden Soeharto.

Pasca kejadian itu, hubungan M Jusuf dengan Soeharto menjadi renggang. M Jusuf bahkan jarang terlihat dalam rapat-rapat kabinet yang digelar di Bina Graha. Meski begitu, keberaniannya dalam membela diri dan integritasnya sebagai pemimpin militer tetap dikenang hingga kini.

Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan ketegangan politik di era Orde Baru, tetapi juga keberanian seorang pemimpin militer yang memilih untuk menyampaikan kebenaran, meski di hadapan kekuasaan yang tak tergoyahkan.
(shf)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1576 seconds (0.1#10.140)