Unggah Video Siswi Gambar Alis di Kelas, Guru di Sorong Kena Denda Rp100 Juta
loading...
A
A
A
SORONG - Guru SA yang mengajar di SMP Negeri 3 Sorong dijatuhi denda adat sebesar Rp100 juta. SA mengunggah video siswi ES yang menggambar alisnya dengan alat tulis saat proses belajar mengajar berlangsung.
Kemudian, diunggah ke media sosial tanpa izin. Ini menyebabkan viralnya video tersebut dan menciptakan stigma yang dinilai negatif terhadap siswi tersebut.
Keluarga siswi ES yang tak terima menuntut ganti rugi kepada SA sebesar Rp500 juta. Setelah negosiasi, jumlah tersebut diturunkan menjadi Rp100 juta dengan tenggat pembayaran pada 9 November 2024.
“Kami sudah berupaya mengajak keluarga ES untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun, hingga akhirnya disepakati untuk membayar denda Rp100 juta setelah negosiasi panjang,” ujar Kepala SMP Negeri 3 Kota Sorong Herlin S Maniagasi.
Untuk membantu SA muncul gerakan solidaritas melibatkan 3.500 guru di Kota Sorong. Gerakan ini dimotori PGRI Kota Sorong yang berupaya meringankan beban SA.
“Kami merasa prihatin dengan situasi ini. Idealnya, setiap permasalahan yang menyangkut guru dan murid dibicarakan terlebih dahulu secara kekeluargaan, tanpa langsung membawa permasalahan ini ke ranah hukum adat,” ujar Ketua PGRI Kota Sorong Arif Abdullah Husain, Rabu (6/11/2024).
Dalam pernyataan resmi, Arif juga mengingatkan pentingnya mempertimbangkan posisi guru di sekolah sebagai pendidik yang juga diatur oleh UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dia berharap kejadian ini menjadi contoh agar setiap masalah antara guru dan murid bisa diselesaikan dengan cara yang lebih bijaksana tanpa memojokkan salah satu pihak.
“Guru tidak bisa dipidana atas tindakan nonkekerasan di kelas. Kami berharap peristiwa ini jadi pelajaran bagi kita semua, sehingga di masa depan sanksi adat tidak serta-merta diterapkan kepada guru,” katanya.
Kemudian, diunggah ke media sosial tanpa izin. Ini menyebabkan viralnya video tersebut dan menciptakan stigma yang dinilai negatif terhadap siswi tersebut.
Keluarga siswi ES yang tak terima menuntut ganti rugi kepada SA sebesar Rp500 juta. Setelah negosiasi, jumlah tersebut diturunkan menjadi Rp100 juta dengan tenggat pembayaran pada 9 November 2024.
“Kami sudah berupaya mengajak keluarga ES untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun, hingga akhirnya disepakati untuk membayar denda Rp100 juta setelah negosiasi panjang,” ujar Kepala SMP Negeri 3 Kota Sorong Herlin S Maniagasi.
Untuk membantu SA muncul gerakan solidaritas melibatkan 3.500 guru di Kota Sorong. Gerakan ini dimotori PGRI Kota Sorong yang berupaya meringankan beban SA.
“Kami merasa prihatin dengan situasi ini. Idealnya, setiap permasalahan yang menyangkut guru dan murid dibicarakan terlebih dahulu secara kekeluargaan, tanpa langsung membawa permasalahan ini ke ranah hukum adat,” ujar Ketua PGRI Kota Sorong Arif Abdullah Husain, Rabu (6/11/2024).
Dalam pernyataan resmi, Arif juga mengingatkan pentingnya mempertimbangkan posisi guru di sekolah sebagai pendidik yang juga diatur oleh UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dia berharap kejadian ini menjadi contoh agar setiap masalah antara guru dan murid bisa diselesaikan dengan cara yang lebih bijaksana tanpa memojokkan salah satu pihak.
“Guru tidak bisa dipidana atas tindakan nonkekerasan di kelas. Kami berharap peristiwa ini jadi pelajaran bagi kita semua, sehingga di masa depan sanksi adat tidak serta-merta diterapkan kepada guru,” katanya.
(jon)