Kisah Sultan Amangkurat I Bangun Istana Mataram Bersamaan dengan Pemberontakan Pangeran Alit
loading...
A
A
A
ISTANA baru Kerajaan Mataram semasa Sultan Amangkurat I berkuasa dibangun bersamaan dengan terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh adik tiri Sultan, Pangeran Alit.
Konon pemberontakan inu sejak awal sudah direncanakan ketika proses pembangunan istana Mataram. Saat itu Pangeran Alit merencanakan pemberontakan ketika malam hari agar tidak ketahuan orang-orang lain.
Di usianya yang masih muda yakni 19 tahun, Pangeran Alit mengadakan serangan mendadak ke Alun-Alun Selatan Mataram.
Didukung Tumenggung Danupaya dan Tumenggung Pasisingan, aksi ini tidak lagi mau ditunda. Dikutip dari buku"Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I" dari H.J. De Graaf, konon mengisahkan beberapa lurah menyokongnya, sehingga Pangeran Alit akhirnya memberikan persetujuan pula untuk melakukan serangan.
Tumenggung Pasisingan menentukan bahwa serangan akan dilakukan malam hari sewaktu para pekerja paksa sedang kembali pulang.
Pada saat itu Tumenggung Agrayuda, setelah menerima aba-aba dari ayahnya, bersama orang-orang yang bersenjata harus mulai menyerang dari Alun-Alun Selatan Mataram.
Tetapi Pangeran Purbaya cepat mengetahui rencana ini dan memberitahukan kepada Raja Mataram yang menjadi sangat terkejut karenanya.
Sultan Amangkurat I lantas memerintahkan agar Tumenggung Pasisingan segera dibunuh begitu tiba untuk bekerja.
Benar saja, ketika Tumenggung Pasisingan tersebut tiba keesokan paginya, ia dibunuh dengan ditikam oleh prajurit-prajurit Mataram, yang sudah diberi tahu sebelumnya, atas isyarat Pangeran Purbaya.
Para kaki tangannya segera melarikan diri dan memberitahukan kepada Tumenggung Agrayuda.
Dengan berputus asa, disandangnya tombaknya, dinaikinya kudanya, dan diperintahkannya anak buahnya mengikutinya. Tetapi mereka melarikan diri semua, dan terpaksalah Tumenggung Agrayuda maju seorang diri.
Di Panguragan ia dihadang para prajurit Mataram dan berhasil dibunuh.
Kepalanya dipenggal, menurut Serat Kandha, para keluarga dan anak buahnya tidak meninggalkannya, tetapi ia maju jauh di depan mendahului mereka, ia mengamuk, terkepung, terbunuh, dan dipenggal kepalanya.
Pangeran Purbaya lalu memberitakan kepada Sunan-di bangsal witana, bahwa Pasisingan dan Agrayuda sudah dibunuh, dan kepala mereka dipenggal.
Ketika Raja mendengar berita itu dan tentara sudah hadir selengkapnya, maka seorang pesuruh wanita bernama Tajem, diperintahkan memanggil adiknya. Pangeran Alit seharusnya mengawasi pekerjaan pembangunan keraton baru.
Ketika Pangeran Alit datang dan berhadapan dengan Sultan Amangkurat I. Ketika berhadapan itulah Amangkurat I melemparkan kepala teman-temannya yang dipenggal kepalanya ke saudara tirinya itu.
Sultan Amangkurat I pun berkata, "Beginilah tampang orang-orangmu yang ingin mengangkatmu sebagai raja".
Pangeran Alit terperanjat, mencabut kerisnya, dan menikami kepala-kepala itu, sambil mengucapkan kata-kata mempersalahkan Tumenggung Pasisingan.
Konon pemberontakan inu sejak awal sudah direncanakan ketika proses pembangunan istana Mataram. Saat itu Pangeran Alit merencanakan pemberontakan ketika malam hari agar tidak ketahuan orang-orang lain.
Di usianya yang masih muda yakni 19 tahun, Pangeran Alit mengadakan serangan mendadak ke Alun-Alun Selatan Mataram.
Didukung Tumenggung Danupaya dan Tumenggung Pasisingan, aksi ini tidak lagi mau ditunda. Dikutip dari buku"Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I" dari H.J. De Graaf, konon mengisahkan beberapa lurah menyokongnya, sehingga Pangeran Alit akhirnya memberikan persetujuan pula untuk melakukan serangan.
Tumenggung Pasisingan menentukan bahwa serangan akan dilakukan malam hari sewaktu para pekerja paksa sedang kembali pulang.
Pada saat itu Tumenggung Agrayuda, setelah menerima aba-aba dari ayahnya, bersama orang-orang yang bersenjata harus mulai menyerang dari Alun-Alun Selatan Mataram.
Tetapi Pangeran Purbaya cepat mengetahui rencana ini dan memberitahukan kepada Raja Mataram yang menjadi sangat terkejut karenanya.
Sultan Amangkurat I lantas memerintahkan agar Tumenggung Pasisingan segera dibunuh begitu tiba untuk bekerja.
Benar saja, ketika Tumenggung Pasisingan tersebut tiba keesokan paginya, ia dibunuh dengan ditikam oleh prajurit-prajurit Mataram, yang sudah diberi tahu sebelumnya, atas isyarat Pangeran Purbaya.
Para kaki tangannya segera melarikan diri dan memberitahukan kepada Tumenggung Agrayuda.
Dengan berputus asa, disandangnya tombaknya, dinaikinya kudanya, dan diperintahkannya anak buahnya mengikutinya. Tetapi mereka melarikan diri semua, dan terpaksalah Tumenggung Agrayuda maju seorang diri.
Di Panguragan ia dihadang para prajurit Mataram dan berhasil dibunuh.
Kepalanya dipenggal, menurut Serat Kandha, para keluarga dan anak buahnya tidak meninggalkannya, tetapi ia maju jauh di depan mendahului mereka, ia mengamuk, terkepung, terbunuh, dan dipenggal kepalanya.
Pangeran Purbaya lalu memberitakan kepada Sunan-di bangsal witana, bahwa Pasisingan dan Agrayuda sudah dibunuh, dan kepala mereka dipenggal.
Ketika Raja mendengar berita itu dan tentara sudah hadir selengkapnya, maka seorang pesuruh wanita bernama Tajem, diperintahkan memanggil adiknya. Pangeran Alit seharusnya mengawasi pekerjaan pembangunan keraton baru.
Ketika Pangeran Alit datang dan berhadapan dengan Sultan Amangkurat I. Ketika berhadapan itulah Amangkurat I melemparkan kepala teman-temannya yang dipenggal kepalanya ke saudara tirinya itu.
Sultan Amangkurat I pun berkata, "Beginilah tampang orang-orangmu yang ingin mengangkatmu sebagai raja".
Pangeran Alit terperanjat, mencabut kerisnya, dan menikami kepala-kepala itu, sambil mengucapkan kata-kata mempersalahkan Tumenggung Pasisingan.
(shf)