Kisah Pertarungan Panjalu dan Jenggala setelah Raja Airlangga Turun Tahta
loading...
A
A
A
PERANG saudara membuat dua kerajaan yang awalnya didirikan Raja Airlangga, Jenggala dan Panjalu terpecah. Padahal awalnya di kerajaan itu dibentuk untuk diwariskan ke sang anak.
Prasasti Turun Hyang memuat dua prasasti yang menceritakan antara Mapanji Garasakan dan Raja Panjalu terpecah.
Peperangan itu tidak lama sesudah pembelahan negara, karena para ketua Desa Turun Hyang menunjukkan kesetiaannya kepada Mapanji Garasakan. Mereka juga ikut serta dalam peperangan untuk melawan musuh maka Mapanji Garasakan memberinya hadiah tambahan kepada Kepala Desa Turun Hyang.
Hadiah tambahan ini dipahami karena awalnya desa ini sempat menerima hadiah dari Raja Airlangga, yang dinyatakan pada prasasti peninggalan Airlangga.
Pada prasasti itu disebutkan adanya istilah hanyar, yang berarti baru saja dibelah, dikutip dari buku "Tafsir Sejarah Nagarakretagama", dari Prof. Slamet Muljana.
Pembelahan kedua kerajaan itu oleh Airlangga disebutkan Slamet Muljana, terjadi pada November 1042. Setelah pembelahan atau pembagian itu dua tahun berikutnya terjadi peperangan.
Prof Slamet Muljana menganalisa peperangan itu terjadi di masa Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttungga Dewa, dan Sri Majaharaja Garasakan, saat keduanya memimpin kerajaannya masing-masing.
Penjelasan itu menyimpulkan, bahwa Mapanji Garasakan merupakan Raja Janggala.
Mapanji Garasakan merupakan putra dari Airlangga. Hak ini kian membuktikan tentang adanya kerajaan Janggala dan Panjalu dalam pertengahan abad 11. Khususnya sesudah tahun 1042, tarikh prasasti Gandhakuti dan prasasti Pamwatan yang merupakan prasasti Raja Airlangga.
Sejak tahun 1044, antara penguasa kerajaan Janggala dan Panjalu terjadi ketegangan yang mengakibatkan peperangan.
Ketegangan antara Janggala dan Panjalu berlarut-larut, dan berakhir pada tahun 1135 dengan hancurnya kerajaan Janggala oleh Raja Panjalu Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya.
Kemenangan Panjalu terhadap Janggala terdokumentasi pada Prasasti Hantang, yang memuat ucapan Panjalu Jayati, yang artinya Panjalu yang menang.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Prasasti Turun Hyang memuat dua prasasti yang menceritakan antara Mapanji Garasakan dan Raja Panjalu terpecah.
Peperangan itu tidak lama sesudah pembelahan negara, karena para ketua Desa Turun Hyang menunjukkan kesetiaannya kepada Mapanji Garasakan. Mereka juga ikut serta dalam peperangan untuk melawan musuh maka Mapanji Garasakan memberinya hadiah tambahan kepada Kepala Desa Turun Hyang.
Hadiah tambahan ini dipahami karena awalnya desa ini sempat menerima hadiah dari Raja Airlangga, yang dinyatakan pada prasasti peninggalan Airlangga.
Pada prasasti itu disebutkan adanya istilah hanyar, yang berarti baru saja dibelah, dikutip dari buku "Tafsir Sejarah Nagarakretagama", dari Prof. Slamet Muljana.
Pembelahan kedua kerajaan itu oleh Airlangga disebutkan Slamet Muljana, terjadi pada November 1042. Setelah pembelahan atau pembagian itu dua tahun berikutnya terjadi peperangan.
Prof Slamet Muljana menganalisa peperangan itu terjadi di masa Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttungga Dewa, dan Sri Majaharaja Garasakan, saat keduanya memimpin kerajaannya masing-masing.
Penjelasan itu menyimpulkan, bahwa Mapanji Garasakan merupakan Raja Janggala.
Mapanji Garasakan merupakan putra dari Airlangga. Hak ini kian membuktikan tentang adanya kerajaan Janggala dan Panjalu dalam pertengahan abad 11. Khususnya sesudah tahun 1042, tarikh prasasti Gandhakuti dan prasasti Pamwatan yang merupakan prasasti Raja Airlangga.
Sejak tahun 1044, antara penguasa kerajaan Janggala dan Panjalu terjadi ketegangan yang mengakibatkan peperangan.
Ketegangan antara Janggala dan Panjalu berlarut-larut, dan berakhir pada tahun 1135 dengan hancurnya kerajaan Janggala oleh Raja Panjalu Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya.
Kemenangan Panjalu terhadap Janggala terdokumentasi pada Prasasti Hantang, yang memuat ucapan Panjalu Jayati, yang artinya Panjalu yang menang.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(shf)