Kisah Meutya Hafid, Menteri Prabowo Asal Bandung yang Pernah Ditawan Teroris di Irak
loading...
A
A
A
Meutya Hafid, ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Komunikasi dan Digital. Untuk diketahui, jabatan ini sebelumnya bernama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
Sebelumnya, nama politisi Partai Golkar Meutya Hafid memang santer disebut bakal mengisi satu tempat di kabinet Prabowo-Gibran.
Alasannya karena politisi kelahiran Bandung, Jawa Barat, ini sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Sebelum menjadi politisi, Meutya diketahui pernah berkiprah di dunia pers. Ia sempat menjadi jurnalis dan presenter berita di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia.
Pada perjalanannya sebagai jurnalis, ada satu momen yang membuatnya dikenal banyak orang. Hal ini ketika dirinya disandera oleh kelompok bersenjata di Irak saat sedang bertugas pada 2005 lalu.
Pada pertengahan Februari 2005, Meutya dan rekannya juru kamera Budiyanto diculik dan disandera oleh kelompok bersenjata. Hal ini terjadi ketika mereka sedang bertugas di Irak.
Mendengar kabar itu, masyarakat di Tanah Air pun sempat gempar. Pemerintah Indonesia yang waktu itu dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga terus mengusahakan pembebasan secepatnya.
Insiden tersebut ikut menarik perhatian media internasional. Tercatat, ada beberapa nama besar yang memberitakan penyanderaan Meutya dan rekannya di Irak, termasuk Al Jazeera.
Al Jazeera menyebutkan bahwa Meutya dan Budiyanto diculik saat melintas di sepanjang jalan dekat Ramadi dalam perjalanan dari Yordania ke Baghdad. Penculikan itu diklaim oleh kelompok bersenjata yang menamakan dirinya Jaish al-Mujahidin.
Beberapa hari ditahan, Meutya dan Budiyanto akhirnya dibebaskan pada 21 Februari. Dalam pernyataan yang dibagikan kepada pers, para penculik mengatakan bahwa pihaknya membebaskan para jurnalis itu setelah diyakinkan mengenai identitas dan kepentingan mereka di Irak.
Peristiwa itu lantas diabadikan oleh Meutya dalam sebuah buku berjudul ‘168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak’. Karya tersebut diterbitkan pada 2007.
Setelah insiden menegangkan di Irak, Meutya tetap melanjutkan profesinya selama beberapa waktu. Kemudian, ia mulai menapaki karier politik hingga akhirnya menjadi salah satu anggota Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran, tepatnya sebagai Menteri Komunikasi dan Digital.
Itulah sedikit ulasan kisah Meutya Hafid, menteri Prabowo yang dulu pernah disandera teroris di Irak.
Sebelumnya, nama politisi Partai Golkar Meutya Hafid memang santer disebut bakal mengisi satu tempat di kabinet Prabowo-Gibran.
Alasannya karena politisi kelahiran Bandung, Jawa Barat, ini sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Sebelum menjadi politisi, Meutya diketahui pernah berkiprah di dunia pers. Ia sempat menjadi jurnalis dan presenter berita di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia.
Pada perjalanannya sebagai jurnalis, ada satu momen yang membuatnya dikenal banyak orang. Hal ini ketika dirinya disandera oleh kelompok bersenjata di Irak saat sedang bertugas pada 2005 lalu.
Kisah Meutya Hafid Disandera Teroris di Irak
Pada pertengahan Februari 2005, Meutya dan rekannya juru kamera Budiyanto diculik dan disandera oleh kelompok bersenjata. Hal ini terjadi ketika mereka sedang bertugas di Irak.
Baca Juga
Mendengar kabar itu, masyarakat di Tanah Air pun sempat gempar. Pemerintah Indonesia yang waktu itu dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga terus mengusahakan pembebasan secepatnya.
Insiden tersebut ikut menarik perhatian media internasional. Tercatat, ada beberapa nama besar yang memberitakan penyanderaan Meutya dan rekannya di Irak, termasuk Al Jazeera.
Al Jazeera menyebutkan bahwa Meutya dan Budiyanto diculik saat melintas di sepanjang jalan dekat Ramadi dalam perjalanan dari Yordania ke Baghdad. Penculikan itu diklaim oleh kelompok bersenjata yang menamakan dirinya Jaish al-Mujahidin.
Beberapa hari ditahan, Meutya dan Budiyanto akhirnya dibebaskan pada 21 Februari. Dalam pernyataan yang dibagikan kepada pers, para penculik mengatakan bahwa pihaknya membebaskan para jurnalis itu setelah diyakinkan mengenai identitas dan kepentingan mereka di Irak.
Peristiwa itu lantas diabadikan oleh Meutya dalam sebuah buku berjudul ‘168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak’. Karya tersebut diterbitkan pada 2007.
Setelah insiden menegangkan di Irak, Meutya tetap melanjutkan profesinya selama beberapa waktu. Kemudian, ia mulai menapaki karier politik hingga akhirnya menjadi salah satu anggota Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran, tepatnya sebagai Menteri Komunikasi dan Digital.
Itulah sedikit ulasan kisah Meutya Hafid, menteri Prabowo yang dulu pernah disandera teroris di Irak.
(shf)