Kerap Jadi Alat Kampanye, Masyarakat NTT Diimbau Kritis Baca Hasil Survei

Kamis, 10 Oktober 2024 - 16:45 WIB
loading...
Kerap Jadi Alat Kampanye,...
Masyarakat terutama warga Provinsi NTT diharapkan untuk bersikap kritis dalam membaca hasil survei terkait Pilgub NTT 2024. Foto/Ilustrasi/Dok.SINDOnews
A A A
KUPANG - Masyarakat terutama warga Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diharapkan untuk bersikap kritis dalam membaca hasil survei terkait Pilgub NTT 2024.

Sebab, sring kali hasil survei sengaja dibuat bias untuk menjadi alat kampanye politik dengan cara menggunakan surveyor yang tidak netral atau mensurvei responden yang sudah dikondisikan.



Hal itu disampaikan pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin.

"Pemilih harus kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh hasil survei. Meskipun survei adalah alat penting untuk mengukur dukungan publik, tetapi harus dilakukan dengan metode yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Ujang Komarudin, Kamis (10/10/2024).



Menurut Ujang Komarudin, hasil survei kadang dianggap menjadi bagian dari framing atau marketing politik dalam rangka meningkatkan elektabilitas calon-calon di pilkada.

"Masyarakat NTT diharapkan fokus pada rekam jejak, integritas, dan visi misi kandidat, dari pada bergantung pada angka-angka survei yang bisa saja dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu," ujarnya.



Seperti diketahui, lembaga surveiIndikator Politik Indonesiabaru-baru ini merilis hasil survei terkait elektabilitas pasangan cagub dan cawagub NTT yang berlaga di Pilkada 2024.

Hasil survei menunjukkan pasanganYohanis Fransiskus Lema(Ansy Lema) danJane Natalia Suryantomeraih 36,6%. Sementara pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena (Melki Laka Lena) dan Johni Asadoma 27,4%, disusul pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu yang meraih 23,9%.

"Bagaimanapun hasil survei merupakan acuan untuk kerja elektoral, bukan penentu kemenangan. Masyarakat NTT tentunya harus kritis membaca dan pahami hasil survei yang mungkin bias jadi alat kampanye politik," katanya.

Di samping itu, masyarakat, juga wajib tahu bahwa data yang muncul dari hasil survei merupakan data lapangan murni.

Lalu, surveyor itu juga harus bekerja secara netral independen, tidak boleh ada titipan, dan yang terpenting adalah respondennya itu harus riil bukan yang sudah dikondisikan.

"Misalkan saja, dengan data dan responden yang sama, tiba-tiba ada satu lembaga survei merilis calon A yang unggul sementara banyak lembaga-lembaga survei lain merilis calon B yang menang. Tentunya hasilnya meragukan dan jadi pertanyaan juga?," ujarnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1306 seconds (0.1#10.140)