Lapangan Bubat Majapahit, Medan Perang Dahsyat dan Pesta Rakyat Besar-besaran di Era Raja Hayam Wuruk

Rabu, 09 Oktober 2024 - 08:59 WIB
loading...
Lapangan Bubat Majapahit,...
Lapangan Bubat menjadi saksi kelabu tragedi di hari pernikahan dan lamaran putri Sunda Dyah Pitaloka Citraresmi dengan Raja Majapahit Hayam Wuruk. Foto/Ilustrasi/FB @thelostofmajapahit
A A A
LAPANGAN Bubat menjadi saksi kelabu tragedi di hari pernikahan dan lamaran putri Sunda dengan Raja Majapahit Hayam Wuruk berbuah pahit. Semua rombongan termasuk calon mempelai Dyah Pitaloka Citraresmi, harus meninggal dunia akibat bunuh diri.

Saat itu ada informasi bahwa rombongan pengantin asal Sunda diserang oleh pasukan Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Mahapatih Gajah Mada.



Peristiwa yang terjadi di Bubat, itu menggambarkan aib Kerajaan Majapahit semasa dipimpin oleh Hayam Wuruk.

Raja muda itu masih belum bisa berpikir panjang, karena tak bisa menahan kasmaran melihat kecantikan putri Raja Sunda.



Waktu pernikahan pun ditentukan oleh perantara yang dikirim oleh Majapahit ke Sunda. Semua syarat yang diinginkan Sunda sudah disanggupi oleh utusan Hayam Wuruk.

Maka bertolaklah rombongan Sunda ke Majapahit, hingga bertemu di sebuah daerah bernama Bubat dan berujung tragedi.



Kala itu kehendak Hayam Wuruk menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi berbalik dengan keinginan politik Gajah Mada. Tindakan Gajah Mada sama sekali tidak mendapat restu dari Sri Rajasanagara untuk menyerang rombongan Sunda, yang mengakibatkan kematian nyaris seluruh rombongan pengantin itu.

Bahkan karenanya Gajah Mada diberhentikan dari jabatan Mahapatih Amangkubhumi. Meski tak ada riwayat pasti berapa lama pemberhentian itu dilakukan pasca Perang Bubat.

Namun ada catatan bahwa, Hayam Wuruk kembali memanggil Gajah Mada pada bulan Bhadrapada tahun 1281 atau sama dengan Agustus 1359 Masehi. Saat itu Gajah Mada diminta untuk mengiringi perjalanan Raja Majapahit keliling Lumajang.

Ada beberapa pendapat, selama Gajah Mada diberhentikan sementara dari jabatan Mahapatih Amangkubhumi Majapahit, sang raja muda itu kewalahan menjalankan pemerintahan Majapahit. Peristiwa ini tercatat pula dalam Kakawin Nagarakretagama Pupuh XVII sampai LX.

Dikutip dari "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit", Lapangan Bubat konon berada di utara ibu kota Kerajaan Majapahit.

Lokasi ini digambarkan detail oleh Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagarakretagama, yang jadi pujasastra untuk Raja Majapahit itu. Di kitab kuno itulah terungkap fungsi dari Bubat, hingga populer menjadi medan perang dua kerajaan besar di masanya.

Bubat adalah lapangan luas lagi lebar di sebelah utara kota Majapahit, membentang ke timur sejauh setengah krosa sampai jalan raya, dan membentang ke utara setengah krosa sampai tebing sungai.

Di sekelilingnya dibangun rumah kediaman para pegawai kerajaan.

Pada awal bulan Caitra (Maret-April) selama tiga atau empat hari di lapangan Bubat diadakan pesta rakyat, berupa berbagai pertandingan dan pertunjukan yang dihadiri oleh para pembesar kerajaan, termasuk Sang Prabhu Hayam Wuruk.

Pesta rakyat itu dimulai pada hari ketiga bulan Caitra sehabis pertemuan para pembesar di Manguntur untuk mendengarkan ajaran Rajakapakapa.

Di tengah-tengah lapangan dibuatkan panggung tinggi. Di sebelah barat panggung dibangun balai witana tempat duduk Sri Baginda raja. Tempat duduk para menteri dan adhyaksa diatur dari utara ke selatan menghadap ke timur, sedangkan, para raja bawahan dan para aria diatur dari utara ke selatan menghadap ke barat.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2983 seconds (0.1#10.140)