GSM Gelar Ng(K)aji Pendidikan, Menemukan Kembali Indonesia yang Hilang
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) kembali mengadakan program Ng(k)aji Pendidikan dengan tema spesial yakni Menemukan Kembali Indonesia. Pagelaran diisi dengan bermacam-macam acara ini digelar di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (24/8/2024).
Founder GSM Muhammad Nur Rizal dalam orasinya mengatakan, jika ingin menemukan Indonesia, maka kita harus menarasikan kembali sejarah dan kemajemukan Indonesia. Anak-anak harus diajak berimajinasi ingin menjadi apa.
”Arahkan proses belajarnya untuk mempunyai antusiasme perangai ilmiah. Dengan narasi, maka akan ditemukan kembali marwah Indonesia dari ruang-ruang kelas,” katanya.
Rizal resah dengan reputasi Indonesia yang kian menurun sebagai sebuah bangsa besar. Namun dia yakin hal tersebut dapat diatasi dengan penyebaran narasi yang menyoroti sejarah dari Indonesia.
Beberapa yang terus diangkat Rizal adalah fakta bahwa Candi Muaro di Jambi pada era Sriwijaya berperan selayaknya Oxford bagi pembelajaran agama Buddha dunia di masa lampau. Bagaimana model pertanian subak atau terasering yang kerap digunakan Kerajaan Mataram Kuno , saat ini dianggap sebagai sesuatu yang berkelanjutan dan mampu dijadikan pengendali iklim paling alamiah.
“Indonesia tidak hilang secara fisik. Teritorialnya juga tidak berkurang sedikit pun, tetapi yang hilang adalah reputasinya di kancah internasional. Kita tidak banyak dibicarakan, seakan tidak seperti negara yang besar di Asia, bahkan Asia Tenggara,” ujarnya.
“Bangsa yang berpengetahuan dan berteknologi dari kearifan dan kebudayaan lokal. Nah, itu yang harus digali, lalu, diimajinasikan bangsa itu mau ke mana dengan narasi. Harapannya, narasi itu tidak berhenti di kegiatan Ng(k)aji Pendidikan, tetapi juga mampu disebar oleh peserta yang hadir kepada kawan guru lainnya,” tambahnya.
Rizal menguatkan kalau Indonesia dapat dijadikan pusat sumber energi terbarukan di dunia. Salah satunya lewat Sungai Mamberamo di Papua sebagai sumber energi listrik berbasis air terbesar di dunia. Setara dengan China yang mencapai hingga 22 Gigawatt hours.
Selain itu, melimpahnya cadangan panas bumi, biodiversitas yang beragam sebagai sumber teknologi pangan dan obat-obatan. Termasuk kemajemukan budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat pluralisme kebudayaan dunia adalah potensi-potensi yang diserukan Rizal atas Indonesia.
Kegiatan ini dihadiri lebih dari 800 orang, terdiri atas guru ataupun pegiat pendidikan. Mereka hadir mewakili sekitar tujuh puluh komunitas daerah GSM yang tersebar di seluruh negeri. Dampak dari GSM terhadap ekosistem pengajaran di setiap kota nampak nyata. Buktinya banyak komunitas yang tetap meyakinkan diri untuk hadir, meskipun terpaut jarak yang amat jauh dari lokasi acara.
Beberapa komunitas GSM yang terjauh dari Kota Yogyakarta adalah Bali, Palembang, Sumatera Utara, sampai Kalimantan Timur. Mereka hadir dengan murni menggunakan biaya sendiri. Hal ini kian memperlihatkan sebegitu mereka menganggap pentingnya konferensi ini.
“Dari Kota Bontang berangkatnya malam, lalu, sampai di bandara subuh. Perjalanan ke Balikpapan dulu selama 6 jam. Semua ini demi mendengarkan orasi dari Pak Rizal, sekaligus bertemu dengan guru-guru se-Indonesia,” ungkap Zizah, seorang guru dari GSM Bontang.
Guru-guru yang hadir juga membagikan kesannya atas penyelenggaraan acara ini. Termasuk pengalamannya berkembang bersama GSM.
“Berlatih bersama GSM, saya menjadi tahu esensi penyaluran energi dari seorang guru. Pelatihan biasanya hanya berisikan pembuatan soal, kisi-kisi, dan membenarkan indikator. Lain hal dengan GSM, saya diberi tahu pentingnya menarasikan keunggulan Indonesia agar murid menjadi bangga terhadap bangsanya. Mengajar tidak sebatas memaksa mereka untuk menghafal.” ungkap Wiwik Budi Asih, guru SDN Pondok Kacang Barat 03 Tangerang Selatan.
Founder GSM Muhammad Nur Rizal dalam orasinya mengatakan, jika ingin menemukan Indonesia, maka kita harus menarasikan kembali sejarah dan kemajemukan Indonesia. Anak-anak harus diajak berimajinasi ingin menjadi apa.
”Arahkan proses belajarnya untuk mempunyai antusiasme perangai ilmiah. Dengan narasi, maka akan ditemukan kembali marwah Indonesia dari ruang-ruang kelas,” katanya.
Rizal resah dengan reputasi Indonesia yang kian menurun sebagai sebuah bangsa besar. Namun dia yakin hal tersebut dapat diatasi dengan penyebaran narasi yang menyoroti sejarah dari Indonesia.
Beberapa yang terus diangkat Rizal adalah fakta bahwa Candi Muaro di Jambi pada era Sriwijaya berperan selayaknya Oxford bagi pembelajaran agama Buddha dunia di masa lampau. Bagaimana model pertanian subak atau terasering yang kerap digunakan Kerajaan Mataram Kuno , saat ini dianggap sebagai sesuatu yang berkelanjutan dan mampu dijadikan pengendali iklim paling alamiah.
“Indonesia tidak hilang secara fisik. Teritorialnya juga tidak berkurang sedikit pun, tetapi yang hilang adalah reputasinya di kancah internasional. Kita tidak banyak dibicarakan, seakan tidak seperti negara yang besar di Asia, bahkan Asia Tenggara,” ujarnya.
“Bangsa yang berpengetahuan dan berteknologi dari kearifan dan kebudayaan lokal. Nah, itu yang harus digali, lalu, diimajinasikan bangsa itu mau ke mana dengan narasi. Harapannya, narasi itu tidak berhenti di kegiatan Ng(k)aji Pendidikan, tetapi juga mampu disebar oleh peserta yang hadir kepada kawan guru lainnya,” tambahnya.
Rizal menguatkan kalau Indonesia dapat dijadikan pusat sumber energi terbarukan di dunia. Salah satunya lewat Sungai Mamberamo di Papua sebagai sumber energi listrik berbasis air terbesar di dunia. Setara dengan China yang mencapai hingga 22 Gigawatt hours.
Selain itu, melimpahnya cadangan panas bumi, biodiversitas yang beragam sebagai sumber teknologi pangan dan obat-obatan. Termasuk kemajemukan budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat pluralisme kebudayaan dunia adalah potensi-potensi yang diserukan Rizal atas Indonesia.
Kegiatan ini dihadiri lebih dari 800 orang, terdiri atas guru ataupun pegiat pendidikan. Mereka hadir mewakili sekitar tujuh puluh komunitas daerah GSM yang tersebar di seluruh negeri. Dampak dari GSM terhadap ekosistem pengajaran di setiap kota nampak nyata. Buktinya banyak komunitas yang tetap meyakinkan diri untuk hadir, meskipun terpaut jarak yang amat jauh dari lokasi acara.
Beberapa komunitas GSM yang terjauh dari Kota Yogyakarta adalah Bali, Palembang, Sumatera Utara, sampai Kalimantan Timur. Mereka hadir dengan murni menggunakan biaya sendiri. Hal ini kian memperlihatkan sebegitu mereka menganggap pentingnya konferensi ini.
“Dari Kota Bontang berangkatnya malam, lalu, sampai di bandara subuh. Perjalanan ke Balikpapan dulu selama 6 jam. Semua ini demi mendengarkan orasi dari Pak Rizal, sekaligus bertemu dengan guru-guru se-Indonesia,” ungkap Zizah, seorang guru dari GSM Bontang.
Guru-guru yang hadir juga membagikan kesannya atas penyelenggaraan acara ini. Termasuk pengalamannya berkembang bersama GSM.
“Berlatih bersama GSM, saya menjadi tahu esensi penyaluran energi dari seorang guru. Pelatihan biasanya hanya berisikan pembuatan soal, kisi-kisi, dan membenarkan indikator. Lain hal dengan GSM, saya diberi tahu pentingnya menarasikan keunggulan Indonesia agar murid menjadi bangga terhadap bangsanya. Mengajar tidak sebatas memaksa mereka untuk menghafal.” ungkap Wiwik Budi Asih, guru SDN Pondok Kacang Barat 03 Tangerang Selatan.
(poe)