Kisruh PPDB 2024, Anak Pasutri Miskin Tuna Netra Ditolak Daftar Sekolah Negeri di Semarang

Sabtu, 06 Juli 2024 - 14:56 WIB
loading...
Kisruh PPDB 2024, Anak...
Pasutri miskin tuna netra Warsito dan Uminiya bersama anaknya Vita Azahra yang ditolak daftar SMA negeri di Semarang. Foto/iNews TV/Kristadi
A A A
SEMARANG - Kisruh penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2024 jenjang SMA terjadi Jawa Tengah. Seorang anak keluarga miskin dari pasangan suami istri (Pasutri) tunanetra ditolak mendaftar ke SMA Negeri di Kota Semarang.

Pasutri Warsito dan Uminiya yang berprofesi sebagai tukang pijat ini terancam tak bisa mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri melalui jalur afirmasi.



Nasib malang ini dialami anak perempuan Warsito dan Uminiya, Vita Azahra (15), yang gagal diterima di SMA 9 Semarang melalui jalur afirmasi.

Warsito dan Uminiya menceritakan kisah anaknya yang ditolak saat mendaftar di PPDB SMA Negeri lewat jalur afirmasi. Kisah ini sempat viral, membuat banyak pihak ingin membantu agar Vita bisa sekolah di negeri.



Saat ditemui, pasangan ini tinggal di sebuah kontrakan di pemukiman padat penduduk di Jalan Gondang Raya 17, RT 3 RW 1, Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Mereka hidup bersama anak perempuan satu-satunya yang berusia 15 tahun.



Keluarga ini masuk dalam kategori rentan miskin atau P4 dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Mereka berharap impian melanjutkan pendidikan anaknya bisa tercapai.

Namun nasib berkata lain, cita-cita tersebut kandas karena ditolak saat mendaftar di SMA Negeri 9 Semarang melalui jalur afirmasi.

Untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta, mereka merasa berat dengan kondisi ekonomi dan kesehatan yang dialami saat ini.

Saat mencoba mendaftar di jalur zonasi, Warsito dan Uminiya harus menemui kenyataan lain bahwa wilayahnya tidak masuk dalam sistem zonasi SMA Negeri 9 dan SMA Negeri 15 Semarang.

Vita Azahra menceritakan, saat mendaftar jalur afirmasi dan memilih opsi anak tidak mampu, ternyata ditolak oleh sistem PPDB.

Saat mendatangi pihak sekolah, petugas hanya memberikan jawaban bahwa keluarganya tidak terdaftar dalam sistem PPDB.

Merespon hal itu, Ketua Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Kota Semarang, Zainal Abidin Petir, menilai Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kurang peka dan kurang tanggap atas persoalan yang dihadapi anak dari pasangan suami istri tunanetra ini.

"Semestinya (keluarga ini) masuk kategori ekstrim miskin atau PI, harusnya. Karena di indikator itu kan dia gak punya rumah, pekerjaannya gak tetap, disabilitas. Ini sudah masuk semua. Tapi di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, keluarga ini masuk P4 atau tidak kategori miskin. Ini lucu ini, pendataannya gimana ini lho," unglap Zainal Abidin Petir, Sabtu (6/7/2024).

Pasangan tunanetra di Semarang ini berharap pemerintah bisa mengatasi masalah yang dihadapi anak semata wayangnya dalam hal mengenyam pendidikan.

Mereka juga berharap data DTKS bisa diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi fakta yang ada di lapangan.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2596 seconds (0.1#10.140)