Kisah Tragis Raja Mataram dan Pengambilan Paksa Benda Pusaka oleh VOC Belanda

Jum'at, 28 Juni 2024 - 06:27 WIB
loading...
Kisah Tragis Raja Mataram dan Pengambilan Paksa Benda Pusaka oleh VOC Belanda
Raja Mataram, Sunan Amangkurat III, terlibat dalam konflik sengit dengan Sunan Pakubuwana I dari Kartasura dan koalisi keturunan Untung Surapati. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Pada suatu masa di Nusantara, perlawanan terhadap VOC Belanda mencapai puncaknya. Raja Mataram, Sunan Amangkurat III, terlibat dalam konflik sengit dengan Sunan Pakubuwana I dari Kartasura dan koalisi keturunan Untung Surapati, yang terus melawan meski sang pemimpin telah tiada.

Pertikaian antar saudara ini memperlemah Mataram dan membuka peluang bagi VOC Belanda untuk menerapkan taktik cerdik yang akan mengakhiri perlawanan Sunan Amangkurat III dan menguasai benda-benda pusaka yang sangat berharga.

Sunan Amangkurat III, yang juga dikenal sebagai Sultan Amangkurat III, menemukan dirinya dalam posisi yang sulit. Di satu sisi, dia menghadapi tekanan dari Sunan Pakubuwana I, yang mendapat dukungan penuh dari VOC, Sampang, dan Surabaya. Di sisi lain, pasukan yang tersisa dari koalisi Untung Surapati, dipimpin oleh Adipati Suradilaga, terus setia mendukung Amangkurat III dalam pertempuran melawan saudaranya sendiri.

Adipati Suradilaga, bersama dengan Raden Tirtanata dan Raden Surapati, tiga putra Untung Surapati, berperang melawan pasukan Kartasura. Namun, mereka terdesak dan akhirnya melarikan diri ke Malang, berharap dapat bertahan dari serangan musuh. Sayangnya, di Malang mereka kembali mendapat serangan dari Pangeran Purbaya, Adipati Blitar, yang berambisi menangkap Sunan Amangkurat III dan merebut kembali pusaka Kartasura.



Pertempuran di Malang berakhir tragis bagi kubu Pasuruhan. Banyak panglima dan prajurit terkemuka tewas di medan perang. Kekalahan ini memaksa tiga putra Untung Surapati untuk melarikan diri ke hutan, meninggalkan Sunan Amangkurat III dalam posisi yang lebih lemah.

Kehilangan dukungan dari Pasuruhan, Sunan Amangkurat III dan pasukannya mengungsi ke puncak Bukit Dungul. Di sana, dia akhirnya menyadari bahwa tidak ada harapan untuk memenangkan pertempuran ini. Dia memutuskan untuk menyerah dan mengirimkan surat kepada VOC, menyatakan kesediaannya untuk takluk.

VOC menerima penyerahan Sunan Amangkurat III, tetapi dengan licik mereka menjanjikan sesuatu yang tidak pernah akan mereka tepati. Amangkurat III dijanjikan akan dikembalikan sebagai raja di Kartasura. Namun, ketika dia pergi untuk bertemu dengan pimpinan VOC di Surabaya, dia malah ditangkap dan dibawa ke penjara di Batavia.

Di Bukit Dungul, Adipati Blitar yang dikirim oleh Sunan Pakubuwana I meminta benda-benda pusaka Kartasura, termasuk baju Kiai Gondil, keris Kiai Balabar, dan bende Kiai Becak. Sunan Amangkurat III menolak memberikan pusaka tersebut, berjanji akan mengembalikannya jika dia kembali ke Kartasura. Janji ini tidak pernah terwujud.

Setelah ditangkap, Sunan Amangkurat III menghabiskan sisa hidupnya di penjara Batavia sebelum akhirnya dibawa ke Srilanka. Dia menghabiskan hari-harinya di sana hingga meninggal pada tahun 1734. Benda-benda pusaka Kartasura juga diambil oleh VOC dan dibawa ke Srilanka.

Keturunan Untung Surapati yang masih hidup terus melarikan diri ke hutan, menghindari kejaran musuh. Kejadian ini menandakan berakhirnya kekuasaan Untung Surapati dan putra-putranya di Pasuruhan, serta mengukuhkan penguasaan VOC Belanda di wilayah tersebut.

Kisah tragis ini tidak hanya menandai akhir dari perlawanan Sunan Amangkurat III tetapi juga menggambarkan bagaimana taktik licik VOC Belanda berhasil meruntuhkan salah satu kerajaan besar di Nusantara dan merebut benda-benda pusaka yang sangat berharga bagi warisan budaya bangsa.
(hri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1659 seconds (0.1#10.140)
pixels