Tiga Gelombang Serangan Banten, Cirebon dan Demak ke Pakuan Tamatkan Kerajaan Pajajaran
loading...
A
A
A
Kerajaan Pajajaran terkenal kekuatannya. Bahkan ketika Kerajaan Banten melakukan serangan dan berusaha menaklukkannya mereka dibuat kewalahan. Banten harus menyerang dalam tiga kali guna menguasai istana Pajajaran, warisan dari Prabu Siliwangi.
Menariknya Kerajaan Banten tak sendiri menyerang Pajajaran, melainkan meminta bantuan koalisi dari Kesultanan Demak dan Cirebon. Hal tentu yang dinilai tak masuk akal, bagaimana menggambarkan kekuatan Pajajaran usai sisa-sisa kejayaannya.
”Serangan gabungan tiga kerajaan Islam inilah yang akhirnya mengakhiri perlawanan Kerajaan Pajajaran di tanah Sunda,” demikian dikutip dari buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran".
Kuatnya benteng pertahanan Pajajaran yang dibangun sejak Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, membuat pasukan Banten kembali dan mundur. Tetapi serangan itu menyisakan duka bagi Kerajaan Pajajaran yang saat itu dipimpin Ratu Dewata, pasca-raja Surawisesa mangkat.
Sebab dua punggawa terkenal dan disegani di Pajajaran yakni Tohaan Ratu Sarendet dan Tohaan Ratu Sangiang gugur di medan peperangan. Perlahan tapi pasti, dukungan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Pajajaran mulai hilang.
Hal ini menjadi kesempatan lagi bagi Banten untuk kembali menyerang Pakuan. Apalagi ini diperkuat saat raja sudah dihiraukan lagi oleh masyarakat sebab tidak ada kepedulian dalam menyejahterakan rakyatnya.
Catatan sejarah menuliskan ada tiga kali gelombang serangan Banten ke Pakuan, Ibu Kota Pajajaran. Serangan ini dilakukan saat masa pemerintahan Ratu Dewata, atau setelah Surawisesa lengser.
Diperkirakan dari catatan sejarah serangan ini terjadi sekitar 1535 Masehi hingga 1543 Masehi yang membuat dua punggawa kerajaan gugur.Serangan kedua terjadi saat pemerintahan Prabu Nilakendra sekitar tahun 1551 Masehi hingga 1567 Masehi.
Di mana dikisahkan dalam suatu naskah “Alah prengrang mangka tan nitih ring kadat-wan” yang artinya kalah perang, karena itu tidak tinggal di keraton. Serangan dari pasukan Banten, Raja Nilakendra terpaksa melarikan diri dari istana ke sebuah wilayah di Sukabumi selatan.
Adapun serangan ketiga yang dinilai benar-benar membuat riwayat Kerajaan Pajajaran tamat saat Pajajaran dipimpin oleh Ragamulya. Dimana ia merupakan raja terakhir dari Pajajaran yang memerintah sekitar tahun 1567 hingga 1579 Masehi.
Namun ia memindahkan pusat pemerintahan ke Pulasari, Pandeglang, bukan lagi di ibu kota Pakuan Pajajaran, yang berhasil dihancurkan Banten di serangan keduanya.
Tetapi pada akhirnya serangan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten membuat Kerajaan Pajajaran benar-benar luluh lantak. Sang Raja Prabu Ragamulya Suryakancana berhasil dibunuh oleh prajurit Banten di Pulasari, Pandeglang.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Menariknya Kerajaan Banten tak sendiri menyerang Pajajaran, melainkan meminta bantuan koalisi dari Kesultanan Demak dan Cirebon. Hal tentu yang dinilai tak masuk akal, bagaimana menggambarkan kekuatan Pajajaran usai sisa-sisa kejayaannya.
”Serangan gabungan tiga kerajaan Islam inilah yang akhirnya mengakhiri perlawanan Kerajaan Pajajaran di tanah Sunda,” demikian dikutip dari buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran".
Kuatnya benteng pertahanan Pajajaran yang dibangun sejak Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, membuat pasukan Banten kembali dan mundur. Tetapi serangan itu menyisakan duka bagi Kerajaan Pajajaran yang saat itu dipimpin Ratu Dewata, pasca-raja Surawisesa mangkat.
Sebab dua punggawa terkenal dan disegani di Pajajaran yakni Tohaan Ratu Sarendet dan Tohaan Ratu Sangiang gugur di medan peperangan. Perlahan tapi pasti, dukungan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Pajajaran mulai hilang.
Hal ini menjadi kesempatan lagi bagi Banten untuk kembali menyerang Pakuan. Apalagi ini diperkuat saat raja sudah dihiraukan lagi oleh masyarakat sebab tidak ada kepedulian dalam menyejahterakan rakyatnya.
Catatan sejarah menuliskan ada tiga kali gelombang serangan Banten ke Pakuan, Ibu Kota Pajajaran. Serangan ini dilakukan saat masa pemerintahan Ratu Dewata, atau setelah Surawisesa lengser.
Baca Juga
Diperkirakan dari catatan sejarah serangan ini terjadi sekitar 1535 Masehi hingga 1543 Masehi yang membuat dua punggawa kerajaan gugur.Serangan kedua terjadi saat pemerintahan Prabu Nilakendra sekitar tahun 1551 Masehi hingga 1567 Masehi.
Di mana dikisahkan dalam suatu naskah “Alah prengrang mangka tan nitih ring kadat-wan” yang artinya kalah perang, karena itu tidak tinggal di keraton. Serangan dari pasukan Banten, Raja Nilakendra terpaksa melarikan diri dari istana ke sebuah wilayah di Sukabumi selatan.
Adapun serangan ketiga yang dinilai benar-benar membuat riwayat Kerajaan Pajajaran tamat saat Pajajaran dipimpin oleh Ragamulya. Dimana ia merupakan raja terakhir dari Pajajaran yang memerintah sekitar tahun 1567 hingga 1579 Masehi.
Namun ia memindahkan pusat pemerintahan ke Pulasari, Pandeglang, bukan lagi di ibu kota Pakuan Pajajaran, yang berhasil dihancurkan Banten di serangan keduanya.
Tetapi pada akhirnya serangan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten membuat Kerajaan Pajajaran benar-benar luluh lantak. Sang Raja Prabu Ragamulya Suryakancana berhasil dibunuh oleh prajurit Banten di Pulasari, Pandeglang.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(ams)