Kuto Gawang, Keraton Kerajaan Palembang yang Hilang Misterius Dihancurkan VOC
loading...
A
A
A
Kerajaan Palembang awalnya ditaklukkan oleh Majapahit sehingga menjadi wilayah bawahan. Di kerajaan konon pengaruh Islam sudah mulai masuk ketika Majapahit melakukan ekspansi wilayah ke Sumatera dan menundukkannya.
Namun ketika tahun 1596 ketika Majapahit runtuh, Palembang menjadi wilayah taklukkan VOC. Sejak tahun 1601 telah ada Sultan Palembang, yang berhubungan dengan VOC. Bahkan beberapa kali interaksi dengan VOC cukup intensif.
Satu nama tokoh muncul dari pemerintahan Kerajaan Palembang yakni Susuhunan Abdurrahman, tahun 1659. Hingga akhirnya di awal abad 17, Palembang menjadi pusat pemerintahan kerajaan yang bercorak Islam.
Konon saat itu ada seorang pejabat di sana yang merupakan keturunan bangsawan Kesultanan Demak, akibat kemelut politik di Demak pasca meninggalnya Sultan Trenggana, sebagaimana dikutip dari "Sejarah Kerajaan Bawahan Majapahit di Luar Jawa dan Luar Negeri".
Pada masa itu pusat pemerintahan di daerah sekitar Kelurahan DuaIlir, di tempat yang sekarang merupakan kompleks PT Pupuk Sriwijaya. Secara natural, lokasi keraton Kesultanan Palembang cukup strategis.
Bahkan secara teknis diperkuat oleh dinding tebal dari kayu unglen dan cerucup, yang membentang antara Plaju dengan Pulau Kembaro, sebuah pulau kecil yang letaknya di tengah Sungai Musi.
Keraton Palembang yang dibangunnya itu disebut Keraton Kuto Gawang, yang bentuknya empat persegi panjang dibentengi dengan kayu besi dan kayu unglen yang tebalnya 30x30 sentimeter per batangnya.
Kota berbenteng yang di kemudian hari dikenal dengan nama Kuto Gawang ini mempunyai ukuran 290 Rijnlandsche roede, atau 1093 meter, baik panjang maupun lebarnya.Kota ini dikelilingi dinding setinggi 24 kaki atau sekitar 7,25 meter.
Namun ketika tahun 1596 ketika Majapahit runtuh, Palembang menjadi wilayah taklukkan VOC. Sejak tahun 1601 telah ada Sultan Palembang, yang berhubungan dengan VOC. Bahkan beberapa kali interaksi dengan VOC cukup intensif.
Satu nama tokoh muncul dari pemerintahan Kerajaan Palembang yakni Susuhunan Abdurrahman, tahun 1659. Hingga akhirnya di awal abad 17, Palembang menjadi pusat pemerintahan kerajaan yang bercorak Islam.
Konon saat itu ada seorang pejabat di sana yang merupakan keturunan bangsawan Kesultanan Demak, akibat kemelut politik di Demak pasca meninggalnya Sultan Trenggana, sebagaimana dikutip dari "Sejarah Kerajaan Bawahan Majapahit di Luar Jawa dan Luar Negeri".
Pada masa itu pusat pemerintahan di daerah sekitar Kelurahan DuaIlir, di tempat yang sekarang merupakan kompleks PT Pupuk Sriwijaya. Secara natural, lokasi keraton Kesultanan Palembang cukup strategis.
Bahkan secara teknis diperkuat oleh dinding tebal dari kayu unglen dan cerucup, yang membentang antara Plaju dengan Pulau Kembaro, sebuah pulau kecil yang letaknya di tengah Sungai Musi.
Keraton Palembang yang dibangunnya itu disebut Keraton Kuto Gawang, yang bentuknya empat persegi panjang dibentengi dengan kayu besi dan kayu unglen yang tebalnya 30x30 sentimeter per batangnya.
Kota berbenteng yang di kemudian hari dikenal dengan nama Kuto Gawang ini mempunyai ukuran 290 Rijnlandsche roede, atau 1093 meter, baik panjang maupun lebarnya.Kota ini dikelilingi dinding setinggi 24 kaki atau sekitar 7,25 meter.