Mengungkap Eksaminasi Putusan Perkara Irman Gusman

Rabu, 16 Januari 2019 - 21:59 WIB
Mengungkap Eksaminasi Putusan Perkara Irman Gusman
Mengungkap Eksaminasi Putusan Perkara Irman Gusman
A A A
SEMARANG - Putusan hukum terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dinilai tak lepas dari pengaruh politik. Tak heran, kasus tersebut mengundang perhatian para pakar dan praktisi hukum untuk ditelaah hingga eksaminasi pada akhir 2018 lalu.

Eksaminasi berikut catatan anotasi bukan untuk mempengaruhi hasil putusan majelis hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun untuk meluruskan paradigma berhukum agar proses pencarian keadilan senantiasa mampu menghadirkan rasa keadilan dan keseimbangan keadilan eksaminasi juga didedikasikan untuk studi akademik dalam rangka pelajaran hukum.

Menurut majelis hakim, Irman terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Akibatnya, Irman Gusman sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Februari 2017.

“Setelah saya membaca dakwaannya itu Pasal 12 b, perbuatan utamanya adalah suap. Artinya melihat fakta-fakta yang ada di persidangan itu enggak ada suap. Di situ sebenarnya kurang tepat,” kata dia.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Nyoman Putra Jaya, dalam diskusi yang diselenggarakan MNC Trijaya FM Semarang, bertema “Refleksi Penegakan Hukum”, di Hotel Gets Semarang, Rabu (16/1/2019).

“Hasil eksaminasi saya larinya pada Pasal 11, karena dalam pasal 11 itu ada alternatif di samping menerima hadiah atau janji. Dari situ kalau kita lihat fakta-fakta itu seolah-olah antara Pak Irman dengan kedua orang (Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi) ini ada kesepakatan ada pembagian rezeki. Oleh karena itu dasarnya saya mengatakan seharusnya Pasal 11,” tambahnya.

Dia juga mengatakan, penerapan jeratan hukum yang digunakan sangat berpengaruh pada putusan majelis hakim.

Untuk itu langkah hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) merupakan langkah tepat terhadap putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Di situ akan dipaparkan pertimbangan-pertimbangan untuk mengoreksi putusan hukum tingkat pertama.

“Misalnya kalau di dalam Pasal 12 itu ancaman pidananya itu seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan paling singkat 4 tahun jadi pilihan-pilihan bagi hakim. Tapi kalau hakim misalnya pada waktu memilih Pasal 11 di situ ancaman pidananya minimal 1 tahun sampai 5 tahun. Artinya rentang gerak yang diberikan hakim untuk menjatuhkan pidana hanya antara 1 sampai 5 tahun, tidak boleh lebih dari itu,” bebernya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4531 seconds (0.1#10.140)