2 Peracik Sabu Happy Water di Semarang Diupah Rp1 Juta Per Hari
loading...
A
A
A
SEMARANG - Dua tersangka peracik sabu dan happy water di TKP Perumahan Ngesrep Hill nomor 8B1, Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang diupah masing-masing Rp1 juta per hari.
Mereka masing-masing juga dijanjikan mendapat bonus sebesar Rp500 juta jika sudah selesai memproduksi semuanya.
Dua tersangka itu adalah PR dan F. Keduanya beralamat di Bogor, Jawa Barat.
“Keduanya residivis kasus narkoba,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa di TKP, Kamis (4/4/2024).
Berdasar interogasi kepada dua tersangka, mereka mengaku memproduksi narkoba tersebut atas perintah dari seseorang yang berinisial KA (buronan).
Mereka saling kenal ketika sama-sama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bogor.
“Tersangka PR dan F dipandu saudara KA melalui video call (pembuatannya),” sambungnya.
Brigjen Mukti juga menyebut KA ini juga yang mengurus kontrak rumah di TKP tersebut. Sabu yang diproduksi di sana rencananya akan dibawa ke sejumlah kota besar termasuk Bali. Alasan dijual ke kota besar tersebut karena banyak tempat hiburan malam.
Kepala Subdirektorat IV Dit Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Gembong Yudha menambahkan pengiriman prekursor dan beberapa bahan pendukungnya itu terjadi sekira 7 sampai 8 kali.
“Invoicenya suplemen. Alamatnya (kirim) cuma Banyumanik Semarang,” tambahnya.
Pihaknya kemudian mendalami pengiriman itu, hingga didapati alamat tersebut di Semarang. Pengiriman beberapa kali itu, sebut Kombes Gembong Yudha, untuk menghindari kecurigaan petugas.
“Aktivitasnya malam hari, karena kalau siang hari di sini sepi,” sambungnya.
Pengurus RT di TKP, Bimo, menyebut rumah yang dikontrak itu milik seseorang bernama Wiranto namun sudah meninggal dunia. Kemudian diurus oleh adik almarhum bernama Gunardi.
“Sering ganti-ganti penghuni, jadi dikontrak habis nanti ada yang kontrak lagi beda orang. Kalau yang ini persisnya awal atau akhir Januari ya, cuma memang belum menyerahkan identitas ke RT,” kata Bimo.
Dia mengatakan tiap harinya di rumah tersebut relatif sepi aktivitas.
“Di komplek itu hanya ada 6 rumah. Di sana (TKP) relatif sepi, baru Minggu lalu banyak tamu, malam hari, pintunya terlihat dibuka,” tandasnya.
Mereka masing-masing juga dijanjikan mendapat bonus sebesar Rp500 juta jika sudah selesai memproduksi semuanya.
Dua tersangka itu adalah PR dan F. Keduanya beralamat di Bogor, Jawa Barat.
“Keduanya residivis kasus narkoba,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa di TKP, Kamis (4/4/2024).
Berdasar interogasi kepada dua tersangka, mereka mengaku memproduksi narkoba tersebut atas perintah dari seseorang yang berinisial KA (buronan).
Mereka saling kenal ketika sama-sama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bogor.
“Tersangka PR dan F dipandu saudara KA melalui video call (pembuatannya),” sambungnya.
Brigjen Mukti juga menyebut KA ini juga yang mengurus kontrak rumah di TKP tersebut. Sabu yang diproduksi di sana rencananya akan dibawa ke sejumlah kota besar termasuk Bali. Alasan dijual ke kota besar tersebut karena banyak tempat hiburan malam.
Kepala Subdirektorat IV Dit Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Gembong Yudha menambahkan pengiriman prekursor dan beberapa bahan pendukungnya itu terjadi sekira 7 sampai 8 kali.
“Invoicenya suplemen. Alamatnya (kirim) cuma Banyumanik Semarang,” tambahnya.
Pihaknya kemudian mendalami pengiriman itu, hingga didapati alamat tersebut di Semarang. Pengiriman beberapa kali itu, sebut Kombes Gembong Yudha, untuk menghindari kecurigaan petugas.
“Aktivitasnya malam hari, karena kalau siang hari di sini sepi,” sambungnya.
Pengurus RT di TKP, Bimo, menyebut rumah yang dikontrak itu milik seseorang bernama Wiranto namun sudah meninggal dunia. Kemudian diurus oleh adik almarhum bernama Gunardi.
“Sering ganti-ganti penghuni, jadi dikontrak habis nanti ada yang kontrak lagi beda orang. Kalau yang ini persisnya awal atau akhir Januari ya, cuma memang belum menyerahkan identitas ke RT,” kata Bimo.
Dia mengatakan tiap harinya di rumah tersebut relatif sepi aktivitas.
“Di komplek itu hanya ada 6 rumah. Di sana (TKP) relatif sepi, baru Minggu lalu banyak tamu, malam hari, pintunya terlihat dibuka,” tandasnya.
(shf)