Langgar Agung, Masjid yang Simpan Alquran Tulisan Pangeran Diponegoro

Jum'at, 09 November 2018 - 05:00 WIB
Langgar Agung, Masjid yang Simpan Alquran Tulisan Pangeran Diponegoro
Langgar Agung, Masjid yang Simpan Alquran Tulisan Pangeran Diponegoro
A A A
JEJAK perjuangan Pangeran Diponegoro untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun agama Islam banyak tersebar di sejumlah daerah. Salah satunya di Kabupaten Magelang. Di Dusun Kamal, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman terdapat Masjid Langgar Agung yang diyakini merupakan peninggalan pahlawan nasional Diponegoro.

Sebagaimana diketahui, selain berperang melawan penjajah Belanda 1825-1830, Pangeran Diponegoro juga menyebarkan syiar Islam di wilayah Magelang. Salah satu peninggalan Pangeran Diponegoro yang hingga kini masih ada adalah Alquran tulisan tangan Pangeran Diponegoro yang tersimpan rapi di Masjid Langgar Agung. Alquran ini lebih tebal, ukuran lebih besar dan sampulnya dari kulit.

Dalam sebuah wawancara yang dimuat KORAN SINDO pada Juni 2017 silam, pengelola Masjid Langgar Agung Diponegoro KH Ahmad Nur Shodiq mengatakan, berdasarkan cerita dari para sesepuh Alquran ini ditulis sekitar 1825-1830. Ditulis dengan menggunakan lidi dari aren (inau) dan keistimewaannya tintanya tidak pudar. "Kualitas kertasnya bagus sekali, kemudian tintanya nggak pudar. Ini ada hiasannya berupa batik," katanya.

Langgar Agung, Masjid yang Simpan Alquran Tulisan Pangeran Diponegoro

Untuk hiasan Alquran tersebut, berdasarkan penelitian seorang insinyur dan salahnya seorang doktor, itu merupakan batik gaya Yogyakarta. Hal itu berarti pembuatnya berasal dari Yogyakarta yang diyakini adalah Pangeran Diponegoro. "Ada tiga monumen yang ditinggalkan Simbah Pangeran Diponegoro yakni Alquran, tasbih, dan jubah. Alquran menunjukkan beliau ahli bidang agama, tasbih menunjukkan ahli wirid dan jubah menunjukkan sufi," kata Ahmad Nur Shodiq.
Pada masa perang di Magelang, sesuai cerita, Pangeran Diponegoro selalu berdoa di sebuah musala di Dusun Kamal, Menoreh, Salaman, sedangkan para prajuritnya diminta sembunyi di sebuah gua. Adapun titik yang digunakan untuk berdoa tersebut sekarang dijadikan persis untuk pengimaman di Masjid Langgar Agung Diponegoro.

Jam Istiwak
Masjid dengan menara setinggi 25 meter dan didominasi warna hijau itu dahulu dibangun dari bekas musala kecil yang diyakini sebagai berdoa sekaligus lokasi dakwah Pangeran Diponegoro. Adapun masjid ini dibangun 1946 oleh TNI yang dulu dikenal dengan nama ABRI, bersama dengan masyarakat sekitar. Namun pembangunan tersebut sempat terhenti pada 1965 karena meletus peristiwa G30S/PKI.

Pembangunan dilanjutkan lagi setelah pemberontakan mereda, sekitar 1972. Namun ketika itu sempat terjadi kebingungan dalam penamaan tempat ibadah itu karena sekitar 100 meter juga telah ada Masjid Agung. "Akhirnya, takmir pertama, yakni H Fathoni yang juga orang tua saya mengusulkan agar diberi nama Langgar Agung, karena sudah ada masjid. Tapi sebetulnya ini adalah masjid," katanya.

Sejak diresmikan 1972 hingga saat ini, Masjid Langgar Agung belum pernah mengalami pemugaran. Untuk perawatan, pengelola masjid masih mengandalkan sumbangan dari jamaah. Adapun masjid dengan lebar 8 meter dan panjang 18 meter itu difungsikan sebagai tempat ibadah oleh masyarakat sekitar serta santri Pondok Pesantren Nurul Falah yang berada satu kompleks dengan masjid.Di depan Masjid Langgar Agung terdapat jam istiwak sebagai penanda adzan. "Ini setiap lima hari sekali dicek. Istiwak dengan Waktu Indonesia Barat (WIB), selisihnya antara 10-15 menit," tuturnya.
Langgar Agung, Masjid yang Simpan Alquran Tulisan Pangeran Diponegoro
Sumber* KORAN SINDO
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7944 seconds (0.1#10.140)