Kisah Pendiri Mataram Babat Alas Mentaok Bikin Galau Sultan Joko Tingkir
loading...
A
A
A
Dua tahun tak juga menghadap ke Kerajaan Pajang membuat sang sultan gelisah. Apalagi ada laporan dari para bupati dan kepala daerah di sekitar Pajang yang melihat Mataram di bawah Senopati mulai membangun kekuatan.
Benteng megah telah berdiri di wilayah bekas Alas Mentaok, yang masih menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Singasari. Alhasil dari laporan itulah membuat Sultan Pajang Hadiwijaya alias Joko Tingkir mengirimkan utusan untuk kedua kalinya.
Utusan kedua kali ini dipilih sosok yang lebih kuat dan lebih disegani Panembahan Senopati, yakni putra Sultan Hadiwijaya sendiri Pangeran Benawa, Adipati Tuban, dan Tumenggung Mancanegara.
Pengiriman utusan ini merupakan yang kedua pasca Ki Wuragil dan Ngabehi Wila Marta, pada pertemuan pertama diacuhkan oleh Senopati. Berbeda dengan pengiriman utusan sebelumnya, kali ini pengiriman utusan disertai dengan sejumlah pasukan Pajang.
Dikutip dari "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II", pengiriman utusan dan sejumlah pasukan itu dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan Senopati.
Hal ini dimaksudkan agar Senapati tidak mempunyai kesempatan untuk menutup-nutupi apa yang dilakukannya ketika ketiga utusan tersebut sampai di Mataram.
Tetapi sang penguasa Pajang ini tak memperhitungkan ada pengkhianat di internal Pajang sendiri bernama Pangalasan.
Pangalasan sendiri merupakan menteri yang bertugas di Kesultanan Pajang selama bertahun-tahun, dan memiliki kedekatan dengan Sultan Hadiwijaya. Atas dasar hubungan baik ini, Pangalasan kemudian bersedia menjadi mata-mata Senapati di istana Pajang.
Segala informasi di Pajang utamanya terkait dengan Mataram disampaikan Pangalasan kepada Senapati.
Maka, ketika Pangalasan tahu bahwa Sultan Hadiwijaya telah mengirimkan utusan untuk memeriksa kondisi Mataram, ia langsung memberikan informasi itu kepada Senapati.
Sebelum ketiga utusan itu sampai ke Mataram, Pangalasan terlebih dahulu mengutus anak buahnya ke Mataram guna menyampaikan kabar tersebut kepada Senapati.
Mendengar utusan Pajang bakal datang yang dipimpin sang pangeran sendiri, maka Senopati segera mempersiapkan segalanya untuk menyambutnya.
Ketika Pangeran Benawa dan rombongannya baru sampai di kampung bernama Randu Lawang, Senapati sudah memberikan sambutan yang meriah. Senapati kemudian membawa Pangeran Banawa ke Mataram.
Di rumah Senapati ini, Pangeran Benawa bersama dengan rombongannya disambut mewah oleh sang tuan rumah. Segala makanan enak, arak yang terbaik, dan tari - tarian yang indah disuguhkan kepada Pangeran Benawa dan yang rombongannya.
Pada sebuah percakapannya dengan Pangeran Banawa, Senopati mengatakan bahwa apa yang selama ini ia capai di Mataram sepenuhnya karena jasa dan pemberian Sultan Hadiwijaya.
Maka Mataram seluruhnya, kata Senopati kepada Pangeran Benawa, bukan miliknya, melainkan milik Kanjeng Sultan Pajang. Setelah itu, Pangeran Benawa langsung dijamu makan-makanan yang enak. Mereka pun makan bersama dengan orang-orang Mataram.
Setelah perut mereka kenyang, arak pilihan dengan kualitas terbaik pun dihidangkan. Semua pesta pora ini sepenuhnya diperuntukkan untuk memuliakan Pangeran Benawa dan rombongannya.
Sebab, kata Senopati kepada sang pangeran, semua orang Mataram sangat hormat dan tunduk pada Pajang, termasuk kepada Kanjeng Sultan dan keluarganya.
Benteng megah telah berdiri di wilayah bekas Alas Mentaok, yang masih menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Singasari. Alhasil dari laporan itulah membuat Sultan Pajang Hadiwijaya alias Joko Tingkir mengirimkan utusan untuk kedua kalinya.
Utusan kedua kali ini dipilih sosok yang lebih kuat dan lebih disegani Panembahan Senopati, yakni putra Sultan Hadiwijaya sendiri Pangeran Benawa, Adipati Tuban, dan Tumenggung Mancanegara.
Pengiriman utusan ini merupakan yang kedua pasca Ki Wuragil dan Ngabehi Wila Marta, pada pertemuan pertama diacuhkan oleh Senopati. Berbeda dengan pengiriman utusan sebelumnya, kali ini pengiriman utusan disertai dengan sejumlah pasukan Pajang.
Dikutip dari "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II", pengiriman utusan dan sejumlah pasukan itu dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan Senopati.
Hal ini dimaksudkan agar Senapati tidak mempunyai kesempatan untuk menutup-nutupi apa yang dilakukannya ketika ketiga utusan tersebut sampai di Mataram.
Tetapi sang penguasa Pajang ini tak memperhitungkan ada pengkhianat di internal Pajang sendiri bernama Pangalasan.
Pangalasan sendiri merupakan menteri yang bertugas di Kesultanan Pajang selama bertahun-tahun, dan memiliki kedekatan dengan Sultan Hadiwijaya. Atas dasar hubungan baik ini, Pangalasan kemudian bersedia menjadi mata-mata Senapati di istana Pajang.
Segala informasi di Pajang utamanya terkait dengan Mataram disampaikan Pangalasan kepada Senapati.
Maka, ketika Pangalasan tahu bahwa Sultan Hadiwijaya telah mengirimkan utusan untuk memeriksa kondisi Mataram, ia langsung memberikan informasi itu kepada Senapati.
Sebelum ketiga utusan itu sampai ke Mataram, Pangalasan terlebih dahulu mengutus anak buahnya ke Mataram guna menyampaikan kabar tersebut kepada Senapati.
Mendengar utusan Pajang bakal datang yang dipimpin sang pangeran sendiri, maka Senopati segera mempersiapkan segalanya untuk menyambutnya.
Ketika Pangeran Benawa dan rombongannya baru sampai di kampung bernama Randu Lawang, Senapati sudah memberikan sambutan yang meriah. Senapati kemudian membawa Pangeran Banawa ke Mataram.
Di rumah Senapati ini, Pangeran Benawa bersama dengan rombongannya disambut mewah oleh sang tuan rumah. Segala makanan enak, arak yang terbaik, dan tari - tarian yang indah disuguhkan kepada Pangeran Benawa dan yang rombongannya.
Pada sebuah percakapannya dengan Pangeran Banawa, Senopati mengatakan bahwa apa yang selama ini ia capai di Mataram sepenuhnya karena jasa dan pemberian Sultan Hadiwijaya.
Maka Mataram seluruhnya, kata Senopati kepada Pangeran Benawa, bukan miliknya, melainkan milik Kanjeng Sultan Pajang. Setelah itu, Pangeran Benawa langsung dijamu makan-makanan yang enak. Mereka pun makan bersama dengan orang-orang Mataram.
Setelah perut mereka kenyang, arak pilihan dengan kualitas terbaik pun dihidangkan. Semua pesta pora ini sepenuhnya diperuntukkan untuk memuliakan Pangeran Benawa dan rombongannya.
Sebab, kata Senopati kepada sang pangeran, semua orang Mataram sangat hormat dan tunduk pada Pajang, termasuk kepada Kanjeng Sultan dan keluarganya.
(ams)