Kisah Penaklukan Semarang dan Pembebasan Rakyat Tionghoa di Kelenteng Sam Po Kong
loading...
A
A
A
SEMARANG - Kesultanan Demak di bawah Raden Patah konon pernah melakukan serangan ke Semarang. Penyerbuan pada tahun 1477 itu sebagai bagian dari ekspansi dan memperluas wilayah kekuasaan, serta menyebarkan agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa.
Konon hampir seluruh Kota Semarang diduduki oleh pasukan Raden Patah, dengan nama lengkap Senapati Jimbun saat itu. Namun ada satu lokasi yang sengaja tidak diduduki oleh pasukan Demak yakni Kelenteng Sam Po Kong.
Raden Patah yang bisa melaksanakan tindakan apapun kepada kaum Tionghoa dan para penghuni kelenteng kala itu memilih tidak melakukan tindakan apapun, meski berbeda keyakinan. Raden Patah bahkan menginstruksikan agar tidak memaksa mereka memeluk agama islam.
Memang garis keturunan Raden Patah sendiri juga masih etnis Tionghoa. Penaklukkan Semarang pun tidak membuat kebebasan beragama dan beribadah kaum Tionghoa direnggut.
Meski awalnya dikisahkan pada “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara - Negara Islam di Nusantara”tulisan Slamet Muljana, ada ketakutan kaum Tionghoa akan ekspansi Kesultanan Demak ke Semarang.
Mereka semuanya akhirnya dimanfaatkan oleh Raden Patah di beberapa bidang, termasuk bidang pembuatan kapal yang terkenal mahir. Orang-orang Tionghoa di Semarang terkenal sangat mahir melakukan pembuatan kapal.
Kepandaian mereka diperlukan oleh Jimbun untuk memperbesar armada perkapalan di Kota Semarang, yang letaknya sangat strategis. Dengan kapal-kapal buatan orang-orang Tionghoa di Semarang itu, Jimbun akan menguasai lalu lintas kapal di lautan Jawa.
Raden Patah membiarkan kelompok - kelompok itu hidup, namun ia juga mengupayakan agar mereka bisa memeluk agama Islam. Jimbun atau Raden Patah menghendaki simpati para penduduk di wilayah Demak dan Semarang untuk memperluas kekuasaannya di kemudian hari.
Konon hampir seluruh Kota Semarang diduduki oleh pasukan Raden Patah, dengan nama lengkap Senapati Jimbun saat itu. Namun ada satu lokasi yang sengaja tidak diduduki oleh pasukan Demak yakni Kelenteng Sam Po Kong.
Raden Patah yang bisa melaksanakan tindakan apapun kepada kaum Tionghoa dan para penghuni kelenteng kala itu memilih tidak melakukan tindakan apapun, meski berbeda keyakinan. Raden Patah bahkan menginstruksikan agar tidak memaksa mereka memeluk agama islam.
Memang garis keturunan Raden Patah sendiri juga masih etnis Tionghoa. Penaklukkan Semarang pun tidak membuat kebebasan beragama dan beribadah kaum Tionghoa direnggut.
Meski awalnya dikisahkan pada “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara - Negara Islam di Nusantara”tulisan Slamet Muljana, ada ketakutan kaum Tionghoa akan ekspansi Kesultanan Demak ke Semarang.
Mereka semuanya akhirnya dimanfaatkan oleh Raden Patah di beberapa bidang, termasuk bidang pembuatan kapal yang terkenal mahir. Orang-orang Tionghoa di Semarang terkenal sangat mahir melakukan pembuatan kapal.
Kepandaian mereka diperlukan oleh Jimbun untuk memperbesar armada perkapalan di Kota Semarang, yang letaknya sangat strategis. Dengan kapal-kapal buatan orang-orang Tionghoa di Semarang itu, Jimbun akan menguasai lalu lintas kapal di lautan Jawa.
Raden Patah membiarkan kelompok - kelompok itu hidup, namun ia juga mengupayakan agar mereka bisa memeluk agama Islam. Jimbun atau Raden Patah menghendaki simpati para penduduk di wilayah Demak dan Semarang untuk memperluas kekuasaannya di kemudian hari.