Universitas Andalas Kritisi Keberpihakan Pemerintah di Pilpres 2024

Jum'at, 02 Februari 2024 - 18:03 WIB
loading...
Universitas Andalas Kritisi Keberpihakan Pemerintah di Pilpres 2024
Civitas Akademik Unand menyampaikan kegelisahan terhadap pemerintah dalam aksi Manifesto untuk Penyelamatan Bangsa di Gedung Convention Hall Unand, Padang. Foto/MPI/Rus Akbar
A A A
PADANG - Civitas Akademik Universitas Andalas (Unand) menyampaikan kegelisahan mereka terhadap pemerintah dalam aksi Manifesto untuk Penyelamatan Bangsa di depan Gedung Convention Hall Unand, Padang, Sumatera Barat.

Dalam aksi tersebut mengkritisi pemerintah yang tidak lagi ada rasa malu memberikan dukungannya kepada salah satu capres dan cawapres.



Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Hary Efendi Iskandar mengatakan, aksi ini wujud keprihatinan civitas akademik seluruh Indonesia, khusus di Unand.



Turunnya kampus-kampus di berbagai pelosok negeri ini sebagai bukti pemikiran yang sama terhadap tingkah laku pemerintah.

“Ini pertanda kita punya sinyal yang sama, punya sinyal batin sama bahwa negara kita tidak dalam keadaan baik-baik saja, sehingga itu kami dan para guru besar dan para pendidik ini membuat kami turun ke jalan memberi imbauan menyampaikan sikap keprihatinan bahwa apa yang kami sampaikan itu didengar oleh pemangku kekuasaan di negeri ini,” kata ary Efendi Iskandar usai aksi, Jumat (2/2/2024).

Menurut Hary, saat ini perilaku pemerintah sudah tidak ada rasa malu menyatakan keberpihakan terhadap salah satu capres dan menurutnya ini menjadi ancaman dalam pasca Pemilu nanti.



“Sekarang ini perilaku pemerintah itu kan semakin hari tidak malu-malu menyatakan keberpihakan menyatakan dukungan yang sudah sudah terang-terangan. Sehingga kemudian menjelang dua minggu pemilihan, semakin kasat mata kita lihat praktik ketidaknetralan pemerintah,” katanya.

Dengan kondisi ini kata Hary, adanya dukungan serta desain moral mengingatkan mulai dari pemerintah pusat sampai ke daerah untuk menyelenggarakan pemilu ini berjalan adil.

Kalau pemilu itu tidak kredibel di awalnya tentu nanti berbahaya dalam konteks penerimaan legitimasi di kalangan kontestan ini menjadi bahaya.

“Ibaratnya pemain bola, jika permainan itu tidak benar sehingga orang yang dikatakan kalah tidak menerima dengan baik tapi proses dengan baik orang akan legowo walaupun dia kalah dan dikalahkan dengan cara yang baik,” ujarnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1796 seconds (0.1#10.140)