Kisah Syekh Subakir, Ulama Persia Penakluk Penguasa Jawa Ki Semar Sabdo Palon

Selasa, 30 Januari 2024 - 06:28 WIB
loading...
Kisah Syekh Subakir, Ulama Persia Penakluk Penguasa Jawa Ki Semar Sabdo Palon
Gambar sosok penguasa jawa kuno Ki Semar Sabdo Palon. Foto/Istimewa
A A A
Syekh Subakir merupakan seorang ulama Wali Songo periode pertama di bumi Nusantara. Dia dikirim Kesultanan Turki Utsmaniyah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Nusantara (Indonesia).

Konon Syekh Subakir telah menumbal tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal penyebaran ajaran Islam di nusantara. Kisahnya itu dimulai saat Sultan Muhammad I bermimpi mendapatkan wangsit untuk menyebarkan dakwah Islam ke Timur Asia atau tanah Jawa.

Adapun mubalighnya diharuskan berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan ulama lain asal tetap berjumlah sembilan. Sehingga dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu.



Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai keahlian dibidang masing-masing. Ada yang ahli tata negara, berdakwah, pengobatan, tumbal atau rukyah, dan lain-lain. Lalu dikirimlah beberapa ulama ke Nusantara atau tanah Jawa.

Namun sudah beberapa kali utusan dari Kesultanan Turki Utsmaniyah yang datang ke tanah Jawa, untuk menyebarkan agama Islam tapi mengalami kegagalan dan kebuntuan. Penyebabnya, masyarakat Jawa saat itu sangat memegang teguh aliran kepercayaan turun temurun.

Sehingga para ulama yang dikirim mendapatkan halangan, meskipun berkembang tetapi ajaran Agama Islam hanya dalam lingkungan skal kecil saja, tidak bisa berkembang secara luas. Karena, penguasa tanah Jawa kala itu tak mengijinkan agama lain masuk dan berkembang di wilayahnya.

Konon kala itu, Pulau Jawa masih merupakan hutan belantara angker dan dipenuhi makhluk halus dan jin-jin sangat jahat. Lalu diutuslah Syekh Subakir, ulama asal Persia yang ahli dalam merukyah, ekologi, meteorologi, dan geofisika ke tanah Jawa.



Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah gaib dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa ketika itu dengan harapan dia bisa berhasil menyebarkan agama islam di tanah Jawa.

Berdasarkan Babad Tanah Jawa, sesampainya di wilayah nusantara, Syekh Subakir yang menguasai ilmu gaib dapat menerawang makhluk halus itu mengetahui penyebab utama kegagalan para ulama pendahulu karena dihalangi para jin dan dedemit tanah Jawa.

Bahkan, para jin, dedemit, dan lelembut tersebut bisa merubah wujud menjadi ombak besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut penumpangnya dan menjadi angin puting beliung yang mampu memporakporandakan apa saja yang berada di depannya.

Selain itu, para jin kafir dan bangsa lelembut tersebut juga bisa berubah wujud menjadi hewan buas yang mencelakakan para ulama pendahulu tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, Syekh Subakir sudah membawa batu hitam dari Arab yang telah dirajah.

Lalu batu dengan nama Rajah Aji Kalacakra tersebut dipasang di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar tersebut sangat dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa kala itu.



Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan batu hitam tersebut menimbulkan gejolak yang tak biasa. Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam.

Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan hujan api dimana-mana. gunung-gunung bergemuruh tiada henti. Lelembut, setan, maupun siluman yang tinggal di sana melarikan diri untuk menyelamatkan diri.

Jin, peri, banaspati, kuntilanak hingga jailangkung semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran batu hitam tersebut. Makhluk halus yang masih hidup pun terpaksa mengungsi ke lautan.

Sebagian jin yang lainnya ada yang mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir tersebut. Melihat hal itu, konon penguasa tanah Nusantara yakni Sabda Palon, raja bangsa jin yang telah berusia 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik.



Kemudian dia keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut tersebut. Sabda Palon lalu berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud dari pemasangan batu hitam tersebut.

Sang ulama kali itu menyatakan dia sengaja menancapkan batu hitam itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa oleh para ulama utusan dari khalifah Turki Utsmaniyah.

Setelah terjadi perdebatan yang panjang, akhirnya mereka segera mengadu kesaktian. Pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam yang membuat tanah Pulau Jawa saat itu berguncang keras dengan cuaca badai kilatan yang besar.

Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan. Hal itu dilakukan lantaran kesaktian wali utusan Allah memang tak bisa dikalahkan begitu saja.

Sabda Palon mensyaratkan beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa.

Isi kesepakatan antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa.



Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa, Raja-Raja Islam, namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silakan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada.

Silakan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu akhirnya disetujui Syekh Subakir agar dia menyebarkan ajaran agama islam dengan tenang.

Selain di Puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya. Dalam versi lain diceritakan untuk membersihkan wilayah Gunung Tidar dari bangsa jin kala itu.

Diceritakan Syekh Subakir membawa senjata pusaka berupa Tombak Kiai Panjang.

Lalu tombak pusaka tersebut ditancapkan tepat di Puncak Tidar sebagai penolak bala. Dan benar, tombak sakti itu menciptakan hawa panas yang bukan main bagi para lelembut dan bangsa jin.

Alhasil penunggu yang berdiam di Gunung Tidar kemudian lari tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar.

Sebagian pengikut Sabda Palon dari bangsa jin melarikan diri ke timur dan konon hingga sekarang menempati daerah Gunung Merapi yang masih dipercaya gunung agker.

Bahkan sebagian lagi anak buah Sabda Palon ada yang melarikan diri ke alas Roban, dan ke Gunung Srandil. Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan ditempatkan di Puncak Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak Kiai Panjang.

Dengan adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk halus. Karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo periode pertama menjadi menjadi lancar.

Nama Syekh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Sehingga mereka terkesan mendewakan sang ulama asal Persia tersebut.

Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir dan untuk menjaga aqidah umat Islam. Tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke Persia, Iran.

Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada tauhid yang benar.

Selain itu tugas utama Syekh Subakir untuk membersihkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus telah selesai. Selanjutnya setelah Syekh Subakir wafat posisinya digantikan oleh Wali Songo lainnya yaitu Sunan Kalijaga.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4230 seconds (0.1#10.140)