Relawan Ganjar-Mahfud DIY Gelar Jalan Sehat Mubeng Beteng, Ini Maknanya
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Ribuan orang bergabung dalam acara jalan sehat Mubeng Beteng di Kraton Yogyakarta, yang diselenggarakan oleh Gabungan Relawan Ganjar-Mahfud DIY, dikenal sebagai Garda Istimewa. Acara ini dilaksanakan di Alun-alun Kidul Kompleks Kraton Yogyakarta, pada Minggu (21/1/2024) Minggu.
Widihasto Wasana Putra, koordinator penyelenggara, menjelaskan bahwa Mubeng Beteng ini secara khusus dipusatkan di Alun-alun Kidul karena memiliki tiga makna esensial. Selain menjadi bagian dari sambutan terhadap pesta demokrasi, acara ini juga diarahkan untuk melestarikan budaya.
"Mubeng Beteng ini tak hanya sebatas olahraga, tetapi juga sarat dengan makna lain," ujar Widihasto.
Makna pertama dari kegiatan ini adalah sebagai sarana mempererat kebersamaan lintas komponen masyarakat, menyambut pesta demokrasi. Harapannya, Pemilu 2024 dapat berlangsung dengan jujur, adil, dan bermartabat, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Pemilihan titik start dan finish di Kagungan nDalem Alun-Alun Selatan Kraton Yogyakarta dijelaskan sebagai media edukasi sejarah kepada masyarakat tentang keberadaan Kesultanan Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa dalam NKRI.
"Pak Ganjar adalah salah satu pelopor UU Keistimewaan DIY, dan itu tidak akan kita lupakan," tambahnya.
Keraton Yogyakarta, berdiri sejak 1755, tetap menjadi salah satu pilar penyangga peradaban, bukan hanya bagi DIY tetapi juga bagi Indonesia secara keseluruhan. Keraton juga menjadi simbol cinta warga Jogja terhadap NKRI, karena bersedia bergabung dalam NKRI pada masa kemerdekaan.
Mubeng Beteng juga menjadi sarana konsolidasi untuk memantapkan relawan dan mendukung kemenangan Ganjar-Mahfud dalam Pemilu 2024. Dengan partisipasi ribuan peserta, semakin jelas bahwa semangat perjuangan harus semakin ditingkatkan.
"Kami yakin Ganjar-Mahfud akan menang dalam satu putaran," ujar Widihasto optimistis.
Selain itu, Widihasto menambahkan bahwa kegiatan Mubeng Beteng juga merupakan upaya untuk menjaga keistimewaan. Ritual yang dilakukan di Kraton Yogyakarta setiap malam 1 Muharram atau malam 1 Suro juga menjadi bagian dari tradisi yang dijaga.
Tradisi Mubeng Beteng sendiri telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari DIY. Esensi tradisi ini menciptakan momen refleksi bersama, perenungan, kontemplasi, dan permohonan perlindungan untuk perjalanan setahun ke depan. Peserta Mubeng Beteng biasanya menjalani ritual ini dalam hening, dengan larangan berbicara atau "Topo Bisu".
Abdi Dalem yang terlibat dalam kegiatan ini bahkan melepas kerisnya dan berjalan tanpa sandal, sebagai simbol untuk merasakan alam dan Tuhan dalam perjalanan spiritual ini. Mubeng Beteng, yang awalnya adalah kegiatan kontemplatif, kini menjadi bagian yang penting dalam menjaga dan merayakan kearifan lokal di DIY.
Widihasto Wasana Putra, koordinator penyelenggara, menjelaskan bahwa Mubeng Beteng ini secara khusus dipusatkan di Alun-alun Kidul karena memiliki tiga makna esensial. Selain menjadi bagian dari sambutan terhadap pesta demokrasi, acara ini juga diarahkan untuk melestarikan budaya.
"Mubeng Beteng ini tak hanya sebatas olahraga, tetapi juga sarat dengan makna lain," ujar Widihasto.
Makna pertama dari kegiatan ini adalah sebagai sarana mempererat kebersamaan lintas komponen masyarakat, menyambut pesta demokrasi. Harapannya, Pemilu 2024 dapat berlangsung dengan jujur, adil, dan bermartabat, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Baca Juga
Pemilihan titik start dan finish di Kagungan nDalem Alun-Alun Selatan Kraton Yogyakarta dijelaskan sebagai media edukasi sejarah kepada masyarakat tentang keberadaan Kesultanan Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa dalam NKRI.
"Pak Ganjar adalah salah satu pelopor UU Keistimewaan DIY, dan itu tidak akan kita lupakan," tambahnya.
Keraton Yogyakarta, berdiri sejak 1755, tetap menjadi salah satu pilar penyangga peradaban, bukan hanya bagi DIY tetapi juga bagi Indonesia secara keseluruhan. Keraton juga menjadi simbol cinta warga Jogja terhadap NKRI, karena bersedia bergabung dalam NKRI pada masa kemerdekaan.
Mubeng Beteng juga menjadi sarana konsolidasi untuk memantapkan relawan dan mendukung kemenangan Ganjar-Mahfud dalam Pemilu 2024. Dengan partisipasi ribuan peserta, semakin jelas bahwa semangat perjuangan harus semakin ditingkatkan.
"Kami yakin Ganjar-Mahfud akan menang dalam satu putaran," ujar Widihasto optimistis.
Selain itu, Widihasto menambahkan bahwa kegiatan Mubeng Beteng juga merupakan upaya untuk menjaga keistimewaan. Ritual yang dilakukan di Kraton Yogyakarta setiap malam 1 Muharram atau malam 1 Suro juga menjadi bagian dari tradisi yang dijaga.
Tradisi Mubeng Beteng sendiri telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari DIY. Esensi tradisi ini menciptakan momen refleksi bersama, perenungan, kontemplasi, dan permohonan perlindungan untuk perjalanan setahun ke depan. Peserta Mubeng Beteng biasanya menjalani ritual ini dalam hening, dengan larangan berbicara atau "Topo Bisu".
Abdi Dalem yang terlibat dalam kegiatan ini bahkan melepas kerisnya dan berjalan tanpa sandal, sebagai simbol untuk merasakan alam dan Tuhan dalam perjalanan spiritual ini. Mubeng Beteng, yang awalnya adalah kegiatan kontemplatif, kini menjadi bagian yang penting dalam menjaga dan merayakan kearifan lokal di DIY.
(hri)