Kisah Campur Tangan Belanda Tunjuk Mas Tumenggung Jogokaryo Jadi Bupati Pacitan
loading...
A
A
A
PACITAN - Mas Tumenggung Jogokaryo atau Kiai Jimat menjadi Bupati Pacitan Jawa Timur menggantikan Bupati Setrowijoyo II atas penunjukkan kolonial Belanda. Jogokaryo yang juga dikenal dengan nama Joyoniman atau Poncogomo.
Dia awalnya seorang modin yang bertugas mendidik para santri di Desa Tanjung Pacitan. Meski modin, ia sejak awal diramalkan bakal menjadi Bupati Pacitan lantaran keturunan Ki Buwono Keling, yakni guru agama Buddha yang terbunuh dalam penyebaran Islam di Pacitan.
Buku “Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX” menyebut, dalam keadaan sekarat, Ki Buwono Keling mengatakan keturunannya kelak akan menjadi penguasa daerah Pacitan.
Ramalan itu tersiar ke mana-mana dan mempengaruhi psikis Bupati Pacitan Setrowijoyo.Joyoniman dan keluarganya yang sudah lama masuk Islam kemudian dipanggil untuk menghadap.
Joyoniman oleh Setrowijoyo ditunjuk menjadi modin dan guru agama di Desa Tanjung. “Tujuan Setrowijoyo, seperti diceritakan dalam Babad Pacitan, adalah untuk menyingkirkan Joyoniman sebagai rival politik”.
Tak berlangsung lama, pada 4 Agustus 1811 Inggris mendarat di Jawa mereka ditemani Pangeran Prangwedono mengunjungi Pacitan. Mendengar kedatangan orang asing, Bupati Pacitan Setrowijoyo mengira VOC hendak menaklukkan Pacitan.
Karena panik, Setrowijoyo beserta para pengikutnya memutuskan pergi.Kedatangan orang Inggris yang dipimpin John Deans, yakni sekretaris Karsidenan Yogyakarta (1811-1813), kemudian disambut oleh Modin Joyoniman.
Terkesan dengan gaya komunikasi yang sopan dan jelas, Inggris lalu mengangkat Joyoniman sebagai kepala kawedanan Arjowinangun dengan pangkat Ngabehi.Joyoniman mendapat julukan Poncogomo yang berarti lima agama.
Yakni disinyalir merujuk pada pandangan agama Joyoniman. Kekuasaan Inggris tidak berlangsung lama. Kolonial Belanda kembali datang dan menggantikannya. Pada 19 Agustus 1816, Belanda kembali datang ke Pacitan.
Bupati Pacitan Setrowijoyo telah digantikan oleh putranya yang kemudian dikenal Setrowijoyo II. Dalam percakapan yang membahas soal pengelolaan tanaman kopi, Belanda terkesan dengan jawaban Joyoniman atau Poncogomo.
Jawaban Joyoniman dianggap lebih cerdas daripada Bupati Setrowijoyo II. Belanda menilai Poncogomo lebih pantas menjadi bupati Pacitan. Poncogomo atau Kiai Jimat kemudian dipilih Belanda sebagai bupati yang mampu mengawasi dan meningkatkan hasil perkebunan kopi.
Dalam Babad Patjitan, Poncogomo saat ditanya menyatakan siap mempertahankan dirinya dari kemungkinan perlawanan Bupati Setrowijoyo II. Dia tidak akan mundur sejengkal pun dari posisinya.
“Tak lama setelah peristiwa ini, Belanda mengirimkan sepucuk surat yang menyatakan bahwa Setrowijoyo II dilepaskan dari jabatannya sebagai bupati dan menunjuk Poncogomo sebagai penggantinya dengan gelar Mas Tumenggung Jogokaryo”.
Ramalan Ki Buwono Keling yang diucapkan jelang kematiannya telah terbukti. Joyoniman alias Poncogomo alias Kiai Jimat alias Mas Tumenggung Jogokaryo, putranya telah menjadi penguasa Pacitan.
Kelak anak ketiga Joyoniman, yakni Mas Karyodipuro juga menjadi Bupati Pacitan.
Disebutkan dalam Babad Patjitan, sosok Jogokaryo digambarkan berkulit kuning, berbulu serta memiliki keberanian lebih. Bupati baru Pacitan itu lebih mampu melayani kepentingan Belanda.
Hubungan Bupati Jogokaryo dengan kolonial Belanda lebih harmonis. Kemampuan Jogokaryo mengerahkan penduduk untuk menanam lebih banyak kopi mendapat banyak pujian.
“Dengan demikian, berakhirlah perjumpaan pertama Pacitan dengan kolonialisme,” demikian dikatakan sejarawan Ong Hok Ham dalam Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX.
Lihat Juga: Kisah Malam Takbiran di Timor Timur, Bukan Diiringi Suara Bedug Melainkan Desingan Peluru
Dia awalnya seorang modin yang bertugas mendidik para santri di Desa Tanjung Pacitan. Meski modin, ia sejak awal diramalkan bakal menjadi Bupati Pacitan lantaran keturunan Ki Buwono Keling, yakni guru agama Buddha yang terbunuh dalam penyebaran Islam di Pacitan.
Buku “Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX” menyebut, dalam keadaan sekarat, Ki Buwono Keling mengatakan keturunannya kelak akan menjadi penguasa daerah Pacitan.
Ramalan itu tersiar ke mana-mana dan mempengaruhi psikis Bupati Pacitan Setrowijoyo.Joyoniman dan keluarganya yang sudah lama masuk Islam kemudian dipanggil untuk menghadap.
Joyoniman oleh Setrowijoyo ditunjuk menjadi modin dan guru agama di Desa Tanjung. “Tujuan Setrowijoyo, seperti diceritakan dalam Babad Pacitan, adalah untuk menyingkirkan Joyoniman sebagai rival politik”.
Tak berlangsung lama, pada 4 Agustus 1811 Inggris mendarat di Jawa mereka ditemani Pangeran Prangwedono mengunjungi Pacitan. Mendengar kedatangan orang asing, Bupati Pacitan Setrowijoyo mengira VOC hendak menaklukkan Pacitan.
Karena panik, Setrowijoyo beserta para pengikutnya memutuskan pergi.Kedatangan orang Inggris yang dipimpin John Deans, yakni sekretaris Karsidenan Yogyakarta (1811-1813), kemudian disambut oleh Modin Joyoniman.
Baca Juga
Terkesan dengan gaya komunikasi yang sopan dan jelas, Inggris lalu mengangkat Joyoniman sebagai kepala kawedanan Arjowinangun dengan pangkat Ngabehi.Joyoniman mendapat julukan Poncogomo yang berarti lima agama.
Yakni disinyalir merujuk pada pandangan agama Joyoniman. Kekuasaan Inggris tidak berlangsung lama. Kolonial Belanda kembali datang dan menggantikannya. Pada 19 Agustus 1816, Belanda kembali datang ke Pacitan.
Bupati Pacitan Setrowijoyo telah digantikan oleh putranya yang kemudian dikenal Setrowijoyo II. Dalam percakapan yang membahas soal pengelolaan tanaman kopi, Belanda terkesan dengan jawaban Joyoniman atau Poncogomo.
Jawaban Joyoniman dianggap lebih cerdas daripada Bupati Setrowijoyo II. Belanda menilai Poncogomo lebih pantas menjadi bupati Pacitan. Poncogomo atau Kiai Jimat kemudian dipilih Belanda sebagai bupati yang mampu mengawasi dan meningkatkan hasil perkebunan kopi.
Baca Juga
Dalam Babad Patjitan, Poncogomo saat ditanya menyatakan siap mempertahankan dirinya dari kemungkinan perlawanan Bupati Setrowijoyo II. Dia tidak akan mundur sejengkal pun dari posisinya.
“Tak lama setelah peristiwa ini, Belanda mengirimkan sepucuk surat yang menyatakan bahwa Setrowijoyo II dilepaskan dari jabatannya sebagai bupati dan menunjuk Poncogomo sebagai penggantinya dengan gelar Mas Tumenggung Jogokaryo”.
Ramalan Ki Buwono Keling yang diucapkan jelang kematiannya telah terbukti. Joyoniman alias Poncogomo alias Kiai Jimat alias Mas Tumenggung Jogokaryo, putranya telah menjadi penguasa Pacitan.
Kelak anak ketiga Joyoniman, yakni Mas Karyodipuro juga menjadi Bupati Pacitan.
Disebutkan dalam Babad Patjitan, sosok Jogokaryo digambarkan berkulit kuning, berbulu serta memiliki keberanian lebih. Bupati baru Pacitan itu lebih mampu melayani kepentingan Belanda.
Hubungan Bupati Jogokaryo dengan kolonial Belanda lebih harmonis. Kemampuan Jogokaryo mengerahkan penduduk untuk menanam lebih banyak kopi mendapat banyak pujian.
“Dengan demikian, berakhirlah perjumpaan pertama Pacitan dengan kolonialisme,” demikian dikatakan sejarawan Ong Hok Ham dalam Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX.
Lihat Juga: Kisah Malam Takbiran di Timor Timur, Bukan Diiringi Suara Bedug Melainkan Desingan Peluru
(ams)