Petaka Ekspedisi Pamalayu Raja Kartanagara Bikin Kerajaan Singasari di Ambang Kehancuran
loading...
A
A
A
Raja Kertanagara menjadi raja terakhir di Kerajaan Singasari. Sang raja iniberhasil membawa Singasari menuju kejayaan hingga menguasai Semenanjung Melayu. Bahkan untuk menyukseskan program politiknya, Kertanagara mengirim pasukan khusus Ekspedisi Pamalayu.
Ekspedisi ini untuk menaklukkan beberapa wilayah kerajaan di luar Pulau Jawa, terutama di Semenanjung Melayu yang belum tunduk ke Singasari. Tetapi Gayatri, anak keempatnya mencatatkan nasib ayahnya sebenarnya di ujung tanduk kekuasaan.
Sebagaimana catatan Gayatri Rajapatni, muncul ada perbedaan agama di wilayah Kerajaan Singasari. Kedua agama itu yakni buddha dan Hindu Syiwa, bahkan konon saling berlomba untuk merekrut pemeluk agama baru.
Earl Drake pada bukunya "Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" mengisahkan bagaimana langkah sang ayah yang dinilainya cukup kreatif. Tetapi Gayatri sayangnya tak menjelaskan secara detail langkah kreatif apa yang diambil oleh sang ayah.
Barangkali mungkin jawaban itu tentu berbeda dengan situasi yang dialami pemimpin saat ini. Persoalan berikutnya yang muncul yakni bagaimana Kertanagara dapat mengobati persengketaan tajam antara kerajaannya Singasari dan negeri jirannya Kediri.
Kedua wilayah sempat bersatu, tetapi sudah sejak lama Singasari dan Kediri terlibat dalam sengketa berdarah terkait garis keluarga mana yang berhak naik tahta. Padahal secara garis Keluarga memang Jayakatwang yang berkuasa di Kediri masih saudara dengan Kertanagara.
Hal ini yang memunculkan sikap jumawa dan terlalu percaya diri, bahwa Jayakatwang yang lebih muda tidak menyerang Singasari karena memiliki utang balas jasa dan masih berstatus keluarga.
Gayatri juga mengisahkan kekhawatiran ayahnya akan menangkal serangan serbuan tentara Mongol yang telah menaklukkan dataran Rusia dan China. Apalagi usai itu tentara Mongol mulai bergerak kembali mengganggu negeri-negeri tetangga China.
Walaupun Jawa dan China dipisahkan oleh luasnya samudera, Raja Kertanegara sudah mengantisipasinya dengan berupaya membentuk sebuah konfederasi negeri-negeri Hindu Buddha terdekat untuk bersatu melawan musuh bersama ini.
Sayang persoalan itu belum sepenuhnya terselesaikan hingga akhirnya pasukan Jayakatwang melakukan serangan mematikan. Kekosongan pasukan di istana dan Ibu Kota Singasari akibat Ekspedisi Pamalayu, berbuah petaka.
Istana Singasari mampu dikuasai Jayakatwang dan pasukannya.
Sementara Kertanagara, permaisuri, dan para pejabat negeri tewas seketika akibat serangan mendadak dari sisi selatan itu. Ironisnya Kertanagara tewas dalam kondisi konon tengah mabuk minuman keras (miras) dan pesta perempuan, yang jadi ritual rutinannya.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Ekspedisi ini untuk menaklukkan beberapa wilayah kerajaan di luar Pulau Jawa, terutama di Semenanjung Melayu yang belum tunduk ke Singasari. Tetapi Gayatri, anak keempatnya mencatatkan nasib ayahnya sebenarnya di ujung tanduk kekuasaan.
Sebagaimana catatan Gayatri Rajapatni, muncul ada perbedaan agama di wilayah Kerajaan Singasari. Kedua agama itu yakni buddha dan Hindu Syiwa, bahkan konon saling berlomba untuk merekrut pemeluk agama baru.
Earl Drake pada bukunya "Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" mengisahkan bagaimana langkah sang ayah yang dinilainya cukup kreatif. Tetapi Gayatri sayangnya tak menjelaskan secara detail langkah kreatif apa yang diambil oleh sang ayah.
Barangkali mungkin jawaban itu tentu berbeda dengan situasi yang dialami pemimpin saat ini. Persoalan berikutnya yang muncul yakni bagaimana Kertanagara dapat mengobati persengketaan tajam antara kerajaannya Singasari dan negeri jirannya Kediri.
Kedua wilayah sempat bersatu, tetapi sudah sejak lama Singasari dan Kediri terlibat dalam sengketa berdarah terkait garis keluarga mana yang berhak naik tahta. Padahal secara garis Keluarga memang Jayakatwang yang berkuasa di Kediri masih saudara dengan Kertanagara.
Hal ini yang memunculkan sikap jumawa dan terlalu percaya diri, bahwa Jayakatwang yang lebih muda tidak menyerang Singasari karena memiliki utang balas jasa dan masih berstatus keluarga.
Gayatri juga mengisahkan kekhawatiran ayahnya akan menangkal serangan serbuan tentara Mongol yang telah menaklukkan dataran Rusia dan China. Apalagi usai itu tentara Mongol mulai bergerak kembali mengganggu negeri-negeri tetangga China.
Walaupun Jawa dan China dipisahkan oleh luasnya samudera, Raja Kertanegara sudah mengantisipasinya dengan berupaya membentuk sebuah konfederasi negeri-negeri Hindu Buddha terdekat untuk bersatu melawan musuh bersama ini.
Sayang persoalan itu belum sepenuhnya terselesaikan hingga akhirnya pasukan Jayakatwang melakukan serangan mematikan. Kekosongan pasukan di istana dan Ibu Kota Singasari akibat Ekspedisi Pamalayu, berbuah petaka.
Istana Singasari mampu dikuasai Jayakatwang dan pasukannya.
Sementara Kertanagara, permaisuri, dan para pejabat negeri tewas seketika akibat serangan mendadak dari sisi selatan itu. Ironisnya Kertanagara tewas dalam kondisi konon tengah mabuk minuman keras (miras) dan pesta perempuan, yang jadi ritual rutinannya.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(ams)