Warga Enggan Dicoklit karena Mengira Pendataan Bantuan Sosial

Minggu, 09 Agustus 2020 - 07:31 WIB
loading...
Warga Enggan Dicoklit...
Jajaran Bawaslu Sulsel dalam pertemuan terkait perkembangan pengawasan proses pencocokan dan penelitian beberapa waktu lalu. Foto: Bawaslu Sulsel
A A A
MAKASSAR - Proses pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit) pilkada 2020 masih terus berlangsung hingga hari ini. Jelang berakhir 13 Agustus mendatang, Bawaslu Sulsel menemukan sejumlah persoalan selama proses coklit yang berlangsung sejak 15 Juli lalu.

Komisioner Bawaslu Sulsel , Saiful Jihad menyampaikan, selama pengawasan proses coklit di lapangan, pihaknya menemukan pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) namun masih terdaftar dalam A.KWK atau formulir daftar pemilih. Banyak juga warga yang telah memenuhi syarat (MS) tapi belum terdaftar dalam A.KWK.



"Masih banyak ditemukan pemilih belum ber e-KTP atau belum perekaman. Masih ada ditemukan pemilih saat dicoklit tidak sesuai dengan elemen data yang ada dalam A.KWK," tulis Saiful Jihad dalam siaran persnya, 5 Agustus lalu.

Masih banyak juga pemilih dalam formulir daftar pemilih berbeda TPS dengan anggota keluarganya. Temuan lainnya kata dia, persepsi masyarakat terhadap proses coklit merupakan petugas bantuan sosial (bansos) yang melakukan pendataan. Sehingga kata Saiful, warga enggan untuk dicoklit karena merasa berulang pendataan, namunbansos belum diterima.

Pengawas kata Saiful juga menemukan ada petugas pemutakhiran yang melimpahkan tugasnya ke orang lain yang tidak di-SK-kan oleh KPU. Juga masih ditemukan beberapa rumah yang pemilihnya telah dicoklit tetapi tidak tertempeli bukti telah dicoklit.

"Masih adanya petugas PPDP yang tidak menerapkan protokol COVID-19 saat melakukan coklit," sambung Saiful.

Sejumlah petugas pemutakhiran juga ditemukan masih tidak begitu paham dengan pengisian alat kerja saat proses coklit. Daerah-daerah yang terkena dampak bencana alam mempersulit proses pelaksanaan coklit.

"Masih adanya pemilih di daerah perbatasan yang bermasalah, karena posisi rumah tempat tinggalnya masuk dalam area kabupaten yang tidak sesuai domisili dalam administrasi kependudukan (e-KTP)-nya. Misalnya pemilih yang ber e-KTP Makassar, tetapi tinggal di daerah Maros atau Gowa," beber Saiful.

Saiful berharap, jelang berakhirnya masa coklit, petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) di lapangan dapat dimaksimalkan dengan baik, termasuk untuk lebih membangun koordinasi, kerja sama dan komunikasi sesama penyelenggara.

"Sehingga hak konstitusi warga untuk terdaftar sebagai pemilih di perhelatan pilkada nanti terjamin, dan sebaliknya daftar pemilih yang dihadirkan benar-benar lebih akurat, dan sudah bersih dari mereka yang sebenarnya tidak atau belum berhak sebagai pemilih di pemilukada nanti," harap Saiful.



Sebab kata dia, daftar pemilih yang akurat, bersih dan benar menjadi salah satu indikator penting terlaksananya pilkada yang baik, berkualitas, dan bermartabat.

Sebaliknya, daftar pemilih yang tidak akurat justru rawan disalahgunakan. Di sisi lain, tidak akuratnya daftar pemilih juga membuat persiapan lain seperti penyediaan logistik juga tidak akurat bisa bermasalah.
(luq)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3179 seconds (0.1#10.140)