Museum Singhasari Malang, Koleksi Arca Mahesa Suramadu dan Durga hingga Keris untuk Pesugihan
loading...
A
A
A
MALANG - Museum Singhasari Malang menjadi salah satu lokasi yang menyimpan beragam benda kuno masa Kerajaan Mataram kuno hingga Majapahit. Benda-benda ini terdiri dari beraneka ragam yang memiliki nilai historis dan arkeologis cukup tinggi.
Museum ini baru berdiri pada 2015 seiring munculnya temuan-temuan benda bersejarah di wilayah Kabupaten Malang.
Berlokasi di Perumahan Singhasari Residence Klampok, Desa Klampok, Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, lokasinya berada cukup strategis di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singhasari, yang menjadi salah satu pusat perekonomian prioritas.
Memasuki area museum dua replika arca Prajnaparamita merupakan perwujudan dari Ken Dedes dan arca Hari Hara perwujudan Ken Arok, yang ada di halaman museum. Museum ini memiliki empat ruang pamer benda-benda koleksi bersejarah arkeologis.
Di ruang pertama dan kedua koleksi replika benda-benda bersejarah. Di ruang tiga dan empat, beberapa benda bersejarah mulai topeng wayang khas Malang, hingga keris milik Gubernur Jawa Timur kedelapan Soenandar Prijosoedarmo.
Replika suasana Kerajaan Singasari dan segala dinamikanya juga menjadi suguhan yang bisa dipelajari di sini. Para pengunjung dapat mendengarkan cerita dari pemandu museum yang menjelaskan mengenai dinamika kehidupan kerajaan saat itu.
Tak hanya itu sebuah Arca Mahesa Suramadu dan Durga yang ditemukan di Situs Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Keris-keris dan tombak-tombak kuno juga terdapat di ruang pameran empat dari museum.
Pamong Budaya Ahli Muda Museum Singhasari Yossi Indra Hardyanto mengungkapkan, beragam koleksi memang benda arkeologis memang menjadi suguhan dari Museum Singhasari yang diresmikan operasionalnya pada 20 Mei 2015.
Total ada sekitar 215 koleksi benda bersejarah, baik asli maupun replika yang dimiliki museum yang dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang.
"Kami ada 215-an koleksi, tapi ada yang replika, kami juga sudah bikin yang asli, pindahan Watugede, Nyinyit dijadikan masterpiece dari Museum Singhasari," ucap Yossi.
Yossi menerangkan, dua arca asli Mahesa Suramadu dan Durga ini diperkirakan sebagai masa Kerajaan Singasari. Namun pihaknya bakal mengkaji lagi secara keilmuan arkeologis dan kesejarahan di tahun 2022 terkait dua arca yang dimiliki Museum Singhasari.
"Gaya pahatnya menyerupai Singasari meskipun banyak aus masalahnya di situ. Ketika arca itu banyak aus, maka ciri khasnya akan semakin hilang, kalau dari arca durga di Nyinyit itu pertama dari letak penemuan jauh dari candi Singasari. (Kalau Arca Durga) tapi kalau dari gaya pahat, kami meyakini bahwa Arca Durga itu satu era dengan Singasari," paparnya.
Selain arca, Yossi menjelaskan ada sejumlah benda - benda berupa keris hingga tombak kuno. Keris-keris dan tombak ini diidentifikasikan peninggalan masa Singasari hingga Majapahit, berdasarkan gaya dan ciri khas kerisnya.
"Yang jelas kami punya dari Kerajaan Singasari, Majapahit kami punya, ada keris satu yang ada ukiran-ukiran tembusan itu yang belum tahu dari tahun kapan. Keris di Museum Singhasari ini ada beberapa tangguh, tangguh itu gaya keris, ada yang Tuban, ada yang Singasarian, ada yang dari Sumenep," paparnya.
Beberapa keris kuno yang ada di ruang empat juga konon mempunyai kesaktian dan energi. Keris itu merupakan pemberian seseorang dari Surabaya, yang sengaja menitipkan dan menyimpannya di museum, karena takut disalahgunakan oleh keturunannya.
"Tidak ada lagi yang merawat, kedua pemilik keris ini takut kalau keturunannya ngaji pada barang yang salah, anggap punya energi maka dimintai rezeki, dimintai jodoh kan keliru," ujarnya.
Dari sekian koleksi keris yang ada, satu keris disebut Yossi begitu dijaga sekali oleh pihak museum. Keris Natah Emas ini yang disimpan di museum ini, konon memiliki tuah untuk pesugihan dan memperlancar rezeki.
"Kami juga punya keris natah emas, yang jadi koleksi kami paling kami jaga, karena keris ini menurut banyak sangat bertuah. Dapat membantu usaha manusia, keris ini kami sebut keris Omyang Jimbe. Keris beruang karena bisa dimanfaatkan untuk kepentingan mendapat uang," ujarnya.
Menurutnya, selama berada di museum, keris - keris itu tidak pernah menimbulkan kejadian yang janggal. Bahkan beberapa pengakuan pekerja juga tak mendapati kejadian janggal dari energi dari keris - keris kuno yang ada.
"Di museum kami benda-benda pusaka tidak pernah ada masalah apa-apa, aman-aman saja, bahkan saat pegangan anak SD juga nggak apa-apa. Jadi jangan kami memberikan pemahaman, benda-benda sejarah ini bukan mistis, ini edukasi pendidikan, logis," terangnya.
Dirinya menambahkan, penjelasan logis dan sesuai keilmuan diperlukan untuk menepis anggapan keris-keris ini memiliki penunggu jin. Mengingat keris juga merupakan sebuah mahakarya yang dibuat sedemikian rupa.
"Keris pemikiran orang-orang saat ini pasti ada jinnya. Kan kami di museum ini mencoba melihat sebagai sebuah mahakarya, itu karya. Kenapa keris ini bisa ditaruh di lemari bisa goyang-goyang. Karena itu mahakarya, berdiri karena dia senter seimbang bikinnya, bisa goyang-goyang karena dia magnetis, tanpa lipat itu jadi magnet. Memberikan penjelasan secara rasional," paparnya.
Sayang dari beberapa keris yang ada di Museum Singhasari, pihak Museum tidak memiliki ahli perkerisan dan belum melakukan penelitian lebih lanjut. Namun pihaknya berencana untuk melakukan kajian keilmuan mulai dari sisi arkeologis hingga kesejarahan.
"Kami punya dari Kerajaan Singasari, Majapahit kami punya, ada keris satu yang ada ukiran-ukiran tembusan itu yang belum tahu dari tahun kapan. Kelihatan kalau keris baru, keris lama kelihatan. Dari pori-pori batunya, dari bentuknya," tuturnya.
Museum ini baru berdiri pada 2015 seiring munculnya temuan-temuan benda bersejarah di wilayah Kabupaten Malang.
Berlokasi di Perumahan Singhasari Residence Klampok, Desa Klampok, Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, lokasinya berada cukup strategis di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singhasari, yang menjadi salah satu pusat perekonomian prioritas.
Memasuki area museum dua replika arca Prajnaparamita merupakan perwujudan dari Ken Dedes dan arca Hari Hara perwujudan Ken Arok, yang ada di halaman museum. Museum ini memiliki empat ruang pamer benda-benda koleksi bersejarah arkeologis.
Di ruang pertama dan kedua koleksi replika benda-benda bersejarah. Di ruang tiga dan empat, beberapa benda bersejarah mulai topeng wayang khas Malang, hingga keris milik Gubernur Jawa Timur kedelapan Soenandar Prijosoedarmo.
Replika suasana Kerajaan Singasari dan segala dinamikanya juga menjadi suguhan yang bisa dipelajari di sini. Para pengunjung dapat mendengarkan cerita dari pemandu museum yang menjelaskan mengenai dinamika kehidupan kerajaan saat itu.
Tak hanya itu sebuah Arca Mahesa Suramadu dan Durga yang ditemukan di Situs Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Keris-keris dan tombak-tombak kuno juga terdapat di ruang pameran empat dari museum.
Pamong Budaya Ahli Muda Museum Singhasari Yossi Indra Hardyanto mengungkapkan, beragam koleksi memang benda arkeologis memang menjadi suguhan dari Museum Singhasari yang diresmikan operasionalnya pada 20 Mei 2015.
Total ada sekitar 215 koleksi benda bersejarah, baik asli maupun replika yang dimiliki museum yang dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang.
"Kami ada 215-an koleksi, tapi ada yang replika, kami juga sudah bikin yang asli, pindahan Watugede, Nyinyit dijadikan masterpiece dari Museum Singhasari," ucap Yossi.
Yossi menerangkan, dua arca asli Mahesa Suramadu dan Durga ini diperkirakan sebagai masa Kerajaan Singasari. Namun pihaknya bakal mengkaji lagi secara keilmuan arkeologis dan kesejarahan di tahun 2022 terkait dua arca yang dimiliki Museum Singhasari.
"Gaya pahatnya menyerupai Singasari meskipun banyak aus masalahnya di situ. Ketika arca itu banyak aus, maka ciri khasnya akan semakin hilang, kalau dari arca durga di Nyinyit itu pertama dari letak penemuan jauh dari candi Singasari. (Kalau Arca Durga) tapi kalau dari gaya pahat, kami meyakini bahwa Arca Durga itu satu era dengan Singasari," paparnya.
Selain arca, Yossi menjelaskan ada sejumlah benda - benda berupa keris hingga tombak kuno. Keris-keris dan tombak ini diidentifikasikan peninggalan masa Singasari hingga Majapahit, berdasarkan gaya dan ciri khas kerisnya.
"Yang jelas kami punya dari Kerajaan Singasari, Majapahit kami punya, ada keris satu yang ada ukiran-ukiran tembusan itu yang belum tahu dari tahun kapan. Keris di Museum Singhasari ini ada beberapa tangguh, tangguh itu gaya keris, ada yang Tuban, ada yang Singasarian, ada yang dari Sumenep," paparnya.
Beberapa keris kuno yang ada di ruang empat juga konon mempunyai kesaktian dan energi. Keris itu merupakan pemberian seseorang dari Surabaya, yang sengaja menitipkan dan menyimpannya di museum, karena takut disalahgunakan oleh keturunannya.
"Tidak ada lagi yang merawat, kedua pemilik keris ini takut kalau keturunannya ngaji pada barang yang salah, anggap punya energi maka dimintai rezeki, dimintai jodoh kan keliru," ujarnya.
Dari sekian koleksi keris yang ada, satu keris disebut Yossi begitu dijaga sekali oleh pihak museum. Keris Natah Emas ini yang disimpan di museum ini, konon memiliki tuah untuk pesugihan dan memperlancar rezeki.
"Kami juga punya keris natah emas, yang jadi koleksi kami paling kami jaga, karena keris ini menurut banyak sangat bertuah. Dapat membantu usaha manusia, keris ini kami sebut keris Omyang Jimbe. Keris beruang karena bisa dimanfaatkan untuk kepentingan mendapat uang," ujarnya.
Menurutnya, selama berada di museum, keris - keris itu tidak pernah menimbulkan kejadian yang janggal. Bahkan beberapa pengakuan pekerja juga tak mendapati kejadian janggal dari energi dari keris - keris kuno yang ada.
"Di museum kami benda-benda pusaka tidak pernah ada masalah apa-apa, aman-aman saja, bahkan saat pegangan anak SD juga nggak apa-apa. Jadi jangan kami memberikan pemahaman, benda-benda sejarah ini bukan mistis, ini edukasi pendidikan, logis," terangnya.
Dirinya menambahkan, penjelasan logis dan sesuai keilmuan diperlukan untuk menepis anggapan keris-keris ini memiliki penunggu jin. Mengingat keris juga merupakan sebuah mahakarya yang dibuat sedemikian rupa.
"Keris pemikiran orang-orang saat ini pasti ada jinnya. Kan kami di museum ini mencoba melihat sebagai sebuah mahakarya, itu karya. Kenapa keris ini bisa ditaruh di lemari bisa goyang-goyang. Karena itu mahakarya, berdiri karena dia senter seimbang bikinnya, bisa goyang-goyang karena dia magnetis, tanpa lipat itu jadi magnet. Memberikan penjelasan secara rasional," paparnya.
Sayang dari beberapa keris yang ada di Museum Singhasari, pihak Museum tidak memiliki ahli perkerisan dan belum melakukan penelitian lebih lanjut. Namun pihaknya berencana untuk melakukan kajian keilmuan mulai dari sisi arkeologis hingga kesejarahan.
"Kami punya dari Kerajaan Singasari, Majapahit kami punya, ada keris satu yang ada ukiran-ukiran tembusan itu yang belum tahu dari tahun kapan. Kelihatan kalau keris baru, keris lama kelihatan. Dari pori-pori batunya, dari bentuknya," tuturnya.
(shf)