Jejak Sejarah dan Profil Pondok Pesantren Annuqayah yang Dikunjungi Mahfud MD saat Pulang ke Madura
loading...
A
A
A
SUMENEP - Putra terbaik Madura, Mahfud MD mengunjungi kampung halaman setelah ditetapkan sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, pada Sabtu (18/11/2023).
Kunjungan istimewa Mahfud ini menjadi sorotan karena mencatatkan momen pertama sejak penetapannya sebagai Cawapres nomor urut tiga berpasangan dengan Capres Ganjar Pranowo.
Warga Madura, dari berbagai kabupaten menyambut Mahfud dengan sukacita di ujung Jembatan Suramadu Surabaya.
Dalam atmosfer kegembiraan, Mahfud MD menyampaikan pesan perdamaian dan dorongan untuk mendukung jalannya demokrasi di tanah air.
"Saya titip pesan dijaga Madura, salam demokrasi," seru Mahfud MD di atas mobil pada Sabtu (18/11/2023).
Dalam perjalanan pulangnya, Mahfud MD tidak hanya mengunjungi kabupaten-kabupaten di Madura, tetapi juga menemui jejak sejarah yang memikat hati, Pondok Pesantren Annuqayah.
Sebagai salah satu pesantren tertua di Madura, Annuqayah bukan sekadar tempat pendidikan agama, tetapi juga simbol kearifan lokal dan cagar budaya.
Didirikan pada tahun 1887 oleh Kiai Moh. Syarqawi, pesantren ini telah melahirkan banyak ulama, birokrat, penulis, sastrawan, dan aktivis sosial. Berikut ini adalah sejarah dan profil Pondok Pesantren Annuqayah.
Pondok Pesantren Annuqayah, didirikan pada tahun 1887, telah menjadi tempat bersejarah yang melahirkan banyak ulama, birokrat, penulis, sastrawan, dan aktivis sosial.
Terletak di Desa Guluk-guluk, Kecamatan Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, pesantren ini memiliki arti khusus dalam perjalanan spiritual dan intelektual Mahfud MD
Nama "Annuqayah" berasal dari sistem klasikal pesantren, diperkenalkan sekitar tahun 1933, yang diambil dari sebuah kitab karangan Assuyuthi yang berisi 14 cabang ilmu pengetahuan.
Selain itu, "Annuqayah" juga memiliki makna "bersih," menggambarkan harapan agar santri Annuqayah tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga menjaga kebersihan hati.
Terletak di daerah dengan tanah yang sulit, pesantren ini diinisiasi oleh Kiai Moh. Syarqawi, seorang ulama yang memiliki perjalanan pendidikan yang panjang, termasuk di Makkah.
Pesantren ini terus berkembang di bawah kepemimpinan Kiai Syarqawi dan kemudian putranya, Kiai Bukhari, membentuk hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat sekitar seiring berjalannya waktu.
Pada tahun 1917, KH Moh Ilyas kembali ke Guluk-Guluk untuk melanjutkan perjuangan ayahnya setelah menimba ilmu di berbagai pesantren dan tinggal di Mekah.
Pada masa kepemimpinan Kiai Ilyas, Annuqayah mengalami banyak perkembangan dalam pendekatan masyarakat, sistem pendidikan, dan hubungan dengan pemerintah.
Annuqayah menjadi pionir dalam pembentukan "federasi pesantren" ketika daerah Lubangsa yang didirikan oleh Kiai Syarqawi tidak mampu menampung santri yang semakin bertambah.
Inisiatif ini memicu pendirian pesantren-pesantren baru seperti Latee, yang kini menjadi bagian dari pesantren federasi Annuqayah. Hingga kini, Annuqayah menampung lebih dari 6.000 santri dari berbagai jenjang pendidikan.
Setelah meninggalnya Kiai Ilyas pada 1959, kepemimpinan di Annuqayah diambil alih oleh kolektif para kiai sepuh generasi ketiga.
Di bawah pimpinan KH Moh Amir Ilyas dan dilanjutkan oleh KH Ahmad Basyir AS, pesantren ini tidak hanya dikenal sebagai pusat pendidikan Islam tetapi juga sebagai lembaga yang sangat peduli terhadap lingkungan.
Pada tahun 1981, Presiden Soeharto mengakui kontribusi Annuqayah dalam pelestarian lingkungan dengan menganugerahi hadiah Kalpataru.
Sebagai destinasi penting dalam perjalanan Mahfud MD, Pondok Pesantren Annuqayah terus menjadi simbol keberlanjutan tradisi pendidikan dan keagamaan di Pulau Madura.
Kunjungan istimewa Mahfud ini menjadi sorotan karena mencatatkan momen pertama sejak penetapannya sebagai Cawapres nomor urut tiga berpasangan dengan Capres Ganjar Pranowo.
Warga Madura, dari berbagai kabupaten menyambut Mahfud dengan sukacita di ujung Jembatan Suramadu Surabaya.
Dalam atmosfer kegembiraan, Mahfud MD menyampaikan pesan perdamaian dan dorongan untuk mendukung jalannya demokrasi di tanah air.
"Saya titip pesan dijaga Madura, salam demokrasi," seru Mahfud MD di atas mobil pada Sabtu (18/11/2023).
Dalam perjalanan pulangnya, Mahfud MD tidak hanya mengunjungi kabupaten-kabupaten di Madura, tetapi juga menemui jejak sejarah yang memikat hati, Pondok Pesantren Annuqayah.
Sebagai salah satu pesantren tertua di Madura, Annuqayah bukan sekadar tempat pendidikan agama, tetapi juga simbol kearifan lokal dan cagar budaya.
Didirikan pada tahun 1887 oleh Kiai Moh. Syarqawi, pesantren ini telah melahirkan banyak ulama, birokrat, penulis, sastrawan, dan aktivis sosial. Berikut ini adalah sejarah dan profil Pondok Pesantren Annuqayah.
Tempat Bersejarah dan Pendidikan Unggulan
Pondok Pesantren Annuqayah, didirikan pada tahun 1887, telah menjadi tempat bersejarah yang melahirkan banyak ulama, birokrat, penulis, sastrawan, dan aktivis sosial.
Terletak di Desa Guluk-guluk, Kecamatan Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, pesantren ini memiliki arti khusus dalam perjalanan spiritual dan intelektual Mahfud MD
Nama "Annuqayah" berasal dari sistem klasikal pesantren, diperkenalkan sekitar tahun 1933, yang diambil dari sebuah kitab karangan Assuyuthi yang berisi 14 cabang ilmu pengetahuan.
Selain itu, "Annuqayah" juga memiliki makna "bersih," menggambarkan harapan agar santri Annuqayah tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga menjaga kebersihan hati.
Terletak di daerah dengan tanah yang sulit, pesantren ini diinisiasi oleh Kiai Moh. Syarqawi, seorang ulama yang memiliki perjalanan pendidikan yang panjang, termasuk di Makkah.
Pesantren ini terus berkembang di bawah kepemimpinan Kiai Syarqawi dan kemudian putranya, Kiai Bukhari, membentuk hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat sekitar seiring berjalannya waktu.
Pada tahun 1917, KH Moh Ilyas kembali ke Guluk-Guluk untuk melanjutkan perjuangan ayahnya setelah menimba ilmu di berbagai pesantren dan tinggal di Mekah.
Pada masa kepemimpinan Kiai Ilyas, Annuqayah mengalami banyak perkembangan dalam pendekatan masyarakat, sistem pendidikan, dan hubungan dengan pemerintah.
Federasi Pesantren dan Pemeliharaan Lingkungan
Annuqayah menjadi pionir dalam pembentukan "federasi pesantren" ketika daerah Lubangsa yang didirikan oleh Kiai Syarqawi tidak mampu menampung santri yang semakin bertambah.
Inisiatif ini memicu pendirian pesantren-pesantren baru seperti Latee, yang kini menjadi bagian dari pesantren federasi Annuqayah. Hingga kini, Annuqayah menampung lebih dari 6.000 santri dari berbagai jenjang pendidikan.
Setelah meninggalnya Kiai Ilyas pada 1959, kepemimpinan di Annuqayah diambil alih oleh kolektif para kiai sepuh generasi ketiga.
Di bawah pimpinan KH Moh Amir Ilyas dan dilanjutkan oleh KH Ahmad Basyir AS, pesantren ini tidak hanya dikenal sebagai pusat pendidikan Islam tetapi juga sebagai lembaga yang sangat peduli terhadap lingkungan.
Pada tahun 1981, Presiden Soeharto mengakui kontribusi Annuqayah dalam pelestarian lingkungan dengan menganugerahi hadiah Kalpataru.
Sebagai destinasi penting dalam perjalanan Mahfud MD, Pondok Pesantren Annuqayah terus menjadi simbol keberlanjutan tradisi pendidikan dan keagamaan di Pulau Madura.
(shf)