Siswi SMP di Luwu Digilir 21 Orang, Reza Indragiri: Ini Bejat

Selasa, 24 Oktober 2017 - 15:26 WIB
Siswi SMP di Luwu Digilir 21 Orang, Reza Indragiri: Ini Bejat
Siswi SMP di Luwu Digilir 21 Orang, Reza Indragiri: Ini Bejat
A A A
JAKARTA - Kasus pemerkosaan yang dilakukan 21 orang terhadap SN (13), seorang siswi SMP di Luwu, Sulawesi Selatan, mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk pengurus Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel. Dia mendesak UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) direvisi.

Menurut Reza, apa yang dilakukan oleh 21 orang tersebut adalah tindakan bejat. "Tapi apa boleh buat, sekeji apa pun para pelaku, karena kita kadung punya UU Sistem Peradilan Pidana Anak, kita tampaknya harus siap menerima kenyataan bahwa kelak pelaku yang diperkirakan masih berusia kanak-kanak itu tidak akan mendapat hukuman seberat yang publik angankan," ujar Reza, Selasa (24/10/2017).

Menurut Reza, andai kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa sebagaimana kata Presiden Jokowi, andai Indonesia berada dalam situasi darurat sepertt kata KPAI era lalu, andai semakin lama semakin banyak anak yang melakukan 'kejahatan' dengan bobot bukan alang-kepalang, maka bukankah sudah seharusnya UU SPPA kita revisi besar-besaran.

"Jangan ragu. Sejumlah negara maju juga merevisi juvenile justice system mereka, sebagai respons atas tiga andai tadi. Inti revisi: anak-anak yang melakukan terorisme, pembunuhan, perkosaan, dan penculikan mendapat perlakuan laiknya pelaku dewasa," katanya.

Reza juga menyebut perlu diwaspadai beberapa celah peringan. Pertama, hasil riset bahwa terjadi perlambatan kematangan pada bagin otak yang mengelola pengambilan keputusan. Kedua, terpaksa ikut memerkosa karena tekanan kelompok. Ketiga, bagaimana korban bisa mengingat jumlah pemerkosanya dalam kondisi trauma hebat. Keempat, perbedaan perkembangan seksualitas antara usia pra-puber dan pasca-puber walau sama-sama berada pada rentang kanak-kanak.

"Sekarang, mari kita pikirkan nasib korban. UU Perlindungan Anak menyatakan, anak-korban berhak mendapat restitusi (ganti rugi dari pelaku) dan rehabilitasi. Persoalannya, berapa besaran restitusi bagi korban tersebut? Bagaimana jika para pelaku tidak sanggup membayarnya? Akankah negara mengambil alih tanggung jawab itu menjadi kompensasi bagi korban? Juga, dengan pencederaan fisik dan psikis sedemikian parah, sudah sepantasnya korban memperoleh rehabilitasi sepanjang hayat," katanya.

Minggu (22/10/2017), aparat kepolisian Polres Luwu, Sulawesi Selatan meringkus 14 dari 21 orang pelaku pemerkosaan terhadap SN, seorang siswi SMP di Kabupaten Luwu. Dari 14 orang pelaku yang ditangkap, tujuh di antaranya masih di bawah umur.

Kasus pemerkosaan ini bermula setelah para pelaku sedang dalam pengaruh miras tiba-tiba melihat siswi SMP tersebut melintas dan langsung memanggil korbannya kemudian digilir secara bergantian oleh para pelaku. Setelah melakukan pemerkosaan, para pelaku menceritakan hal tersebut kepada kelompok lainnya. Kelompok lainnya tersebut juga ikut melakukan hal yang sama kepada korbannya.

Bahkan, dari 14 pelaku yang ditangkap, sejumlah pelaku memerkosa korbannya lebih dari satu kali. Peristiwa itu terjadi pada Juni 2017. Namun, baru dilaporkan ke polisi pada 10 Oktober 2017.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4768 seconds (0.1#10.140)