Momen Bung Tomo Bikin Terpojok Tentara Inggris usai Penyerbuan Penjara Kalisosok
loading...
A
A
A
SURABAYA - Suhu keamanan di Surabaya meningkat usai kedatangan kembali tentara Inggris dan sekutunya. Mereka tiba di Surabaya sebulan usai proklamasi kemerdekaan dengan utusan bernama Laksamana Pertama Paterson, yang notabene Pimpinan Angkatan Laut Sekutu di Asia Tenggara.
Gelombang pertama tentara sekutu tiba dipimpin Kolonel P.J.G Huijer perwira berkebangsaan Belanda yang datang di Surabaya pertama kali pada tanggal 23 September. Tak berselang lama setelah tentara Inggris mendarat, dua perwira staf Mallaby menemui Gubernur Soerjo.
Dua orang perwira staf Mallaby bermaksud untuk mengajak Gubernur Soerjo dan seorang wakil BKR untuk berunding dengan Mallaby. Tetapi undangan itu ditolak oleh Gubernur Soerjo dengan alasan ia harus memimpin rapat.
Hal itu sebagaimana dinukil dari buku “Bung Tomo Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November,” karya Abdul Waid.
Tetapi kemudian Gubernur Soerjo memutuskan untuk mengirim Moestopo pimpinan Badan Keamanan Rakyat (BKR) untuk berunding dengan pihak Inggris, dan bertindak atas nama pemerintah Jawa Timur.
Sejumlah pejuang seperti dr. Soegiri, pejuang Surabaya, Moh. Jasin pimpinan polisi istimewa, serta Bung Tomo, belum menghasilkan kesepakatan. Bung Tomo adalah orang yang paling menolak seluruh keinginan Jenderal Mallaby.
Dia menganggap ada misi terselubung kedatangan tentara Inggris di Surabaya. Namun di perundingan kedua pada 26 Oktober 1945, terjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia yang diwakili Residen Sudirman,.
Ketua KNI Doel Arnowo, Wali Kota Surabaya Radjiman Nasution, dan HR Mohammad Mangundiprojo dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan Inggris. Kedua kubu membentuk Kontact Bureau antara Indonesia dengan tentara Sekutu.
Gelombang pertama tentara sekutu tiba dipimpin Kolonel P.J.G Huijer perwira berkebangsaan Belanda yang datang di Surabaya pertama kali pada tanggal 23 September. Tak berselang lama setelah tentara Inggris mendarat, dua perwira staf Mallaby menemui Gubernur Soerjo.
Dua orang perwira staf Mallaby bermaksud untuk mengajak Gubernur Soerjo dan seorang wakil BKR untuk berunding dengan Mallaby. Tetapi undangan itu ditolak oleh Gubernur Soerjo dengan alasan ia harus memimpin rapat.
Hal itu sebagaimana dinukil dari buku “Bung Tomo Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November,” karya Abdul Waid.
Tetapi kemudian Gubernur Soerjo memutuskan untuk mengirim Moestopo pimpinan Badan Keamanan Rakyat (BKR) untuk berunding dengan pihak Inggris, dan bertindak atas nama pemerintah Jawa Timur.
Sejumlah pejuang seperti dr. Soegiri, pejuang Surabaya, Moh. Jasin pimpinan polisi istimewa, serta Bung Tomo, belum menghasilkan kesepakatan. Bung Tomo adalah orang yang paling menolak seluruh keinginan Jenderal Mallaby.
Dia menganggap ada misi terselubung kedatangan tentara Inggris di Surabaya. Namun di perundingan kedua pada 26 Oktober 1945, terjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia yang diwakili Residen Sudirman,.
Ketua KNI Doel Arnowo, Wali Kota Surabaya Radjiman Nasution, dan HR Mohammad Mangundiprojo dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan Inggris. Kedua kubu membentuk Kontact Bureau antara Indonesia dengan tentara Sekutu.