Tolak Pengkhianat Konstitusi, Masyarakat Adat Jabar Gelar Ritual di Kaki Gunung Manglayang
loading...
A
A
A
BANDUNG - Kelompok masyarakat adat di Jawa Barat menggelar aksi ritual sebagai bentuk simbolisasi penolakan terhadap kebijakan pemerintah saat ini.
Aksi ritual berupa pertunjukan Tarawangsa ini digelar masyarakat adat Jabar di kawasan kaki Gunung Manglayang, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Senin (6/11/2023).
Dalam pertunjukan bertajuk "Tarawangsa: Simfoni Kedaulatan Konstitusi di Pegunungan Sunda" ini, ada beberapa adegan yang diperagakan para penari.
Di antaranya tarian Tarawangsa, tarian Nasionalisme, tarian Konstitusi, hingga tarian Pengkhianatan. Para penampil juga terlihat membawa sejumlah poster bergambar para pahlawan nasional serta sebuah keranda mayat.
Perwakilan Masyarakat Adat Jabar yang juga Ketua Masyarakat Adat Sanaga Kabupaten Tasikmalaya, Jajang Sanaga mengatakan, pertunjukan ini sebagai bentuk protes masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang diputuskan pemerintah.
"Kami datang semua jauh-jauh untuk memberikan sebuah pemahaman dan pemikiran bangsa ini sedang sakit, pemimpin kita sedang sakit keras, kami sebagai warga masyarakat di paling bawah yaitu masyarakat adat yang ada di tanah Jawa Barat merasa terpanggil yaitu untuk menengok pemerintah yang sedang sakit," kata Jajang.
"MK (Mahkamah Konstitusi) telah dikhianati, demokrasi telah diperkosa. Kami sebagai regenarasi dan sebagai yang diwarisi cikal bakal Tanah Pasundan ini tidak ikhlas dan tidak ingin menerima seorang pengkhianat bagi bangsa ini," tambahnya.
Sebagai akar rumput, kata Jajang, masyarakat adat bersama para kesepuhan dari Jawa Tengah sampai Banten bersepakat untuk tidak menerima seorang pengkhianat konstitusi.
"Dengan perkumpulan para kesepuhan yang telah mewakili dari Jawa Tengah sampai Banten sekarang sudah berkumpul dan kami sudah sepakat memberikan keputusan untuk tidak menerima seorang pengkhianat," tegasnya.
Salah satu adegan dalam pertunjukan Tarawangsa ini, para pemeran membakar sebuah keranda. Menurut Jajang, hal itu merupakan simbol atas matinya ruh bangsa Indonesia ini.
"Simbol keranda itu seolah-olah untuk tempat orang yang telah meninggal. Jadi negara ini masih hidup tapi secara rohnya telah mati, jadi inilah yang mungkin menjadi arena nengok masyarakat adat," ungkapnya.
"Jadi masyarakat adat hanya bisa berdoa kepada Allah untuk bisa menyelamatkan negeri ini, semoga taufik dan hidayahnya bisa secepatnya untuk kesembuhan negara ini," sambungnya.
Jajang mengungkapkan, pesan moral dari pertunjukan ini adalah pentingnya nasionalisme, kecintaaan kepada Tanah Air, hukum, dan konstitusi dalam menjaga kedaulatan negara.
"Jadi kami telah memberikan tenaga, pikiran untuk sejahteranya kampung halaman. Kalau kampung halaman kami sebagai wujud Indonesia merasa belum aman, belum nyaman, ini bukan Indonesia," tandasnya.
Aksi ritual berupa pertunjukan Tarawangsa ini digelar masyarakat adat Jabar di kawasan kaki Gunung Manglayang, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Senin (6/11/2023).
Dalam pertunjukan bertajuk "Tarawangsa: Simfoni Kedaulatan Konstitusi di Pegunungan Sunda" ini, ada beberapa adegan yang diperagakan para penari.
Di antaranya tarian Tarawangsa, tarian Nasionalisme, tarian Konstitusi, hingga tarian Pengkhianatan. Para penampil juga terlihat membawa sejumlah poster bergambar para pahlawan nasional serta sebuah keranda mayat.
Perwakilan Masyarakat Adat Jabar yang juga Ketua Masyarakat Adat Sanaga Kabupaten Tasikmalaya, Jajang Sanaga mengatakan, pertunjukan ini sebagai bentuk protes masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang diputuskan pemerintah.
"Kami datang semua jauh-jauh untuk memberikan sebuah pemahaman dan pemikiran bangsa ini sedang sakit, pemimpin kita sedang sakit keras, kami sebagai warga masyarakat di paling bawah yaitu masyarakat adat yang ada di tanah Jawa Barat merasa terpanggil yaitu untuk menengok pemerintah yang sedang sakit," kata Jajang.
"MK (Mahkamah Konstitusi) telah dikhianati, demokrasi telah diperkosa. Kami sebagai regenarasi dan sebagai yang diwarisi cikal bakal Tanah Pasundan ini tidak ikhlas dan tidak ingin menerima seorang pengkhianat bagi bangsa ini," tambahnya.
Sebagai akar rumput, kata Jajang, masyarakat adat bersama para kesepuhan dari Jawa Tengah sampai Banten bersepakat untuk tidak menerima seorang pengkhianat konstitusi.
"Dengan perkumpulan para kesepuhan yang telah mewakili dari Jawa Tengah sampai Banten sekarang sudah berkumpul dan kami sudah sepakat memberikan keputusan untuk tidak menerima seorang pengkhianat," tegasnya.
Salah satu adegan dalam pertunjukan Tarawangsa ini, para pemeran membakar sebuah keranda. Menurut Jajang, hal itu merupakan simbol atas matinya ruh bangsa Indonesia ini.
"Simbol keranda itu seolah-olah untuk tempat orang yang telah meninggal. Jadi negara ini masih hidup tapi secara rohnya telah mati, jadi inilah yang mungkin menjadi arena nengok masyarakat adat," ungkapnya.
"Jadi masyarakat adat hanya bisa berdoa kepada Allah untuk bisa menyelamatkan negeri ini, semoga taufik dan hidayahnya bisa secepatnya untuk kesembuhan negara ini," sambungnya.
Jajang mengungkapkan, pesan moral dari pertunjukan ini adalah pentingnya nasionalisme, kecintaaan kepada Tanah Air, hukum, dan konstitusi dalam menjaga kedaulatan negara.
"Jadi kami telah memberikan tenaga, pikiran untuk sejahteranya kampung halaman. Kalau kampung halaman kami sebagai wujud Indonesia merasa belum aman, belum nyaman, ini bukan Indonesia," tandasnya.
(shf)