Gunung Penanggungan, Saksi Bisu Penanda Perang Bubat Pasukan Majapahit dan Sunda

Sabtu, 04 November 2023 - 06:13 WIB
loading...
Gunung Penanggungan,...
Perang Bubat peperangan Kerajaan Majapahit dan Sunda dengan penanda lokasi Gunung Penanggungan. Foto/Istimewa
A A A
MOJOKERTO - Lapangan Bubat konon menjadi arena medan pertempuran antara pasukan Majapahit dan Sunda. Pertempuran ini diakibatkan adanya keinginan dari Mahapatih Majapahit Gajah Mada yang meminta Sunda tunduk sebagai wilayah di bawah naungan Kerajaan Majapahit.

Hal itu terjadi ketika prosesi pernikahan putri Raja Sunda bernama Dyah Pitaloka Citraresmi. Alhasil berkat manuvernya yang gagal berujung perang hingga tewasnya seluruh rombongan pengantin asal Sunda.

Gajah Mada pun menerima konsekuensi dan dianggap biang kerok kegagalan pernikahan Raja Hayam Wuruk dengan putri cantik asal Sunda. Kakawin Negarakretagama mendeskripsikan gubahan Mpu Prapanca mendeskripsikan detail lokasi Lapangan Bubat.



Konon perang antara pengantin Sunda dengan pasukan Bhayangkara berada di sebuah padang rumput di sebelah utara kediaman kerajaan yang digunakan untuk acara olahraga tahunan.Namun dalam Kidung Sunda, informasi dari Kakawin Negarakertagama ditentang.

Sebab menurut naskah tersebut, Bubat merupakan pelabuhan sungai dari ibu kota Majapahit.

Sehingga Bubat merupakan tempat bertemunya para pedagang, yang tengah berniaga di Majapahit, dikutip dari “Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit” tulisan Sri Wintala Achmad.

Nigel Bullough, seorang naturalis asal Inggris yang berganti nama menjadi Hadi Sidomulya, dalam Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca menyebut, Bubat berada di selatan Kali Brantas.



Dimana kemungkinan besar berada di Desa Tempuran, dahulu terletak 10 kilometer di sebelah utara Majapahit dan sekitar 8 kilometer barat daya pelabuhan di Canggu.

Sumber lain menyebut, Buat terletak di Desa Trowulan, Mojokerto. Tempat tersebut difungsikan oleh Gajah Mada untuk mengatur pasukan Majapahit. Tempat tersebut semula digunakan untuk pelaksanaan upacara Sradah dimana raja Majapahit dan raja bawahan berkumpul.

Bubat dijadikan tempat diselenggarakannya hiburan rakyat selama sebulan. Kebenaran pendapat ini didukung oleh J. Noorduyn yang mengacu pada Kakawin Negarakertagama. Keberadaan Bubat, bukan sebagai tempat fiktif juga dikuatkan oleh Catatan Perjalanan Bujangga Manik.

Selanjutnya simak perjalanan Bujangga Manik yang pernah singgah di Bubat. Disebutkan dalam catatan perjalanan itu, diketahui Bujangga Manik mengunjungi ibu kota Kerajaan Majapahit.



Lapangan Bubat yang disebutnya menjadi petunjuk kuat keberadaan dirinya sesudah melewati empat daerah selepas dari Kali Brantas. Selepas Jombang, ia berjalan ke timur hingga mencapai Trowulan, di sana ia tinggal di Bubat.

Dari Bubat, Bujangga Manik ini berjalan menuju Manguntur. Di wilayah kotaraja Majapahit, ia mencatat nama - nama Darma Anar, Karang Kajraman, Karang Jaka, dan Palintahan.

Dari nama - nama itu, hanya Palintahan yang memiliki petunjuk sebagai Plintahan, nama wilayah di tenggara Gunung Penanggungan atau sering disebut pawitra.

Meski masih misterius mengenai lokasi Bubat, wilayah ini memang benar-benar ada dan merupakan wilayah di Majapahit. Pendapat itu berdasarkan pada Kakawin Negarakertagama dan catatan perjalanan Bujangga Manik yang dapat dipercaya.

Namun apakah Bubat yang dimaksud ini adalah tempat pertempuran pasukan Majapahit melawan rombongan pengantin dari Kerajaan Sunda, pertanyaan ini masih menjadi perdebatan di kalangan para sejarawan
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1983 seconds (0.1#10.140)