Tidak Salah Ibu-Ibu Komunitas Cari Penghasilan
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kebebasan perempuan termasuk kaum ibu dalam berkreasi, membentuk komunitas untuk berbagi informasi, bahkan mencari penghasilan melalui aktifitas di sosial media harus didukung.
"Tidak boleh dihalangi selama aktivitas itu tidak melanggar hukum," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada SINDOnews, Rabu (5/8/2020). (Baca juga: Komnas Perempuan mendesak Tiga RUU Segera Disahkan )
Yeni - panggilan akrab Andy Yentriyani - mengatakan, komunitas pada saat banyak masyarakat yang ekonominya terpuruk akibat dampak pandemi COVID-19, banyak perempuan berpikir secara ekonomis. Kaum perempuan, termasuk para ibu juga dituntut untuk bisa membantu ekonomi keluarga, apalagi bila suami-suami mereka tidak lagi berpenghasilan karena terkena PHK. (Baca juga: Perempuan Aceh Motor Penggerak UMKM Kreatif Aceh )
Salah satu cara yang bisa dilakukan para ibu ini agar bisa cepat berkembang adalah dengan bergabung dalam suatu komunitas yang bisa berkolaborasi dalam upaya menambah penghasilan. Beberapa komunitas ini didukung oleh perusahaan tertentu seperti Komunitas Parenting Bli Bli, Komunitas Kumparan Moms, Dancow Inpiring Moms (Nestle-Dancow), Komunitas GOSIP (GoPay dan Alfamart), Mombasador (SGM Eksplor-Sarihusada), IM3 Ooredoo Squad (Indosat).
Mereka memanfaatkan komunitas ini untuk berbagi informasi dan membangun jaringan yang memungkinkan mereka menambah pengetahuan, ketrampilan maupun berkolaborasi antar mereka.
Contohnya seorang ibu tukang kue. Di dalam komunitas, ibu ini bisa saja bertemu dengan orang yang bisa diajak untuk berpartner, yang memungkinkan rekanannya itu memesan kue-kuenya dalam jumlah besar. Misalnya seseorang yang memiliki bisnis di bidang event organizer (EO). Ketika ada klien dari perusahaan EO itu yang ingin memesan kue, dia bisa langsung menghubungi ibu ini. Itu hanyalah satu contoh.
Menurut Andy Yentriyani, hal terpenting harus diperhatikan dalam sebuah komunitas itu adalah etika berjualan, utamanya jika itu terkait produk dari sebuah perusahaan. Dalam hal ini, harus ada tanggung jawab dari perusahaan mengenai produk yang dipromosikan dalam komunitas dimana mereka harus membuktikan bahwa produk yang mereka hasilnya adalah produk yang sehat.
“Itu kan terkait juga dengan posisi pemerintah yang memberikan lisensi. Karena kita kan punya Badan POM. Sepanjang itu sudah sesuai aturan, tidak masalah untuk komunitas itu mempromosikan produknya, sekaligus mungkin berbagi pengalaman mengenai manfaat yang dirasakan dari produk itu kepada orang lain,” kata dia.
Dia mengatakan, apa yang dilakukan para ibu itu untuk berjualan di dalam komunitas sosial media mereka, termasuk facebook dan Instagram, tidak ada bedanya dengan channel youtube yang juga digunakan untuk tempat promosi jualan.
“Kalau boleh disandingkan tidak beda-beda banget. Kenapa karena ini perempuan, terus ibu-ibu, terus dipermasalahkan? Youtuber saja tidak dipermasalahkan. Coba lihat efek dari dia diwawancarai di youtube, dia dapat duit berapa besar, ini kan monetizing (mencari uang) juga,” ucap dia.
"Tidak boleh dihalangi selama aktivitas itu tidak melanggar hukum," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada SINDOnews, Rabu (5/8/2020). (Baca juga: Komnas Perempuan mendesak Tiga RUU Segera Disahkan )
Yeni - panggilan akrab Andy Yentriyani - mengatakan, komunitas pada saat banyak masyarakat yang ekonominya terpuruk akibat dampak pandemi COVID-19, banyak perempuan berpikir secara ekonomis. Kaum perempuan, termasuk para ibu juga dituntut untuk bisa membantu ekonomi keluarga, apalagi bila suami-suami mereka tidak lagi berpenghasilan karena terkena PHK. (Baca juga: Perempuan Aceh Motor Penggerak UMKM Kreatif Aceh )
Salah satu cara yang bisa dilakukan para ibu ini agar bisa cepat berkembang adalah dengan bergabung dalam suatu komunitas yang bisa berkolaborasi dalam upaya menambah penghasilan. Beberapa komunitas ini didukung oleh perusahaan tertentu seperti Komunitas Parenting Bli Bli, Komunitas Kumparan Moms, Dancow Inpiring Moms (Nestle-Dancow), Komunitas GOSIP (GoPay dan Alfamart), Mombasador (SGM Eksplor-Sarihusada), IM3 Ooredoo Squad (Indosat).
Mereka memanfaatkan komunitas ini untuk berbagi informasi dan membangun jaringan yang memungkinkan mereka menambah pengetahuan, ketrampilan maupun berkolaborasi antar mereka.
Contohnya seorang ibu tukang kue. Di dalam komunitas, ibu ini bisa saja bertemu dengan orang yang bisa diajak untuk berpartner, yang memungkinkan rekanannya itu memesan kue-kuenya dalam jumlah besar. Misalnya seseorang yang memiliki bisnis di bidang event organizer (EO). Ketika ada klien dari perusahaan EO itu yang ingin memesan kue, dia bisa langsung menghubungi ibu ini. Itu hanyalah satu contoh.
Menurut Andy Yentriyani, hal terpenting harus diperhatikan dalam sebuah komunitas itu adalah etika berjualan, utamanya jika itu terkait produk dari sebuah perusahaan. Dalam hal ini, harus ada tanggung jawab dari perusahaan mengenai produk yang dipromosikan dalam komunitas dimana mereka harus membuktikan bahwa produk yang mereka hasilnya adalah produk yang sehat.
“Itu kan terkait juga dengan posisi pemerintah yang memberikan lisensi. Karena kita kan punya Badan POM. Sepanjang itu sudah sesuai aturan, tidak masalah untuk komunitas itu mempromosikan produknya, sekaligus mungkin berbagi pengalaman mengenai manfaat yang dirasakan dari produk itu kepada orang lain,” kata dia.
Dia mengatakan, apa yang dilakukan para ibu itu untuk berjualan di dalam komunitas sosial media mereka, termasuk facebook dan Instagram, tidak ada bedanya dengan channel youtube yang juga digunakan untuk tempat promosi jualan.
“Kalau boleh disandingkan tidak beda-beda banget. Kenapa karena ini perempuan, terus ibu-ibu, terus dipermasalahkan? Youtuber saja tidak dipermasalahkan. Coba lihat efek dari dia diwawancarai di youtube, dia dapat duit berapa besar, ini kan monetizing (mencari uang) juga,” ucap dia.