Asal Usul Kata Ibu Kota Kerajaan Pajajaran dan Kemegahan Istana Prabu Siliwangi
loading...
A
A
A
Kerajaan Pajajaran memiliki ibu kota di Pakuan Pajajaran. Nama kata Pakuan Pajajaran sendiri memiliki beberapa arti dalam penafsirannya. Konon nama ini berasal dari nama tanaman yang sudah ada.
Kata Pakuan Pajajaran sendiri ditafsirkan beberapa sejarawan berbeda pada artinya. Ada yang berpendapat bahwa nama ini berasal dari pohon paku sejenis cycas circnalis, sedangkan Pajajaran diartikan sebagai tempatnya yang berjajar.
Sehingga Pakuan Pajajaran diartikan sebagai tempat dengan pohon paku yang berjajar. Pendapat kedua mencoba menghubungkan pakuan dengan kuwu yang terdapat dalam naskah Nagarakretagama.
Pendapat ketiga, ialah pendapat yang menyatakan bahwa pakuan berasal dari paku (pasak) dan paku tersebut dihubungkan dengan lingga kerajaan yang terletak di samping Prasasti Batutulis.
Dikutip dari “Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran”, disebutkan paku dalam pengertian lingga, sesuai dengan penafsiran pada zamannya yakni poros dunia yang tautannya erat dengan masa kejayaan Kerajaan Pajajaran pada masanya.
Di dalam Carita Parahiyangan, Pajajaran merupakan pusat jagat dan lingga tersebut kemungkinan yang disebut hulu wesi oleh Sang Susuktunggal ketika memperbaiki Pakuan.
Kondisi mengenai ibu kota Pakuan Pajajaran digambarkan oleh seorang petualang sekaligus pedagang asal Portugis bernama Tome Pires, yang menyatakan kotanya cukup besar dengan jumlah penduduk 50 ribu jiwa.
Rumah-rumah di kota itu sangat baik, terbuat dari kayu dengan atap terbuat dari daun jenis palma.Sementara raja tinggal di sebuah istana yang memiliki 330 buah tiang kayu yang masing-masing sebesar peti anggur.
Sedangkan tingginya mencapai 5 fathom, dimana satu fathom sama dengan 1,8 meter, atau diperkirakan mencapai 9 meter.
Bagian atas tiang diberi hiasan yang indah.Bagaimanapun, tentu kota inilah yang pada tahun 1690 M masih sempat disaksikan secara langsung oleh Winkler ketika ia berkunjung ke Sunda.
Tome Pires mengungkapkan, bahwa ibu kota yang bernama Pakuan tersebut terletak di antara dua buah sungai besar yang mengalir sejajar. Jadi, ketika akhir abad ke-17 M, Pakuan sebagai pusat kerajaan, dan bukan nama kerajaan itu sendiri. hal ini didukung berita yang lebih tua.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Kata Pakuan Pajajaran sendiri ditafsirkan beberapa sejarawan berbeda pada artinya. Ada yang berpendapat bahwa nama ini berasal dari pohon paku sejenis cycas circnalis, sedangkan Pajajaran diartikan sebagai tempatnya yang berjajar.
Sehingga Pakuan Pajajaran diartikan sebagai tempat dengan pohon paku yang berjajar. Pendapat kedua mencoba menghubungkan pakuan dengan kuwu yang terdapat dalam naskah Nagarakretagama.
Pendapat ketiga, ialah pendapat yang menyatakan bahwa pakuan berasal dari paku (pasak) dan paku tersebut dihubungkan dengan lingga kerajaan yang terletak di samping Prasasti Batutulis.
Dikutip dari “Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran”, disebutkan paku dalam pengertian lingga, sesuai dengan penafsiran pada zamannya yakni poros dunia yang tautannya erat dengan masa kejayaan Kerajaan Pajajaran pada masanya.
Di dalam Carita Parahiyangan, Pajajaran merupakan pusat jagat dan lingga tersebut kemungkinan yang disebut hulu wesi oleh Sang Susuktunggal ketika memperbaiki Pakuan.
Kondisi mengenai ibu kota Pakuan Pajajaran digambarkan oleh seorang petualang sekaligus pedagang asal Portugis bernama Tome Pires, yang menyatakan kotanya cukup besar dengan jumlah penduduk 50 ribu jiwa.
Rumah-rumah di kota itu sangat baik, terbuat dari kayu dengan atap terbuat dari daun jenis palma.Sementara raja tinggal di sebuah istana yang memiliki 330 buah tiang kayu yang masing-masing sebesar peti anggur.
Sedangkan tingginya mencapai 5 fathom, dimana satu fathom sama dengan 1,8 meter, atau diperkirakan mencapai 9 meter.
Bagian atas tiang diberi hiasan yang indah.Bagaimanapun, tentu kota inilah yang pada tahun 1690 M masih sempat disaksikan secara langsung oleh Winkler ketika ia berkunjung ke Sunda.
Tome Pires mengungkapkan, bahwa ibu kota yang bernama Pakuan tersebut terletak di antara dua buah sungai besar yang mengalir sejajar. Jadi, ketika akhir abad ke-17 M, Pakuan sebagai pusat kerajaan, dan bukan nama kerajaan itu sendiri. hal ini didukung berita yang lebih tua.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(ams)