Kisah Raja Hayam Wuruk Mangkat Picu Bencana Kelaparan yang Melemahkan Kerajaan Majapahit

Sabtu, 30 September 2023 - 12:44 WIB
loading...
Kisah Raja Hayam Wuruk Mangkat Picu Bencana Kelaparan yang Melemahkan Kerajaan Majapahit
Raja Kerajaan Majapahit Prabu Hayam Wuruk Versi AI Nusantara. Foto/Istimewa/AI Nusantara
A A A
Kerajaan Majapahit mengalami berbagai gejolak setelah Raja Hayam Wuruk mangkat (meninggal dunia). Pemberontakan, bencana alam hingga kelaparan melanda kerajaan yang saat itu dipimpin Raja Wikramawardhana (1390-1428).

Sejak saat itu pula Kerajaan Majapahit mulai melemah dan banyak terjadi gejolak, ditambah dengan serangkaian bencana alam yang bertubi-tubi datang. Sehingga, Kerajaan Majapahit yang terkenal digdaya di Nusantara menjadi melemah.

Hal itu terjadi lantaran peristiwa pertama, yakni perang saudara yang terjadi di Majapahit antara Wikramawardhana Majapahit Barat dan Bhre Wirabhumi dari Majapahit Timur dalam perang Paregreg di tahun 1404.



Gejolak dari Perang Paregreg ternyata tidak hanya menimbulkan korban nyawa. Tetapi juga kerugian harta benda yang sangat besar bagi Kerajaan Majapahit.

Akibatnya, Sri Wintala Achmad pada “Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada”, menyatakan beberapa daerah kekuasaan Majapahit di luar Jawa melepaskan diri satu per satu.

Pemerintahan Wikramawardhana menanggung utang ke Kaisar Dinasti Ming dari Cina kala itu. Hal ini terjadi karena saat terjadi penyerbuan ke Majapahit Timur, 170 anak buah Cheng-ho ikut terbunuh. Padahal saat itu, Cheng-ho tengah menjadi duta besar di Jawa.

Menurut Kronik China tulisan Ma-huan (sekretaris Cheng-ho), Wikramawardhana dituntut untuk membayar denda pada kaisar sebesar 60.000 tahil. Namun tahun 1408, Wikramawardhana baru dapat mengangsur 10.000 tahil. Lantaran kasihan, Dinasti Ming membebaskan utang itu.



Selain Perang Bubat, Perang Paregreg, dan kudeta yang mencitrakan gejolak politik di Majapahit, berbagai macam bencana tampaknya menjadi fenomena atas masa surutnya kerajaan saat dipimpin oleh Wikramawardhana tahun 1390-1428 Masehi.

Konon, bencana kelaparan menjadi salah satu bencana yang sangat mengerikan kala itu sampai mengakibatkan suami Tribhuwana Tunggadewi, Bhre Tumapel atau Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal dunia pada 1427.

Serangkaian bencana alam mulai dari gempa bumi dan gunung meletus semasa pemerintahan Dyah Kertawijaya (1447-1451). Pemerintahan Dyah Kertawijaya, Majapahit diwarnai dengan peristiwa pembunuhan penduduk Tidung Gelating oleh Bhre Paguhan (putra Bhre Tumapel).

Tak hanya di situ saja, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut oleh Kerajaan China. Kerajaan Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar perdagangan kemudian berdaulat dan merdeka dari Majapahit.



Brunei yang terletak di sebelah utara Pulau Kalimantan itu turut melepaskan diri. Fakta terlepasnya daerah jajahan Majapahit menunjukkanWikramawardhana tidak memiliki angkatan perang yang tangguh sewaktu pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk.

Dalam buku “Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit”, pasukan Majapahit kerap kalah perang ketika menghadapi kerajaan-kerajaan yang dahulunya merupakan daerah bawahan.

Di masa pemerintahan Wikramawardhana misalnya, pasukan Majapahit mengalami kegagalan total saat menyerang Melayu. Bahkan pasukan Majapahit tersebut diporak-porandakan oleh pasukan Melayu di suatu padang yang sekarang dikenal dengan Padang Sibusuk.

Kata “Sibusuk” menggambarkan mayat-mayat pasukan Majapahit yang telah membusuk. Di samping menanggung kerugian atas terlepasnya beberapa daerah kekuasaan Majapahit, Wikramawardhana pun berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming (Penguasa China).



Pihak China mengetahui kalau di Jawa ada dua kerajaan yakni Majapahit Barat dan Majapahit Timur. Karenanya Laksamana Chengho segera dikirim sebagai duta besar untuk mengunjungi kedua kerajaan itu.

Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Chengho sedang berada di Majapahit Timur. Sebanyak 170 orang China itu ikut menjadi korban dalam peristiwa Perang Paregreg. Atas insiden tersebut, Raja Wikramawardhana didenda ganti rugi oleh Dinasti Ming sebanyak 60.000 tahil.

Sampai 1408, Wikramawardhana baru dapat mengangsur sebanyak 10.000 tahil. Karena kasihan pada Wikramawardhana, Kaisar Yung-lo membebaskan denda itu. Peristiwa ini dicatat Ma-huan (sekretaris Cheng-ho) dalam bukunya yang bertajuk Ying-ya-sheng-lan.

Kemudian 20 tahun semenjak berakhirnya Perang Paregreg atau tepatnya pada tahun 1426, Majapahit dilanda bencana kelaparan. Sebagaimana Perang Paregreg bencana kelaparan pun telah menelan korban Majapahit.

Terdapat dugaan bahwa bencana kelaparan itu yang menyebabkan Kaisar Yung-lo membebaskan utang Wikramawardhana pada Dinasti Ming. Akibat dari bencana kelaparan yang melanda Majapahit itu tidak hanya membawa korban rakyat kecil, namun pula anggota keluarga istana.

Mereka yang turut menjadi korban dari bencana itu, antara lain: Bhre Tumpel, Bhre Lasem, dan Bhre Wengker. Bhre Tumapel yang meninggal pada tahun 1427 itu dicandikan di Lokerep dengan nama Asmarasaba.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2539 seconds (0.1#10.140)